Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Telepon genggam makin agresif menyusutkan planet kita. Belum lama ini, benda yang bisa masuk saku itu telah bisa memotret dan mengirimkan foto ke seberang kota, bahkan benua. Dan kini, mereka bisa mempertemukan sejumlah orang, dari berbagai pojok bumi, dalam pertemuan tatap muka. Lengkap dengan bahasa suara dan bahasa tubuh sekaligus.
Kemampuan menyelenggarakan konferensi video seperti itu menjadi ajang terbaru persaingan kampiun pembuat telepon seluler dunia. Pada pertengahan Juni lalu, di Singapura, Ericsson, Samsung, LG, Motorola, dan Nokia berlomba menjajakan produk terbarunya dalam Pameran Komunikasi Asia atau CommunicAsia 2004.
Di salah satu ruang demo pameran Singapura itu, misalnya, tak kurang dari delapan merek telepon genggam telah bisa dicoba, antara lain SonyEricsson Z1010, Samsung SGH 2100, LG 8100, dan Motorola A925. Namun beberapa merek telepon plus kamera video itu masih dalam bentuk prototipe dan masih harus disempurnakan. Sebagian darinya baru akan diluncurkan pada akhir tahun ini.
Bagaimanapun, teknologi telepon seluler memang sedang beranjak dari hanya sekadar mengirimkan teks dan suara menuju komunikasi au-dio-visual secara hidup untuk memanjakan penggunanya. Pertukaran gambar hidup tidak hanya membutuhkan perangkat telepon genggam baru, tapi juga jaringan telekomunikasi seluler yang lebih digdaya.
"Layanan video telephony tak bisa diselenggarakan tanpa adanya jaringan setaraf WCDMA," kata Christ Ngantung, ahli teknologi jaringan dari PT Ericsson Indonesia. WCDMA, atau Wideband Code Division Multiple Access, adalah jaringan telekomunikasi ala "jalan tol" yang memiliki kapasitas dan kecepatan pengiriman data sangat tinggi. Berbeda dengan teks, gambar hidup berisi informasi yang jauh lebih banyak. Sehingga, hanya dengan jalur bebas hambatanlah gambar hidup bisa terkirim secara mulus dan langsung.
WCDMA merupakan evolusi mutakhir?generasi ketiga (3G)?dalam teknologi telekomunikasi tanpa kabel (GSM). Saluran ini bisa mengirim data dengan kecepatan lima megabyte per detik, berlipat-lipat cepatnya dari dua generasi sebelumnya: General Packet Radio Service (GPRS) dan Enhanced Data Rates for Global Evolution (EDGE).
Jaringan EDGE sebenarnya sudah memungkinkan pengiriman gambar bergerak. Hanya, tampilannya lamban dan patah-patah. Dengan jaringan WCDMA, gambar tampil seketika dengan gerakan yang nyaris sempurna.
Konsep dasar video telephony sebenarnya tak jauh berbeda dengan teknologi konferensi video yang dikenal lebih lama. Keduanya sama-sama memungkinkan orang berbeda tempat saling mendengar dan saling melihat pada waktu yang sama. Komponen teknologi kedua aplikasi pun mirip-mirip. Keduanya melibatkan alat audio-visual dan memanfaatkan jaringan pengirim informasi.
Bedanya, konferensi video konvensional melibatkan peralatan lebih banyak dan lebih rumit. Di setiap titik konferensi, perlu ada monitor televisi atau komputer, kamera, speaker, dan mikrofon yang terhubung. Karena itu, lokasinya bersifat tetap alias tidak bergerak, peserta konferensi tidak bisa memilih lokasi yang paling nyaman.
Sebaliknya, pada video telephony, rangkaian peralatannya jauh jadi lebih sederhana. Semua perlengkapan audio-visual dipadatkan pada satu benda mungil: pesawat telepon genggam. Dengan begitu, bukan hanya lokasi konferensi lebih fleksibel, peserta konferensi pun seperti bisa sambil bergerak tanpa hambatan ruang.
Alur kerja video telephony tak jauh beda dari konferensi lewat telepon biasa. Pada konferensi dua arah, peserta cukup menelepon nomor lawan bicaranya. Begitu tersambung, orang di kedua titik bisa langsung saling pandang dan saling sapa. Sedangkan pada konferensi banyak arah, setiap peserta menelepon ke nomor yang sama. Agar tak terjadi benturan, pada jaringan WCDMA ditambahkan alat yang disebut multi-conference unit (MCU). "Ini semacam pengatur lalu lintas informasi sesama peserta," kata Christ dari Ericsson.
Untuk mengatur lalu lintas percakapan, konferensi dipandu seorang moderator yang juga bertugas menyetel tampilan di layar ponsel. Layar ponsel bisa dibagi jadi beberapa jendela sesuai dengan jumlah peserta. Jendela terlebar menampilkan orang yang mendapat giliran berbicara. Jika ini kurang nyaman, misalnya karena tampilannya terlalu kecil, tampilan layar bisa disetel hanya untuk peserta yang sedang bicara. Atau, hanya untuk dua atau tiga peserta yang terakhir bicara.
Pada aplikasi video telephony, konferensi pun tak melulu dilakukan antar-pemakai ponsel. Konferensi bisa melibatkan pemakai telepon rumah atau pemakai Internet. Nah, untuk konferensi gado-gado semacam ini, diperlukan alat tambahan yang disebut video gateway (ViG). Alat pelengkap pada tingkat jaringan ini berfungsi sebagai "jendela" penghubung?sekaligus pengolah informasi?antar-peserta konferensi yang memakai teknologi berbeda.
Penerapan teknologi baru ini tentu saja tidak terbatas hanya untuk konferensi. Kemampuan audio-visual akan menyeret telepon genggam menjadi alat dengan beragam fungsi: memantau kemacetan lalu lintas, sekadar pamer bisa mempertontonkan kehadiran kita di pentas Broadway New York, menjadi kamera video (yang hasilnya bisa disunting di komputer pribadi), atau bahkan menjadi bioskop mini tempat kita bisa memesan serta memutar film yang kita sukai.
Baik bagi para pembuat telepon seluler, operator telekomunikasi, maupun penyedia informasi, pasar teknologi baru ini cukup menjanjikan. Meski masih sempit pasarnya, jumlah pelanggan telepon genggam yang memanfaatkan jaringan WCDMA di seluruh dunia meningkat tiga kali lipat hanya dalam lima bulan?dari 500 ribu pada April 2003 menjadi 1,5 juta pada Agustus 2003.
Masalahnya, kemampuan pertukaran suara dan gambar hidup lewat ponsel ini memang baru bisa dinikmati oleh pelanggan telepon di sedikit negeri, seperti Italia dan Jepang, yang secara agresif telah mengembangkan jaringan WCDMA. Kehadirannya di Indonesia mungkin masih perlu waktu. Pemerintah sendiri kabarnya sudah mengeluarkan lisensi pemakaian frekuensi untuk jaringan mutakhir ini ke satu operator swasta. Tapi operator pemegang lisensi itu masih terus berhitung.
Teknologi WCDMA sebenarnya lebih efisien, yakni sekitar 30 persen lebih murah dari teknologi GSM generasi kedua. Namun perusahaan operator umumnya memang tidak terburu menangkap peluang baru ini. Salah satu alasan: mereka khawatir kecanggihan baru itu justru akan membunuh secara prematur produk, layanan, dan teknologi pendahulunya.
Jajang Jamaludin
Berlomba di Jalan Tol Telekomunikasi
GPRS
Generasi: 2,5
Kapasitas: 115.000 bps
Aplikasi: pertukaran foto
EDGE
Generasi: 2,75
Kapasitas: 478.000 bps
Aplikasi: video kualitas rendah
WCDMA
Generasi: 3
Kapasitas: 5.000.000 bps
Aplikasi: video kualitas tinggi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo