Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perkara kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex memasuki babak baru. Dalam sidang di Pengadilan Niaga Semarang, Jawa Tengah, pada 30 Januari lalu, para kreditur memberi waktu selama 21 hari bagi Tim Kurator untuk berdiskusi dengan debitur soal skema going concern atau pemberesan aset Sritex. Hasil pertemuan tersebut akan disampaikan Tim Kurator pada Jumat, 28 Februari 2024 pukul 09.00 WIB di Pengadilan Niaga Semarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dihubungi pada Jumat, 21 Februari 2025, perwakilan Tim Kurator, Denny Ardiansyah, mengatakan timnya telah bertemu dengan manajemen Sritex. “Kurator akhirnya sudah berkomunikasi dan bertemu dengan owner,” kata Denny.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim kurator kepailitan mencatat ada 1.645 kreditur yang tercatat dalam daftar piutang tetap (DPT) terhadap PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) alias Sritex. Dari total tagihan utang Rp 35,7 triliun, tim kurator hanya mengakui ada Rp 29,8 triliun.
Dalam situs Tim kurator Sritex yang dilihat Tempo, DPT itu tercatat di 140 lembar halaman. “Daftar piutang tetap para kreditur kami pasang di laman tim kurator Sritex maupun di papan pengumuman Pengadilan Niaga Semarang," kata salah satu kurator Denny Ardiansyah di Semarang, pada Sabtu kemarin, seperti dikutip Antara.
Dalam daftar piutang tetap tersebut tercatat 94 kreditur konkuren, 349 kreditur preferen, serta 22 kreditur separatis. Kreditur preferen total tagihan Rp 619 miliar, separatis Rp 919 miliar, dan konkuren sebesar Rp 28,3 triliun.
Adapun tagihan yang telah diakui oleh kurator antara lain dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo yang mencapai Rp 28,6 miliar. PT Sritex juga tercatat memiliki tanggungan utang kepada Bea Cukai Surakarta sebesar Rp 189,2 miliar. PT PLN Jawa Tengah-DIY sebagai kreditur konkuren juga mencatatkan tagihan Rp 43,6 miliar.
Pengadilan Niaga Semarang menetapkan empat perusahaan di bawah naungan Grup Sritex, yaitu PT Sri Rejeki Isman, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya, pailit karena gagal membayar utang kepada kreditor mereka. Vonis pailit jatuh setelah pemasok mereka, PT Indo Bharat Rayon, menggugat Sritex lantaran tak membayar utang.
Total utang Sritex saat itu mencapai Rp 26,02 triliun. Utang mereka ke Indo Bharat sendiri hanya Rp 101,31 miliar per Juni 2024 atau 0,38 persen. Namun keterlambatan pembayaran utang itu berakibat fatal setelah perusahaan mengikat homologasi dengan para kreditor, yang membuat mereka otomatis jatuh pailit.
Sritex melawan vonis tersebut dengan mengupayakan banding. Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Sritex pada 18 Desember 2024.
Pilihan Editor: Calon Penyelamat Sritex: Haji Isam hingga Danantara