Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penjualan mobil di Indonesia sepanjang 2024 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Ekonom Raden Pardede mengatakan insentif pemerintah memikat pembeli tidak cukup untuk mendongkrak angka penjualan mobil di pasar domestik. Raden menilai insentif seperti subsidi pajak penjualan barang mewah (PPnBM) hanya stategi pemasaran yang bersifat sementara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebetulnya yang utama adalah daya beli. Kalau dilanjut adalah kemampuan daya beli dari kelas menengah," ujar Raden dalam acara bertajuk Prospek Industri Otomotif 2025 dan Peluang Insentif dari Pemerintah di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa, 14 Januari 2025. Raden berpendapat kendati ada insentif, kelas menengah tidak mampu menjangkau harga mobil karena daya beli mereka melemah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, berkurangnya masyarakat kelas menengah jadi salah satu penyebab melemahnya daya beli seperti laporan Badan Pusat Statistik (BPS). Sebelumnya, BPS mengumumka jumlah penduduk kelas menengah menurun drastis dari 57,33 juta orang pada 2019, menjadi 47,85 juta orang pada 2024. Artinya, ada sekitar 9,48 juta orang yang keluar dari kategori kelas menengah dan turun ke kategori lebih rendah.
Raden berujar kelompok ekonomi menengah mengalami penurunan produktivitas sehingga berakhir turun kelas. Padahal menurutnya, kelas menengah merupakan mesin penggerak di sektor otomotif sekaligus properti. "Karena kemampuan mereka belanja sangat besar sekali," ujarnya memberi alasan.
Kelompok kelas menengah mencakup masyarakat dengan pengeluaran berkisar Rp2.040.262 sampai Rp9.909.844 per kapita per bulan pada 2024. Jumlah itu ditentukan oleh standar Bank Dunia soal kelas menengah dengan perhitungan 3,5-17 kali garis kemiskinan suatu negara..
Selain daya beli, Raden juga menyebutkan faktor-faktor penghambat pasar mobil berkembang. Raden mengurai faktor itu di antaranya melambatnya pertumbuhan produk domestik bruo, inflasi tinggi, nilai tukar mata uang asing, suku bunga, keterbatasan pembiayaan, dan regulasi pemerintah.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia mencatat angka penjualan mobil tahun 2024 (year on year) mencapai 865.723 unit. Sementara pada tahun 2023 mobil yang terjual lebih tinggi yaitu 1.005.802 unit. Sebelumnya penurunan penjualan mobil juga dibenarkan oleh Kementerian Perindustrian.
"Ada sedikit penurunan sekitar 15-16 persen," ujar Direktur Jenderal Industri, Logam, mesin, Transportasi dan Elektronika (ILEMATE) Setia Diarta pada Selasa. Setia mengatakan faktor utama yang menyebabkan penjualan di industri otomotif turun adalah pelemahan daya beli masyarakat dan kenaikan suku bunga pada kredit kendaraan bermotor.
Akibatnya, itu berdampak negatif pada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Ia mengestimasi PDB otomotif menurun sebesar Rp 4,21 triliun pada 2024. Kemenperin mengusulkan insentif pajak penjualan barang mewah dan relaksasi pemberlakuan Opsen pajak di 25 provinsi di Indonesia untuk menyiasati tantangan industri otomotif 2025.