Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berita Tempo Plus

Capaian Pembangunan Berkelanjutan Indonesia Dinilai Rendah

Infid merilis kajian perihal perspektif masyarakat mengenai capaian SDGs Indonesia. Capaian energi bersih dan pengurangan ketimpangan mendapat skor terendah. 

16 September 2022 | 00.00 WIB

Warga berjalan di Jalan Jend Sudirman, Jakarta, 6 Juni 2022. TEMPO/Subekti
Perbesar
Warga berjalan di Jalan Jend Sudirman, Jakarta, 6 Juni 2022. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – International NGO Forum on Indonesian Development (Infid) merilis kajian perihal perspektif masyarakat mengenai capaian 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) yang berfokus pada isu ekonomi, sosial, lingkungan, dan tata kelola.

Program Officer SDGs Infid, Angelika Fortuna, mengatakan lembaganya bekerja sama dengan Action for Sustainable Development dalam menyusun Rapid Assessment “PeopleScorecard 2022” untuk memberi gambaran implementasi dan tren SDGs Indonesia pada periode 2021-2022.

Riset tersebut menggunakan metode penelitian kualitatif yang diawali dengan survei terhadap 66 responden dari perwakilan lembaga masyarakat sipil (civil society organization/CSO). Komposisi responden terdiri atas 47 persen perempuan dan 53 persen laki-laki. Sebanyak 52 persen di antara responden merupakan pengambil kebijakan dan sisanya pelaksana program.

Penelitian diakhiri dengan ulasan para pakar. Terdapat 10 indikator analisis yang dikelompokkan pada tiga bidang, yaitu kebijakan publik, kapasitas kelembagaan, dan tata kelola pemerintah yang inklusif. Selanjutnya dilakukan analisis per pilar, antara lain pembangunan sosial, pembangunan lingkungan, pembangunan ekonomi, serta pembangunan hukum dan tata kelola.

Menurut Angelika, para responden menilai upaya untuk mencapai SDGs di Indonesia masih tergolong rendah dengan rata-rata skor 39 persen. Selain itu, masih ada kekurangan pembiayaan SDGs sekitar Rp 14 ribu triliun. “Soal kapasitas kelembagaan, responden menilai implementasi SDGs hanya sampai level provinsi, belum ke level kabupaten atau kota,” ujar dia dalam konferensi pers, kemarin.

Listyowati dari Yayasan Kalyanamitra menimpali, untuk bidang tata kelola pemerintahan yang inklusif, mekanismenya dianggap kurang maksimal serta pengetahuan dan partisipasi bermakna dari kelompok masyarakat sipil masih minim. “Tingkat pengetahuan mengenai SDGs hanya 30 persen. Mayoritas masyarakat umum belum memahami SDGs dan substansinya,” kata dia.

Survei ini juga menyebutkan responden memandang tujuan SDGs yang mendapat nilai tertinggi adalah tujuan 4 (pendidikan bermutu) dan tujuan 5 (kesetaraan gender). “Namun CSO menilai implementasinya hanya maksimal di tingkat nasional. Sedangkan dampaknya belum terasa signifikan di daerah. Dampak pilar pembangunan sosial belum merata ke masyarakat luas,” kata Angelika.

Dia mengungkapkan, implementasi SDGs memusatkan perhatian pada kepentingan anak-anak, perempuan, serta penyandang disabilitas yang rentan dan tertinggal dalam pembangunan. Masih banyak daerah, tutur dia, yang belum menerapkan standar pelayanan minimal terkait dengan aksesibilitas dan infrastruktur. Selain itu, partisipasi pemerintah dengan kelompok disabilitas masih sektoral dan organisasi disabilitas belum dilibatkan dalam proses perencanaan, penganggaran, serta sistem informasi disabilitas yang terpadu.

Energi Bersih dan Pengurangan Ketimpangan Mendapat Skor Terendah

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus