Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Kemenkeu mengimbau wajib pajak untuk segera melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) sebelum batas waktu yang telah ditentukan. Lantas, apa yang terjadi jika tidak lapor SPT Tahunan?
SPT Tahunan adalah alat yang digunakan oleh setiap wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak, objek pajak, bukan objek pajak, serta harta dan kewajiban lainnya, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Dalam pelaksanaannya, pelaporan SPT Tahunan dapat dilakukan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) maupun secara online. Batas waktu pelaporan SPT tahunan bagi wajib pajak pribadi adalah 3 bulan setelah tahun pajak berakhir dan 4 bulan setelah wajib pajak berakhir bagi wajib pajak badan.
Di samping itu, ada denda yang berlaku bagi wajib pajak yang tidak melaporkan SPT Tahunan. Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), jika seseorang tidak melaporkan SPT Tahunan, akan dikenakan sanksi administrasi sebesar Rp 100.000 untuk wajib pajak orang pribadi dan Rp 1.000.000 untuk wajib pajak badan.
Masih merujuk aturan yang sama, apabila kurang bayar pajak SPT Tahunan, akan diberi sanksi berupa bunga sebesar 2 persen per bulan, dihitung dari batas waktu penyampaian SPT. Pada Pasal 39 menjelaskan secara gamblang bahwa kesengajaan tidak lapor SPT Tahunan atau menyampaikan informasi tidak benar maupun tidak lengkap dianggap merugikan negara.
Karena itu, wajib pajak akan memperoleh sanksi pidana paling singkat 6 bulan dan terlama 6 tahun. Serta pelunasan denda minimal 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Meski demikian, ada beberapa orang yang tidak terkena denda dan sanksi administrasi dari Ditjen Pajak meski belum melaporkan SPT Tahunan. Pengecualian ini diberikan untuk beberapa alasan.
Menurut Pasal 7 Ayat 2 UU KUP, mereka yang dibebaskan dari denda dan sanksi administrasi adalah orang pribadi yang telah meninggal dunia atau tak lagi melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Kemudian orang pribadi yang berstatus warga negara asing yang sudah tidak tinggal di Indonesia.
Pengecualian juga berlaku bagi badan usaha yang tidak lagi melakukan kegiatan usaha di Indonesia atau badan usaha asing yang tak lagi melakukan kegiatan usaha di Indonesia, tapi belum dibubarkan sesuai peraturan yang berlaku. Termasuk bendahara yang sudah tidak melakukan pembayaran.
Pasal 7 Ayat 2 UU KUP juga mencakup wajib pajak yang terkena bencana yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Di dalam PMK ini, pengecualian diberikan kepada wajib pajak pribadi atau badan yang menjadi korban kerusuhan massal, musibah kebakaran, ledakan bom atau serangan terorisme.
Pengecualian juga diberikan bagi wajib pajak yang mengalami perang antarsuku dan mengalami kegagalan sistem komputer administrasi penerimaan negara atau perpajakan.
MEUTIA MURTI DEWI | WINDA OKTAVIA
Pilihan Editor: Cara Mengajukan Permohonan Golongan Tidak Wajib Lapor SPT Tahunan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini