Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

12 Mei 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tanggapan dari Sadli

SAYA sangat mendukung kolom Dr. Hadi Soesastro (Sebuah Tetangga Mini) di Majalah TEMPO Edisi 22-28 April, dan editorial di rubrik Opini (hlm. 22) Sebaiknya Presiden Megawati Pergi ke Dili. Keputusan Presiden, seandainya beliau ingin memenuhi undangan Sekjen PBB dan presiden pertama Tim-Tim, tidak akan mudah karena baik Amien Rais maupun Akbar Tandjung menasihatkan jangan! Tetapi kedua tokoh itu adalah insan politik yang sudah melirik Pemilu 2004. Begitu pula Megawati Sukarnoputri.

Kalau Megawati pergi ke Dili sebagai Presiden RI, ia akan diberi tepuk tangan oleh banyak sekali anggota silent majority yang cemas sekali melihat hari depan negara kita, yang seolah-olah tidak bisa belajar dari sejarah. Justru kalau Megawati nanti harus bertanding popularitas dengan Amien Rais dan Akbar Tandjung menjelang Pemilu 2004, mungkin tidak terlalu cerdik untuk mengikuti kehendak mereka. Yang menjadi presiden pertama Tim-Tim juga bukan sembarangan orang. Xanana pernah mengalami nasib yang serupa dengan ayah Megawati. Karena dibuang di Jakarta, ia mengenal Indonesia lebih dekat, bahkan bisa omong dalam bahasa Indonesia. Kesempatan emas untuk menutup luka sejarah di bawah kesaksian dunia.

Prof. Dr. M. Sadli [email protected]

Koreksi Satya W. Yudha

SEHUBUNGAN dengan pemberitaan Majalah TEMPO Edisi 8-14 April 2002, halaman 34, kami mengajukan koreksi terhadap tulisan berjudul Di Antara Dua Aspirasi. Di situ tertulis: ”tokoh PDP sudah diajak melongok markas besar BP di London”.

Kami menyatakan bahwa tidak pernah ada anggota PDP yang diundang ke London, Inggris, untuk mengunjungi Kantor Pusat BP. Pada bulan Oktober 2001, John Rumbiak dari Elsam berkunjung ke Inggris atas inisiatif sendiri, bukan atas biaya BP, meminta waktu bertemu dengan pejabat senior BP yang dilaksanakan di London. SATYA W. YUDHA VP Government & Public Affairs

Terima kasih atas koreksi Anda.—Red.

Keberatan Harold Crouch

KEBETULAN saya baru membaca Tempo No. 03/18-24 Maret 2002. Saya terkejut membaca laporan yang berjudul Ja’far Umar Setara Usamah bin Ladin?. Dalam laporan itu dibahas sebuah berita di New York Times, termasuk komentar Harold Crouch, pengamat Indonesia dari Australia, yang dikutip dalam tulisan tersebut, yang menyatakan ada beberapa anggota laskar itu (maksudnya Laskar Jihad) yang bisa mengemudikan kapal terbang.

Saya rasa saya belum pernah mengatakan bahwa beberapa anggota Laskar Jihad bisa mengemudikan kapal terbang. Apalagi saya belum pernah mendengar cerita seperti itu dari orang lain. Mana saya bisa tahu apakah anggota Laskar Jihad bisa mengemudikan kapal terbang? Agaknya pemberita New York Times salah paham terhadap maksud saya. Dr. Harold Crouch Department of Political & Social Change Research School of Pacific & Asian Studies The Australian National University Canberra ACT 0200

Mengapa Tidak Membela TKI

KETIKA pemerintah Singapura melarang sejumlah pelajar Islam mengenakan jilbab, para aktivis dan ormas Islam di Indonesia memberikan reaksi keras. Reaksi serupa juga terjadi ketika Lee Kuan Yew menuding Indonesia sebagai sarang teroris.

Perhatian aktivis, ormas, dan partai Islam juga seperti tersedot ke satu titik, ketika Tamsil Linrung dan kawan-kawan ditangkap pemerintah Filipina dan dikaitkan dengan isu terorisme internasional.

Namun, ketika sejumlah tenaga kerja asal Indonesia dianiaya majikannya di Singapura, tak sepotong suara pembelaan terdengar, seolah-olah kasus itu cuma peristiwa biasa. Padahal, menurut saya kasus itu sangat merendahkan martabat kita sebagai bangsa Indonesia.

Tampaknya para aktivis Islam, ormas, dan partai Islam, serta mereka yang bergiat menegakkan syariat Islam, lebih tertarik mengurusi masalah yang bernuansa politik seperti jilbab, piagam Jakarta, atau terorisme internasional.

Anggota DPR RI cenderung memperhatikan kasus Tamsil Linrung, bukan orang yang teraniaya seperti TKI di luar negeri.

Lebih lucu lagi, PPMI pimpinan Eggy Sudjana, yang wilayah kerjanya berada di kawasan pekerja, justru lebih sering terlihat bermain di kawasan politik. Hampir tidak terdengar mereka berteriak untuk kepentingan pekerja (termasuk TKI yang teraniaya di luar negeri seperti di Singapura atau Korea). AMIR WIJAYA Jalan Sakti I No. 10, Perumahan Sangrila Indah I,Petukangan Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta E-mail: [email protected]

Tanggapan Taman Hewan

SETELAH membaca Majalah TEMPO Edisi 8-14 April 2002, dalam rubrik Lingkungan, halaman 50 sampai 51, dengan judul Nita di Lokasi Tersiksa, kami dari Taman Hewan Pematangsiantar dengan ini menyampaikan tanggapan sebagai berikut.

  1. Taman Hewan Pematangsiantar merasa tidak pernah menerima kunjungan maupun investigasi dari pihak World Society for the Protection of Animals atau mitra kerjanya yang menyebut dirinya Konservasi Satwa Bagi Kehidupan.
  2. Kami ingin mempertanyakan lembaga pada poin 1 tersebut, atas dasar apa atau otoritas apa membuat rapor ”sepuluh kebun binatang” dan dalam hal ini memosisikan Taman Hewan Pematangsiantar pada urutan ke-7.
  3. Pernyataan Direktur Konservasi Satwa Bagi Kehidupan, Rosek Nursahid, bahwa hampir semua pengelola Kebun Binatang tidak becus mengelola, sangat tidak obyektif.
  4. Kami ingin menjelaskan bahwa sejak diserahkan oleh Pemko Pematangsiantar kepada kami untuk mengelola Taman Hewan Pematangsiantar kurang lebih lima tahun lalu, kami telah melakukan pembenahan sarana dan prasarana yang ada, penambahan koleksi satwa, penyelamatan satwa yang dilindungi dari masyarakat yang belum memahami arti pentingnya penyelamatan kepunahan satwa liar, bekerja sama dengan instansi terkait dengan biaya yang sangat besar.
  5. Kami menyadari bahwa mengelola kebun binatang atau taman hewan bukan untuk mencari keuntungan, akan tetapi kami ingin menyediakan tempat hiburan, pendidikan konservasi yang layak bagi masyarakat yang kurang mampu sesuai dengan prinsip dan ketentuan yang ada.
  6. Untuk itu, pada kesempatan ini kami meminta kepada pihak-pihak yang mengklaim dirinya sebagai lembaga yang peduli terhadap konservasi satwa, jangan hanya bisa menyampaikan kritik dan hujatan, namun harus pula dapat memberikan solusi dan contoh nyata apa yang telah diperbuatnya untuk konservasi satwa.
  7. Kami siap mempresentasikan apa yang telah, sedang, dan akan kami lakukan untuk pengelolaan Taman Hewan Pematangsiantar tersebut, guna mengklarifikasi hal-hal yang belum diketahui oleh berbagai kalangan, khususnya yang peduli terhadap konservasi satwa liar.

MUHAMMAD SALIM, S.H. Humas

Komentar Tulisan Ahmad Sahal

DI balik asyiknya membaca tulisan Ahmad Sahal berjudul Umar bin Khattab dan Islam Liberal, saya meragukan hal-hal sebagai berikut.

  1. Benarkah Abu Hanifah membolehkan orang salat membaca fatihah dalam bahasa Persia atau bahasa lokal lainnya? Mengapa tidak disebutkan sumber keterangan yang menyatakan kejadian yang demikian itu?
  2. Benarkah pluralisme pemikiran dalam Islam merupakan rahmat bagi umat Islam? Benarkah Nabi pernah bersabda, perselisihan umatku adalah rahmat?

Saya senang berbagi pengetahuan dengan semua ikhwatu iman. Dalam Membedah Akar Bid’ah, sebuah buku terjemahan oleh Asmuni Solihan Zamakhsyari dari kitab Ilmu Ushul Bida’ Dirasah Takmiliyah Muhimmah fi Ilmi Ushul Al-Fiqh karangan Ali Hasan Ali Abdulhamid Al-Halabi Al-Atsari, dijelaskan bahwa ”perselisihan umatku adalah rahmat” merupakan hadis batil dan kebohongan, tidak ada asalnya. Pada halaman 118, dinukilkan pendapat Ibnu Hazm dalam Al Ihkam fi Ushul Al-Ahkam (V/64): ”Ini adalah pendapat yang paling rusak, sebab jika perselisihan sebagai rahmat, maka kesepakatan adalah laknat. Hal itu tidak akan dikatakan oleh seorang muslim pun. Sebab, kalau tidak bersepakat, pasti berselisih, dan kalau bukan rahmat, maka pasti laknat”.

Kita memang harus hati-hati, kemunduran umat Islam justru disebabkan banyak mengamalkan hadis palsu. Demikianlah untuk pemahaman menuju kesatuan pemikiran yang Islami.

DRS. AMINUDDIN HARDIGALUH Jalan Prof. Dr. M. Yamin Gg. Kurnia No. 4 Pontianak

Pelurusan T.M.A. Syarfi

SEHUBUNGAN dengan pemberitaan Majalah TEMPO, Edisi 8-14 April 2002, rubrik Ekonomi dan Bisnis, berjudul Waralaba ala Warung Padang, pada alinea 1-5 mengenai keberadaan gerai masakan padang di kawasan Bintaro Sektor VII Tangerang, dapat kami jelaskan sebagai berikut.

  1. Beroperasinya gerai kami di lokasi Ruko Sentra Menteng Blok MN 46-47 didasarkan pada perjanjian kerja sama yang sah antara Rumah Makan Sederhana (RMS) dan pihak kami selaku rekan usaha, sebagaimana tertuang dalam akta perjanjian kerja sama usaha No. 13, yang telah ditandatangani di Jakarta, di hadapan Notaris Anasrul Jambi, S.H., 13 Juni 2001.
  2. Kegiatan operasi gerai tersebut sepenuhnya dikelola dan disupervisi langsung oleh menejemen RMS yang dipimpin oleh Bapak H. Bustaman bersama dengan PT Sederhana Citra Mandiri.
  3. RMS memilih lokasi usaha di tempat tersebut bertujuan agar lebih mendekatkan pelayanan RMS kepada para pelanggan dan tamu yang kami hormati, khususnya wilayah Bintaro Jaya.

T.M.A. SYARFI Wakil rekan usaha RMS —Berita itu memang tak menyoal legalitas cabang RM Sederhana di Bintaro itu. Tapi lebih ke pengakuan Bustaman—sebagai pemilik Sederhana—soal belum rapinya dia mengembangkan cabang rumah makannya.—Red.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus