Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Arus Berita Yang Timpang

Sejumlah redaktur berdiskusi & membuat laporan ke Unesco. Dikatakan, telah terjadi ketimpangan yang gawat dalam arus informasi antara negara berkembang dan negara maju. (md)

11 November 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJUMLAH redaktur, antara lain dari l'Express (Perancis), Time (AS), The Statesmen (India) dan TEMPO (Indonesia), telah diminta untuk berdiskusi dalam suatu kelompok. Tugas kelompok ini ialah menyusun laporan tentang Arus Berita Internasional. The Twentieth Century Fund, satu yayasan riset di New York, yang membentuk kelompok diskusi itu menerbitkan laporan itu dalam satu buku kecilnya baru-baru ini. Jelas pesannya ditujukan juga ke UNESCO yang sedang hendak membikin deklarasl tentang media massa. Laporan itu mencatat adanya ketimpangan serius dalam arus informasi antara negara-negara berkembang dan yang sudah maju. Ini bisa diatasi dengan memperbaiki mutu informasi dan menambah kwantitas berita dari Dunia Ketiga di Media Barat, baik yang cetak ataupun elektronik. Tapi banyak ketimpangan itu juga karena adanya kecenderungan semua kawasan, negara dan suku bangsa ke arah ethnocentricity. Umpamanya, kalangan negara Dunia Ketiga sendiri diketahui sedikit saja berminat mengenai berita negara Dunia Ketiga lainnya. Adanya distorsi, kekeliruan, dalam laporan pers Barat, biasanya memang tidak karena disengaja, tapi karena adanya perbedaan kebudayaan. Maka sebaiknya kaum wartawan, terutama gatekeepers (pimpinan redaksi) supaya membuat diri tambah mengerti soal kebudayaan dan kondisi di negara berkembang. Tapi semua itu meminta kebebasan bergerak dan melaporkan. Dicatat pula ada suara Dunia Ketiga yang menginginkan "suatu orde penerangan baru" yang justru hendak membatasi arus informasi di seluruh dunia. Tentang kemerdekaan pers diakui masih rapuh, malah juga di Barat, hingga tidaklah realistis untuk menterapkannya di mana-mana dalam satu rumus. Esensi dari arus informasi yang bebas, seperti dimengerti di Barat, ialah supaya melayani publik, bukan pemerintah. Sebaliknya, rezim otoriter mau mengekang informasi dengan dasar bahwa kepentingan warganegara dianggapnya sinonim dengan kepentingan negara. Dalam menghadapi dua pendirian itu, banyak negara Dunia Ketiga menempuh jalan tengah. Diusulkan supaya dibentuk suatu badan swasta yang terdiri atas kaum jurnalis bebas dan para ahli komunikasi dari negara-negara berkembang maupun maju untuk memonitor, menilai, dan melaporkan saran yang berhubungan dengan arus informasi yang bebas dan seimbang. Sifatnya sementara, tidak lebih dari dua tahun, untuk menilai kerja UNESCO dalam hal komunikasi serta laporan badan lainnya yang sama. Boleh ia diberi nama Ad Hoc Committee for the International Flow of News. Di samping itu, disetujui gagasan untuk membentuk Multinational News Aency (MNA), yang dibantu oleh berbagai kantor-berita dari negara-negara maju dan berkembang. Gagasan itu dicanangkan di Konperensi Kairo 1978 tentang media internasional. MNA tidak akan bersaing dengan operasi kantor berita yang ada, tapi bertindak sebagai pusat penyalur atau jembatan kerjasama para wartawan dari dua Dunia itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus