Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font size=2><font color=#FF0000>Ekonomi Indonesia</font><font color=#6666FF>Triwulan IV 2009</font></font><br /><B>Harga Naik, Bunga Tak Turun-turun</B>

Kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok telah menyusutkan kepercayaan konsumen kepada pemerintah. Survei Danareksa Research Institute pada triwulan IV 2009 menunjukkan kecenderungan itu. Sejak Lebaran tahun lalu, harga gula, beras, dan minyak goreng memang tak kunjung turun. Selain faktor tingginya harga di pasar internasional, pasokan dalam negeri yang cenderung seret menjadi penyebabnya. Dalam jangka pendek, persoalan ini mesti diselesaikan karena bisa mendorong inflasi. Akan sangat berbahaya bagi perekonomian jika inflasi kembali naik. Paling tidak, suku bunga perbankan yang kini masih tinggi akan makin sulit turun.

8 Maret 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dihantam Harga Bahan Pokok

INDEKS kepercayaan konsumen menyusut selama enam bulan terakhir. Pemicunya adalah kenaikan harga sejumlah bahan kebutuhan pokok dan makanan jadi. Harga beras dan gula, misalnya, yang merangkak naik sejak menjelang Lebaran tahun lalu, hingga kini belum kunjung turun. Untuk urusan gula, produksi nasional memang sedang seret. Pemerintah berusaha mengguyur pasar dengan gula impor. Nyatanya, hal itu tak membikin harga terkoreksi. Hal ini tentu mendorong peningkatan laju inflasi tahunan pada Januari 2010 berada di level 4,43 persen.

Optimisme konsumen terhadap kondisi perekonomian juga tergerus. Hal itu ditunjukkan oleh turunnya indeks saat ini. Hal serupa terjadi pula pada indeks ekspektasi yang menggambarkan ekspektasi rumah tangga terhadap ekonomi di masa depan. Kondisi ini membuat proporsi konsumen yang berencana membeli barang tahan lama (durable goods) pada enam bulan mendatang berpotensi turun.

Indeks Kepercayaan Konsumen
Tertekan Kenaikan Harga Pangan

Naiknya harga bahan pangan dan makanan jadi sangat dirasakan oleh masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Indeks kepercayaan konsumen kelompok masyarakat berpendapatan kurang dari Rp 500 ribu per bulan anjlok 13,4 persen, indeks masyarakat berpendapatan Rp 500-700 ribu per bulan pun turun 10,8 persen. Begitu pula untuk kelompok masyarakat berpenghasilan lebih dari Rp 1,5 juta per bulan yang melemah 4,5 persen.

Ke depan, kenaikan harga bahan pangan harus diwaspadai, terutama pada bulan-bulan puasa, Lebaran, dan akhir tahun. Sebab, dampak kenaikan harga tersebut cukup besar terhadap indeks kepercayaan konsumen dan pada akhirnya pada kepercayaan terhadap perekonomian. Kegagalan mengendalikan harga pangan bisa berdampak negatif yang signifikan terhadap perekonomian.

Indeks Kepercayaan Konsumen:

Indeks ini disusun berdasarkan survei terhadap 1.700 rumah tangga Indonesia di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Survei ini menggunakan metode wawancara tatap muka. Sampel dipilih dengan metodologi statistik tertentu sehingga dapat mewakili populasi.

Dalam survei ini responden diminta menilai kondisi perekonomian lokal ataupun nasional pendapatan rumah tangga, dan ketersediaan lapangan kerja. Dalam setiap pertanyaan, konsumen dapat menjawab "optimistis" atau "pesimistis", misalnya terhadap kondisi ekonomi sekarang. Interpretasi indeks ini cukup sederhana: jika indeks di bawah 100, artinya respons negatif (pesimistis) melebihi jumlah respons positif (optimistis), dan sebaliknya.

Indeks ini menggambarkan keadaan perekonomian masyarakat secara akurat dan update. Indikator ekonomi lain juga dapat digunakan untuk memprediksi pola belanja. Namun hasil survei kepercayaan konsumen biasanya keluar lebih awal daripada indikator-indikator lain. Indeks kepercayaan konsumen juga dimanfaatkan untuk melihat efek suatu kejadian atau kebijakan pemerintah terhadap pola belanja. Peningkatan indeks bisa diterjemahkan sebagai perekonomian masyarakat membaik, dan sebaliknya.

Indeks Kepercayaan Konsumen pada Pemerintah:

Indeks kepercayaan konsumen pada pemerintah disusun berdasarkan survei yang dilakukan bersamaan dengan survei kepercayaan konsumen. Responden diminta menilai kemampuan pemerintah dalam memperbaiki perekonomian, menstabilkan harga, menyediakan infrastruktur, menjaga keamanan, dan menegakkan hukum.

Hasil survei ditampilkan dalam bentuk indeks difusi dan disesuaikan ke tahun dasar perhitungan (di-rebase) dengan membuat indeks rata-rata pada 2003 sama dengan seratus. Indeks di atas 100 berarti masyarakat menilai kinerja pemerintah lebih baik ketimbang kinerja rata-rata pada 2003. Demikian pula sebaliknya.

IKKP dan KomponennyaIndeksPerubahan (%)
Jan-102 tahun1 tahun1 bulan
Memperbaiki keadaan ekonomi97,14,05,2-5,4
Menjaga kestabilan harga76,55,6-9,7-12,8
Menyediakan infrastruktur110,62,2-1,5-4,2
Menjaga keamanan117,62,9-1,40,0
Menegakkan hukum196,21,7-13,3-3,3
IKKP99,61,3-4,14,8

Indeks Kepercayaan Konsumen pada Pemerintah
Terendah Selama Setahun Terakhir

Penurunan indeks kepercayaan konsumen pada pemerintah terus berlanjut dalam lima bulan terakhir. Pada Januari lalu, indeks jatuh ke level 99,6. Ini untuk pertama kalinya indeks berada di bawah 100 selama setahun terakhir. Komponen indeks yang menurun signifikan, yakni yang menunjukkan penilaian responden terhadap kemampuan pemerintah dalam menjaga kestabilan harga dan menegakkan hukum.

Penilaian responden terhadap kemampuan pemerintah menjaga stabilitas harga turun selama tiga bulan terakhir. Pada Januari, indeks komponen berada di level 76,5, terendah selama setahun terakhir. Kenaikan harga beberapa bahan kebutuhan pokok, seperti beras dan gula, merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi penurunan indeks. Masyarakat juga skeptis terhadap kemampuan pemerintah menjalankan penegakan hukum. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan indeks Januari yang berada di posisi 96,2, jatuh di bawah level 100. Padahal Agustus tahun lalu indeks ini masih mencapai 127,9. Artinya, dalam lima bulan terakhir melemah 24,9 persen.

Coincident dan Leading Economic Index
Perekonomian Tetap Cerah

Coincident economic index-menggambarkan tingkat aktivitas perekonomian terbaru-pada Desember 2009 naik menjadi 110,2 dari bulan sebelumnya 109,1. Hal ini berarti tren kenaikan CEI sejak Maret 2009 terus berlanjut, mengindikasikan aktivitas perekonomian meningkat. Pengujian saksama menggunakan metode sequential signaling method menunjukkan CEI mencapai titik terendah pada Februari 2009. Artinya, perlambatan aktivitas perekonomian yang terjadi sejak Juli 2008 telah berakhir pada Februari 2009. Dan sejak Maret 2009 hingga sekarang berada dalam fase ekspansi.

Peningkatan perekonomian setahun terakhir dimotori konsumsi pemerintah dan rumah tangga. Konsumsi pemerintah berasal dari stimulus fiskal yang diluncurkan untuk menekan dampak krisis ekonomi global. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga ditopang oleh perbaikan daya beli masyarakat. Penurunan suku bunga acuan alias BI Rate diikuti penurunan suku bunga simpanan mendorong masyarakat membelanjakan duitnya.

Ke depan prospek perekonomian diperkirakan masih cerah, tecermin dalam leading economic index yang cenderung naik sejak Desember 2008 hingga kini. Membaiknya ekonomi dunia dari resesi dan penurunan suku bunga kredit diperkirakan mendorong kenaikan ekspor dan investasi. Hal itu tentu akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Coincident dan Leading Economic Index:

Coincident economic index menggambarkan keadaan ekonomi saat ini. Disusun menggunakan lima data ekonomi: impor, penjualan mobil, konsumsi semen, suplai uang, dan penjualan eceran. Lima data itu dipakai karena secara statistik dapat menjelaskan pergerakan perekonomian saat ini. Gabungan informasi kelima data itu pun menggambarkan keadaan ekonomi secara keseluruhan.

Penurunan coincident index menggambarkan aktivitas perekonomian yang turun, begitu pula sebaliknya. Coincident index yang turun tiga kali berturut-turut menandakan ada masalah dalam perekonomian yang perlu diwaspadai. Jika turun terus-menerus dengan tajam menandakan ekonomi sedang resesi.

Leading economic index adalah indeks yang bergerak 6-12 bulan mendahului coincident index. Dengan kata lain, leading index menggambarkan arah pergerakan ekonomi 6-12 bulan mendatang. Leading index disusun menggunakan tujuh data ekonomi: izin mendirikan bangunan, kedatangan turis asing, persetujuan investasi asing, nilai tukar rupiah riil, indeks harga saham gabungan, ekspor, dan inflasi di sektor jasa.

Tren leading index yang naik menunjukkan prospek ekonomi yang cerah, sedangkan tren menurun menunjukkan prospek ekonomi memburuk. Kombinasi coincident dan leading index dapat digunakan untuk menentukan posisi ekonomi dalam siklus bisnisnya.

Komponen CEI dan LEIOkt 09Nov 09Des 09
Coincident Economic Index (CEI)109,1109,1110,2
Indeks penjualan mobil dalam negeri149,7151,2154,5
Indeks konsumsi semen154,9148,5168,8
Indeks nilai riil impor157,3152,9164,0
Indeks nilai riil jumlah uang beredar (M1)188,8190,7194,3
Indeks penjualan retail71,072,773,1
Leading Economic Index (LEI)113,8113,1113,7
Indeks izin mendirikan bangunan69,371,566,3
Indeks jumlah turis mancanegara135,1125,1132,7
Indeks persetujuan investasi asing259,8259,1266,3
Indeks nilai tukar efektif riil109,6112,8115,0
Indeks harga saham gabungan396,0399,5394,2
Indeks nilai riil ekspor219,7188,0224,3
Indeks harga konsumen sektor jasa2,432,422,41

Indeks Sentimen Bisnis

Indeks Sentimen Bisnis

Mei 09Jul 09Sep 09Nov 09
118,6130,2133,8133,2

Indeks Situasi Sekarang

Mei 09Jul 09Sep 09Nov 09
104,2119,4119121,1

Indeks Ekspektasi

Mei 09Jul 09Sep 09Nov 09
133,1141,0148,4145,4

Kondisi Saat Ini

BurukNormalBaik
29,1%47,5%23,4%

Kondisi 6 Bulan Mendatang

BurukNormalBaik
13,0%43,4%42,4%

Sumber: Danareksa Research Institute

Indeks Sentimen Bisnis
Pebisnis Masih Optimistis

Indeks sentimen bisnis sedikit terkoreksi pada Oktober-November 0,5 persen menjadi 133,2. Penyebabnya, penurunan indeks ekspektasi yang mengukur sentimen pebisnis terhadap perekonomian dan bisnis dalam enam bulan ke depan. Indeks ini turun 2,2 persen menjadi 145,4. Sebaliknya, indeks situasi sekarang justru naik 1,8 persen menjadi 121,1. Artinya, kepercayaan pebisnis terhadap iklim bisnis saat ini meningkat, tapi optimisme terhadap prospek di masa mendatang sedikit berkurang.

Kekhawatiran para pebisnis terhadap perekonomian nasional perlahan berkurang. Kendati kurang dari 100, indeks yang terkait naik 5,5 persen menjadi 94,3. Survei Oktober-November menunjukkan bahwa 23,4 persen CEO yang disurvei menyatakan perekonomian Indonesia makin baik. Sekitar 29,1 persen menyatakan perekonomian memburuk. Lainnya, 47,5 persen, menilai perekonomian normal. Para CEO melaporkan, keadaan bisnis mereka saat ini meningkat (indeks naik 2,4 persen menjadi 142,7).

Optimisme pebisnis terhadap prospek ekonomi Indonesia mendatang menyusut pada survei Oktober-November. Indeks yang terkait turun ke 129,4 dari 135,8 pada survei periode sebelumnya. Toh, mereka tetap yakin pada prospek bisnis dalam tiga sampai enam bulan mendatang. Mayoritas CEO yang disurvei (63,6 persen) yakin bisnis di masa mendatang akan membaik. Cuma 5,7 persen yang ragu-ragu. Tapi soal pertumbuhan penjualan dan laba diperkirakan akan sedikit melambat.

Pada survei Oktober-November, tingkat kepercayaan CEO terhadap pemerintah menurun. Indeks sentimen bisnis terhadap pemerintah turun 7,3 persen ke level terendah sepanjang enam bulan terakhir, di posisi 116,4. Empat komponen pembentuk indeks ini adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan suasana aman dan teratur, menyediakan fasilitas umum, serta menegakkan hukum. Hanya satu komponen yang naik, yakni kepercayaan terhadap pemerintah dalam mengendalikan harga (naik 3,4 persen menjadi 125,0).

Indeks Sentimen Bisnis:

Indeks disusun berdasarkan survei terhadap sekitar 700 CEO atau direktur perusahaan-perusahaan besar dari berbagai sektor, antara lain konstruksi, pertanian, keuangan, transportasi dan komunikasi, manufaktur, perdagangan, hotel dan restoran, jasa, dan lain-lain (pertambangan). Cara pengambilan sampel menggunakan metodologi statistik untuk merepresentasikan penilaian direktur-direktur perusahaan dari berbagai sektor yang ada di Indonesia secara akurat.

Interpretasi indeks cukup sederhana: jika angka indeks di bawah 100, dapat dikatakan bahwa respons negatif (pesimistis) melebihi jumlah respons positif (optimistis). Indeks yang turun menggambarkan keadaan bisnis yang memburuk, dan sebaliknya. Indeks dirancang untuk mengukur penilaian pelaku bisnis terhadap keadaan perusahaan mereka masing-masing, keadaan sektor industri yang digeluti, dan keadaan ekonomi serta bisnis mereka secara umum, baik pada waktu sekarang maupun ekspektasi mereka pada enam bulan mendatang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus