Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Mengajari Komputer Membaca Tulisan Tangan

Seorang dosen di Yogyakarta membuat program komputer untuk mengenali tulisan tangan. Ia menggunakan teknologi jaringan saraf tiruan yang mulai trendi.

23 Agustus 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MESKIPUN proyektor sudah menjadi standar di ruang-ruang rapat perkantoran Jakarta, tidak berarti papan tulis punah. Di sela-sela rapat, sering ada ide yang lebih lancar ditumpahkan dengan coretan-coretan spidol di whiteboard. Karena sering yang dihasilkan adalah coretan penting, tugas sekretarislah untuk memastikannya tidak hilang. ”Nanti (dari papan tulis) disalin manual,” kata Theodora P. Dolly, salah satu sekretaris yang berkantor di kawasan Jalan Gatot Subroto, Jakarta.

Sudah ada sedikit bantuan teknologi yang agak membantu para sekretaris, yakni whiteboard copy. Dari papan tulis bisa langsung dicetak. Tapi, saat akan dipindah ke komputer agar menjadi dokumen yang gampang diolah, tetap harus diketik ke komputer sebelum bisa disimpan atau diolah.

Nah, persoalan salin-menyalin dari coretan tangan ke komputer ini mulai terpecahkan. Seorang dosen Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, saat mengambil disertasi doktor di Universitas Gadjah Mada, merancang program untuk mengubah tulisan tangan yang berantakan itu menjadi format standar ”txt” yang siap disantap komputer mana pun dalam sekejap.

Semua bentuk tulisan tangan bisa diterjemahkan oleh rancangan Linggo Sumarno, yang baru akhir bulan lalu mendapat promosi doktor. ”Baik yang ditulis secara Latin (tegak bersambung), cetak, maupun gabungan Latin dan cetak,” kata Linggo.

Tahap awal sebelum para sekretaris seperti Theodora terbantu papan tulis yang bisa langsung berubah menjadi txt, Linggo membuat program yang bisa mengenali tulisan tangan karena papan tulis berisi corat-coret tulisan tangan. Ini bukan hal yang gampang.

Adapun program yang mengenali huruf hasil ketikan atau cetakan—bukan tulisan tangan—sudah banyak beredar. Program ini biasanya dibundel dalam peranti pemindai. Akurasinya sudah sangat bagus, bahkan dianggap hampir 99 persen.

Ratusan jilid buku seri cerita terkenal di Jawa, Api di Bukit Menoreh atau Pelangi di Langit Singasari, misalnya, bisa dipindai dan diubah menjadi txt oleh kelompok penggemarnya tanpa kesulitan berarti. Hasil pindaian ini sekarang dipajang di Internet dan dibaca puluhan ribu orang.

Tapi, jika kita memindai tulisan tangan, terutama jika menggunakan huruf tegak bersambung atau tulisan tangan yang tidak rapi, program pengubah teks di pemindai yang lazim disebut OCR (optical character recognition) itu sulit membacanya. Agar komputer mampu membaca tulisan seperti itu, Linggo bersusah payah tiga tahun untuk menyusun programnya. Studi ini merupakan lanjutan penelitian Linggo saat ia membereskan gelar masternya, juga di Universitas Gadjah Mada. ”Saat itu saya meneliti komputer untuk mengenali huruf,” katanya.

Sebenarnya program tulisan tangan untuk mengenali huruf sekarang sudah banyak dipakai dan dipasang di ponsel cerdas atau komputer tablet. Tapi, biasanya, mereka mengenal huruf per huruf, tidak bisa menulis kata sekaligus. Untuk mengenali kata, lebih susah. ”Kata kan ada huruf yang terpisah, ada huruf yang tersambung,” kata Linggo.

Pendekatan yang dipakai Linggo untuk program yang mengenali tulisan tangan berbeda dengan, misalnya, sistem yang digunakan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi saat merancang Risalah, program pengubah ucapan menjadi teks. Dalam Risalah yang sudah diuji coba di kantor Mahkamah Konstitusi, BPPT masih menggunakan sistem linier.

Caranya, komputer akan menyimpan contoh suara sebanyak-banyaknya. Saat digunakan, komputer akan mencocokkan ucapan yang masuk dengan contoh suara yang sudah disimpan. Jika ada yang cocok, teks yang benar akan dimunculkan ke layar. Jika tidak ada contoh yang cocok, komputer mungkin tidak mengenali meski orangnya mengatakan hal yang sama dengan contoh. Karena itu, butuh komputer yang bisa menyimpan contoh suara sebanyak-banyaknya.

Sedangkan Linggo menggunakan teknologi jaringan saraf tiruan. Kalangan teknik lebih sering menyebut ungkapan bahasa Inggrisnya, artificial neural network. Dalam sistem yang meniru cara kerja saraf otak manusia ini, komputer akan ”belajar” mengenali huruf dalam kata dan menemukan polanya. Dalam proses ”belajar”, komputer akan mendapat sejumlah contoh huruf untuk mereka pelajari polanya. ”Ini sedang menjadi tren baru dalam pengenalan pola dan pembelajaran mesin,” kata Linggo.

Setelah proses belajar dianggap cukup, komputer akan bisa mengenali tulisan tangan meski bentuk tulisan tangan itu belum pernah ditemui. Sepanjang pola tulisan tangan itu dikenali, komputer bisa membacanya.

Untuk proses belajar ini, Linggo mengumpulkan contoh tulisan 100 orang dari usia 10 sampai 70 tahun. Orang yang ia kenal ia manfaatkan untuk diambil contoh tulisannya. Mulai dari dosen sampai mahasiswa ia minta contoh tulisannya. Setiap orang diminta menulis 48 kata berbeda. Selain itu, mereka diminta membuat huruf berbeda A sampai Z.

Setelah diajari, komputer itu dicoba mengenali kata-kata dengan tulisan tangan. Hasilnya tidak terlalu buruk. Saat dicoba dengan 10 orang, akurasinya mencapai 84,79 persen. Ketika ditambah sampai 100, akurasi sedikit turun, 80,75 persen. Kelemahan utama mesin ini—di luar contoh kata yang baru 48 macam— hanya satu. ”Jaringan saraf tiruan ini baru mampu mengenal huruf, belum pada angka,” kata Linggo.

Semula Linggo hendak menyelesaikan disertasinya sampai ia berhasil membuat komputer yang mampu membaca langsung dari papan tulis. Tapi untuk menyusun algoritma—urutan program—yang sekarang ini saja ia sudah menghabiskan tiga tahun dan puasa mengajar. Karena itu, ia menunda niatnya. Sekarang Linggo mulai sibuk berdiri di depan para mahasiswanya lagi, membagikan seluk-beluk isi komputer. ”Ternyata, kalau sudah lama tidak mengajar, banyak juga yang lupa,” katanya.

Nur Khoiri, M. Syaifullah (Yogyakarta)


Komputer Linier

Sistem komputer linier yang biasa dipakai mungkin saja digunakan untuk metode mengubah tulisan tangan menjadi teks komputer. Dengan cara ini, dibutuhkan sangat banyak contoh. Tulisan tangan akan dicocokkan dengan contoh yang disimpan. Program pengubah suara menjadi teks ciptaan BPPT, Risalah, menggunakan teknologi ini.

Jaringan Saraf Tiruan

Meniru sistem saraf manusia, komputer dilatih mengenali pola huruf. Semakin banyak contohnya, semakin pintar ia mengenali pola huruf. Meski nantinya huruf itu belum pernah dilihat persis, komputer tetap bisa bekerja sepanjang polanya dikenali.

TAHAP APLIKASI
Komputer dengan sistem jaringan saraf buatan akan menggunakan pola yang diajarkan untuk mengenali huruf.

  1. Masukan Tulisan tangan ”k”.

  2. Digital
    Tulisan tangan diubah menjadi digital.

  3. Memperkuat data
    Komputer akan mengubah ”k” yang belum dikenali ke ”k” standar. Pola yang dipakai hasil belajar.

  4. Hasil
    Jika perubahan berhasil, muncul huruf ”k” standar. Jika gagal, komputer akan mencocokkan dengan huruf lain, atau tidak mengenalinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus