Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tanda pagar 'KaburAjaDulu' menjadi salah satu topik yang banyak diperbincangkan (trending topic) di media sosial beberapa waktu lalu bahkan sampai saat ini. Maksud tren kabur aja dulu itu adalah mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri. Tanda pagar itu muncul berbarengan dengan tanda pagar lainnya, yakni 'Indonesia Gelap'.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) Bagong Suyanto menyebut fenomena itu sebagai bagian dari gerakan yang muncul di era perkembangan masyarakat digital. Tagar 'KaburAjaDulu' disebutnya sebagai bagian dari bentuk aksi di dunia maya untuk membangun kesadaran khalayak lebih peduli dengan isu-isu terkini, termasuk isu politik dan ekonomi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadi, memang gerakan itu tidak selalu dalam bentuk aksi di jalanan karena dampak dan gaungnya seringkali lebih besar dalam bentuk ajakan-ajakan di ruang publik,” kata Bagong, melalui keterangan tertulis, Selasa, 25 Februari 2025.
Guru Besar di bidang Sosiologi itu menjelaskan bahwa setiap gerakan pasti memiliki latar belakang yang kuat. Biasanya, menurut dia, berupa kekecewaan terhadap kinerja pemerintah, tindakan aparat, atau penyimpangan kekuasaan.
Saat ini, Bagong menilai, masyarakat sedang menantikan kontinuitas dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam seratus hari pertamanya. Beberapa kebijakan mendapat sorotan seperti program makan siang gratis yang dianggap membutuhkan dana besar, sementara di sisi lain menyebabkan efisiensi anggaran pada beberapa sektor.
“Selama ini fokus pemerintah kelihatannya pada program makan siang gratis sementara publik menilai ada yang tidak konsisten," kata dekan yang pernah mendulang kritik setelah membekukan BEM FISIP Unair karena aksi karangan bunga satire untuk Prabowo-Gibran.
Program makan siang gratis diperjuangkan habis-habisan padahal membutuhkan dana yang besar. Tujuannya supaya memastikan kualitas hidup generasi muda sekarang. Tapi, pada saat yang sama, Bagong menambahkan, "Ada ketidakjelasan soal tawaran beasiswa dan efisiensi anggaran yang kemudian memunculkan inkonsistensi dalam sikap pemerintah.”
Ketidakjelasan dalam transparansi anggaran memunculkan spekulasi di tengah masyarakat bahwa kondisi keuangan negara sedang bermasalah. Hal itu ditunjukkan dengan keinginan memungut pajak yang lebih besar kepada masyarakat. Pada saat yang sama pula terdapat indikasi bahwa keuangan negara tidak dalam kondisi baik.
“Publik berharap ada transparansi karena alasan efisiensi harusnya ada kejelasan akan dipergunakan untuk apa," katanya. Sebagian masyarakat, menurut Bagong, membaca ada indikasi masalah pada keuangan negara. "Kesimpulan akhirnya mereka merasa sedang tidak baik-baik saja dengan kondisi nasional sehingga memutuskan kabur saja dulu mencari kehidupan di luar, pekerjaan di luar, masa depan di luar.”
Menurut Bagong, kemunculan narasi 'kabur aja dulu' merefleksikan kegundahan publik dan ekspresi ketidakpercayaan terhadap masa depan di dalam negeri. Namun, dia juga mengatakan, kondisi di luar negeri tidak lebih mudah. "Oleh karena itu, tren ini seharusnya tidak hanya dipandang sebagai dorongan untuk benar-benar meninggalkan Indonesia, melainkan sebagai kritik dan masukan bagi pemerintah."
Bagong menyarankan pemerintah yang sedang berkuasa saat ini lebih terbuka terhadap kritik publik dan segera mengambil langkah perbaikan. Salah satu bentuk respons yang dapat diambil adalah dengan melakukan perombakan atau reshuffle kabinet agar pemerintahan dapat berjalan lebih efektif. Selain itu, diperlukan komunikasi yang lebih baik dengan masyarakat.
“Pemerintah harus menerima itu sebagai masukan dan kemudian memperbaiki diri," katanya sambil menambahkan, "Ini kan kegundahan, wacana, dan diskursus. Jawabannya tentu dengan counter discourse yang bisa menenangkan hati masyarakat.