Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Sebuah Jendela ke Masa Depan

Jepang membuat komputer super-ekspres untuk mengintai kondisi bumi di masa depan. Daya pikirnya lima kali lebih cepat dari komputer paling cepat di dunia.

12 Mei 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada langit di atas langit. Begitu juga dalam dunia komputer: ada yang lebih cepat dari yang paling cepat. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Jepang berhasil memecahkan rekor kecepatan daya pikir komputer, yang selama ini dikuasai perusahaan-perusahaan Amerika Serikat. Pemecahan rekor ini diumumkan Sabtu dua pekan lalu, setelah satu tim pakar yang dipimpin profesor komputer Universitas Tennessee, Jack Dongarra, selesai memantau 500 superkomputer di dunia.

Earth Simulator, begitu sebutan komputer super buatan NEC itu, sanggup diajak ngebut dengan kecepatan daya pikir hingga 35.600 gigaflop. Sebagai gambaran, satu gigaflop setara dengan satu miliar operasi matematika per detik. Kecepatan Simulator Bumi ini lima kali lebih cepat dari rekor yang selama ini di-pegang superkomputer ASCI White buatan IBM. "Jujur saja," kata Thomas Sterling, perancang komputer super di California Institute of Technology, "prestasi Jepang ini mencerminkan suatu tingkat yang belum pernah kami capai."

Meskipun daya pikirnya lebih hebat, Earth Simulator menggunakan lebih sedikit prosesor ketimbang ASCI. Ini berkat pemakaian teknologi vektor yang dirancang khusus untuk menyelesaikan pelbagai perhitungan rumit. Selama ini, superkomputer AS memanfaatkan teknologi paralel masif yang memerlukan banyak sekali otak pengolah data. ASCI White, misalnya, membutuhkan 8.192 prosesor, sedangkan Earth Simulator, yang besarnya empat kali lapangan tenis itu, cuma memakai 5.104 prosesor.

Berbeda dengan ASCI White yang banyak dipakai untuk kepentingan militer seperti pengujian ledakan nuklir, Simulator Bumi dikembangkan untuk kemaslahatan orang banyak. Earth Simulator dibangun sebagai proyek bersama antara NEC dan beberapa lembaga penelitian, sejak lima tahun lalu. Pelbagai badan riset prestisius Jepang seperti National Space Development Agency of Japan, Japan Atomic Energy Research Institute, dan Japan Marine Science and Technology Center, ikut terlibat dalam proyek raksasa ini. Proyek yang menghabiskan dana US$ 400 juta itu bertujuan menciptakan "tiruan bumi" untuk melongok gambaran wajah planet ini dalam pelbagai kondisi cuaca. "Ia bisa menjadi jendela untuk melihat masa depan," kata Dongarra.

Bagaikan peramal canggih, Simulator Bumi tak memerlukan kitab primbon apalagi dupa kemenyan. Komputer super yang dipasang di Pusat Litbang Earth Simulator Yokohama itu hanya butuh data cuaca, pola angin, perubahan panas bumi, juga arus laut, yang akan dipasok pelbagai satelit dan stasiun sensor pengendus cuaca di Jepang. Kemudian, dengan otaknya yang gemilang, Earth akan mengolah kumpulan data pelik ini dan menjadikannya ramalan iklim, termasuk kemungkinan terjadinya bencana gempa. Pendek kata, Earth, yang mulai bertugas sejak Maret lalu, akan merupakan "bola kristal" yang bakal menggambarkan kondisi kesehatan bumi di hari-hari mendatang.

Sebagai sebuah negara kepulauan yang sering diguncang gempa, Jepang sangat membutuhkan Earth Simulator. Namun biaya produksi yang begitu mahal memaksa NEC berpikir ulang untuk memproduksinya secara massal. Dengan bantuan sejumlah ilmuwan dari lembaga riset Jepang, NEC kini sedang mengembangkan "miniatur" Simulator Bumi, yang harganya lebih terjangkau. Tentu saja, daya pikir model mini ini akan lebih lambat dari versi aslinya. Rencananya, simulator ini akan dipasarkan ke AS.

Kibasan superkomputer Jepang itu jelas tamparan buat Amerika yang selama ini dikenal sebagai "raja" komputer. Namun, perlombaan teknologi ternyata masih jauh dari garis akhir. Sejak empat tahun lalu, IBM juga mulai mengembangkan super-superkomputer yang diberi nama Blue Gene. Jika selesai kelak, Gen Biru ini mampu berpikir dengan kecepatan 1.000 teraflop, sekitar 30 kali kecepatan yang kini dicapai Earth Simulator.

Berbeda dengan proyek superkomputer AS yang biasanya berkaitan dengan kebutuhan militer, Gen Biru diciptakan untuk keperluan sipil, bahkan juga bisnis. Proyek raksasa ini diperkirakan baru lahir tahun 2004. Jadi, paling tidak mahkota superkomputer, salah satu simbol kemajuan teknologi, masih akan tetap berada di Jepang hingga dua tahun mendatang.

Wicaksono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus