Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia atau BI Perry Warjiyo mengatakan bank sentral terus menempuh berbagai langkah penguatan bauran kebijakan. Sedikitnya ada lima langkah yang diambil oleh BI untuk menguatkan baruan kebijakan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Langkah pertama, kata Perry, adalah dengan memperkuat kebijakan nilai tukar rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar. "Dan mendukung pengendalian inflasi dengan tetap memperhatikan bekerjanya mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya," ujarnya dalam keterangan tertulis pada Kamis, 23 Juni 2022.
Kedua, BI mempercepat normalisasi kebijakan likuiditas dengan meningkatkan efektivitas pelaksanaan kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) dan Operasi Moneter Rupiah.
Ketiga, melanjutkan kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman pada komponen Overhead SBDK.
Keempat, Bank Indonesia melanjutkan masa berlaku kebijakan tarif sistem kliring nasional BI (SKNBI) sebesar Rp 1 dari Bank Indonesia ke bank dan maksimum Rp 2.900 dari bank kepada nasabah dari semula berakhir 30 Juni 2022 menjadi sampai dengan 31 Desember 2022.
"Guna meningkatkan efisiensi biaya dan aktivitas ekonomi masyarakat serta memudahkan transaksi keuangan dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi," ujarnya.
Kelima, memperkuat kebijakan internasional dengan memperluas kerja sama cross border payment connectivity, fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.
Selain itu,BI bersama Kementerian Keuangan menyukseskan enam agenda prioritas jalur keuangan Presidensi Indonesia pada G20 tahun 2022.
Langkah penguatan bauran kebijakan seiring dengan keputusan Rapat Dewan Gubernur BI atau RDG BI pada 22-23 Juni 2022. RDG BI memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25 persen.
"Keputusan ini sejalan dengan perlunya pengendalian inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar," kata Perry.
Dia mengatakan keputusan itu juga tetap mendukung pertumbuhan ekonomi, di tengah naiknya tekanan eksternal terkait dengan meningkatnya risiko stagflasi di berbagai negara.
Ke depan, kata Perry, Bank Indonesia memperkirakan ketidakpastian ekonomi global masih akan tinggi seiring dengan makin mengemukanya risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan inflasi global. "Termasuk sebagai akibat dari makin meluasnya kebijakan proteksionisme terutama pangan, yang ditempuh oleh berbagai negara."
Baca: Pesawat Susi Air Kecelakaan di Papua, 6 Penumpang Selamat
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini