Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) akan memperkenalkan berbagai aksara Nusantara dalam acara Southeast Asia–Internet Governance Forum (SEA-IGF) yang akan berlangsung secara hybrid pada tanggal 11-12 Agustus 2021 di Bali
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEA-IGF merupakan sebuah forum regional kawasan Asia Tenggara dari berbagai pemangku kepentingan yang menggunakan pendekatan multistakeholder untuk membahas isu yang berkembang sekaligus mencari solusi atas tata kelola internet di negara masing-masing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Southeast Asia–Internet Governance Forum (SEA-IGF) akan berlangsung secara hybrid pada tanggal 11-12 Agustus 2021 di Bali. Kredit: SEA-IGF
SEA-IGF kali ini mengambil tema “Transformasi Digital di Asia Tenggara”. Terdapat tiga sub-tema yang diusung oleh SEA-IGF, yaitu Infrastruktur TIK dan Keamanan Siber, Hak dan Masyarakat Digital, dan Orang Muda dan Pengembangan Inovasi.
Menurut Ketua PANDI, Yudho Giri Sucahyo, pertumbuhan penggunaan teknologi internet di Indonesia, telah melahirkan banyak tantangan di era globalisasi dan modernisasi. Untuk merespons hal itu, muncul inisiatif untuk mempertahankan nilai-nilai budaya lokal seperti aksara Nusantara agar masyarakat sadar akan besarnya peninggalan budaya yang diwariskan leluhur. Aksara Nusantara dirasa perlu dinamis mengikuti perkembangan zaman agar dapat dilestarikan dan bisa digunakan di platform digital.
“Merajut Indonesia Melalui Digitalisasi Aksara Nusantara (MIMDAN) merupakan sebuah program yang digagas PANDI untuk memperkenalkan berbagai aksara Nusantara ke dunia internasional. Hingga saat ini sudah ada aksara yang telah didigitisasi agar dapat ditampilkan pada platform digital, seperti PC, ponsel dan perangkat lainnya, yaitu Bali, Batak, Bugis, Jawa, Makassar, Rejang, dan Sunda,” terang Yudho.
Atas dasar itulah, PANDI mengambil Tema “Back to the Future: Indigenous Languages and Characters in the Industry 4.0 era” yang akan diangkat di SEA-IGF untuk memberikan bukti keberadaan kebudayaan tutur dan tulis yang berkembang di Indonesia pada masa lalu. Menurut Yudho, sosialisasi mengenai Aksara Nusantara harus digaungkan kembali agar masyarakat khususnya yang berada di luar komunitas aksara bisa mengetahui sejarah aksara di Nusantara.
“Tema tersebut menyoroti tentang Aksara Nusantara serta peluangnya bisa ikut berperan pada revolusi di era industri 4.0. Ini menjadi sangat penting terutama selama pandemi saat ini di mana hampir setiap aktivitas fisik telah bergeser ke ruang virtual," ujar Yudho.
"Memastikan akses teknologi yang merata melalui era industri saat ini, salah satu pilar pentingnya dengan menggali aksara Nusantara dan karakteristik yang merupakan harta karun bangsa, untuk ditetapkan sebagai bahasa telekomunikasi lainnya yang bisa menjadi standar di Negara maupun secara Internasional,” tambahnya.
Di era digital, keamanan data merupakan isu paling krusial. Setiap negara berlomba membuat proteksi yang kokoh untuk melindungi data data mereka. Bahkan rekapitulasi pemilu pun tidak lagi menggunakan cara-cara manual dan ini memerlukan pengamanan ekstra.
“Bukan suatu kemustahilan jika kita membuat revolusi berupa metode pengamanan sandi dan enkripsi menggunakan bahasa dan aksara Nusantara. Generasi penerus dapat terus mengembangkannya, sehingga suatu saat negara kita bisa mencapai kedaulatan digital,” pungkas Yudho.
Baca:
Standardisasi Aksara Jawa dan Sunda Diajukan ke BSN