Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Digital

Studi: Pergeseran Sungai Atmosfer Jadi Ancaman Baru bagi Iklim Global

Studi menunjukkan bahwa sungai atmosfer, jalur uap air sempit yang membawa hujan lebat dan badai, bergeser menuju lintang yang lebih tinggi.

20 Oktober 2024 | 09.59 WIB

Ilustrasi atmosfer WASP-17b yang kaya akan silikat. (Kredit gambar: NASA, ESA, CSA, Ralf Crawford (STScI))
Perbesar
Ilustrasi atmosfer WASP-17b yang kaya akan silikat. (Kredit gambar: NASA, ESA, CSA, Ralf Crawford (STScI))

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Penelitian terbaru menunjukkan bahwa sungai atmosfer, jalur uap air sempit yang membawa hujan lebat dan badai, mengalami pergeseran signifikan menuju lintang yang lebih tinggi. Melansir Earth.com, pergeseran ini mengubah pola cuaca di seluruh dunia dan mempengaruhi iklim global secara serius. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Selama empat dekade terakhir, sungai atmosfer telah bergeser sekitar 6 hingga 10 derajat menuju kutub utara dan selatan, menciptakan perubahan yang berdampak besar di berbagai wilayah,” tulis Earth.com, dikutip Ahad, 20 Oktober 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sungai atmosfer berperan penting dalam suplai air tahunan di daerah-daerah seperti California, Asia Tenggara, dan pesisir Spanyol serta Portugal. Di California, misalnya, sungai atmosfer dapat menyumbang hingga 50 persen dari curah hujan tahunan. 

Badai musim dingin dari sungai atmosfer ini dapat membawa cukup banyak hujan dan salju untuk mengakhiri kekeringan, seperti yang terjadi pada 2023. Namun, dengan pergeseran sungai atmosfer ke arah lintang yang lebih tinggi, wilayah seperti British Columbia dan Alaska kini menghadapi risiko banjir yang lebih tinggi, sementara daerah subtropis menghadapi kekeringan berkepanjangan dan kelangkaan air.

Pergeseran ini dikaitkan dengan pendinginan suhu permukaan laut di Pasifik tropis bagian timur sejak 2000, yang terkait dengan kondisi La Niña. Efek ini mendorong sungai atmosfer bergerak ke arah kutub, mengakibatkan peningkatan curah hujan di daerah lintang tinggi dan berpotensi mempercepat pencairan es laut di Arktik. Pencairan es ini berpotensi memperburuk pemanasan global dan mengubah ekosistem kutub secara drastis.

Selain berdampak pada manusia, pergeseran sungai atmosfer juga mempengaruhi ekosistem dan satwa liar. Di daerah yang lebih utara, curah hujan yang lebih tinggi dapat mengubah pertumbuhan tanaman dan mengganggu keseimbangan alami, serta mengancam spesies seperti burung migran yang bergantung pada habitat stabil. Di sisi lain, wilayah subtropis yang semakin jarang mendapatkan curah hujan mungkin menghadapi kekeringan yang lebih panjang, meningkatkan risiko kebakaran hutan dan mengancam keanekaragaman hayati, termasuk habitat perairan.

Para ilmuwan di Universitas California, Santa Barbara, termasuk Qinghua Ding, terus mempelajari fenomena ini untuk meningkatkan prediksi terkait perubahan iklim, pasokan air, dan curah hujan di masa depan. Mereka juga memperingatkan bahwa pemanasan global yang disebabkan oleh aktivitas manusia, yang menyebabkan atmosfer mampu menampung lebih banyak uap air, turut memperparah frekuensi dan intensitas sungai atmosfer ini.

Untuk menghadapi perubahan ini, diperlukan upaya konservasi yang disesuaikan agar ekosistem dapat bertahan dari perubahan pola cuaca dan iklim. Hasil studi ini dipublikasikan dalam jurnal Science Advances. Laporan Earth.com menyebut, penelitian lebih lanjut sangat penting untuk memahami dampak pergeseran ini terhadap iklim global dan untuk mengembangkan strategi mitigasi yang efektif.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus