Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Aspebindo Usulkan Tarif Royalti Dinamis untuk Minerba

Aspebindo mengusulkan penerapan skema tarif royalti yang dinamis untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor batu bara dan mineral.

17 Maret 2025 | 08.48 WIB

Kapal tongkang memuat batu bara di Sungai Mahakam, Samarinda, Kalimantan Timur, 12 Maret 2025. Antara/M Risyal Hidayat
material-symbols:fullscreenPerbesar
Kapal tongkang memuat batu bara di Sungai Mahakam, Samarinda, Kalimantan Timur, 12 Maret 2025. Antara/M Risyal Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) mengusulkan penerapan skema dynamic tariff untuk tarif royalti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor batubara dan mineral. Usulan ini sebagai respons atas rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang akan menaikkan tarif royalti PNBP komoditas tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakil Ketua Umum Aspebindo, Fathul Nugroho, menyatakan bahwa kenaikan royalti perlu mempertimbangkan kondisi industri pertambangan yang tengah menghadapi tantangan berat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"PNBP royalti batubara sebelumnya sudah naik 50-100 persen melalui PP No. 26 Tahun 2022. Jika kembali dinaikkan, ini akan semakin membebani pelaku usaha di tengah meningkatnya mining cost, harga BBM yang tinggi, serta harga komoditas yang saat ini berada di level terendah dalam lima tahun terakhir," ujarnya dalam keterangan tertulis, Ahad, 16 Maret 2025.

Khusus untuk komoditas mineral, Aspebindo menyoroti rencana kenaikan tarif royalti yang mencapai tiga kali lipat, seperti bijih tembaga dari 5 persen menjadi 17 persen, nikel matte dari 2 persen menjadi 6,5 persen, dan feronikel dari 2 persen menjadi 7 persen. Menurut Fathul, kenaikan signifikan ini berpotensi menghambat investasi di sektor pertambangan dan pengolahan mineral.

"Aspebindo mengusulkan agar kenaikan tarif dilakukan bertahap dan maksimal 100 persen dari tarif yang berlaku saat ini, agar perusahaan tambang dan smelter memiliki waktu untuk beradaptasi," kata Fathul. Ia juga memperingatkan bahwa kenaikan yang terlalu tinggi dapat menggerus margin perusahaan di tengah fluktuasi harga komoditas dan berisiko menurunkan permintaan pasar akibat lonjakan harga jual.

Sebagai solusi, Aspebindo mengajukan konsep dynamic tariff, yaitu mekanisme tarif royalti yang mengikuti pergerakan harga komoditas. "Jika harga naik, tarif royalti bisa ikut naik dengan formula tertentu yang ditetapkan pemerintah. Sebaliknya, saat harga turun, tarif royalti juga ikut turun agar industri tetap memiliki margin usaha yang sehat," tuturnya.

Aspebindo juga mendorong pemerintah untuk melakukan sensitivity analysis guna menemukan keseimbangan antara kenaikan tarif royalti, permintaan pasar, dan margin usaha industri. "Kami berharap kebijakan ini menghasilkan win-win solution bagi pemerintah dan pelaku usaha, serta tetap menarik bagi investor," ujarnya. 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus