DIAM-diam, persaingan antara TVRI dan televisi swasta -- RCTI Jakarta dan SCTV Surabaya -- sedang berlangsung. Walau para pengelola siaran televisi itu tak pernah menyebutkan adanya persaingan dan mereka selalu berbicara soal kerja sama, tanda-tanda ke arah itu tampak sejak awal Oktober lalu. Yakni tatkala TVRI memperkenalkan acara siaran yang baru, sekaligus memajukan siarannya satu jam lebih awal. Perubahan acara siaran di TVRI sebenarnya rutin. Dilakukan dua kali dalam setahun, setiap awal April dan awal Oktober. Bahwa kali ini disertai dengan menambah jam siaran, itu yang tidak biasa. Padahal, untuk satu jam siaran saja dibutuhkan dana lebih dari Rp 10 juta. Dana dari mana? "Saya belum tahu," kata Direktur Televisi Ishadi kepada wartawan TEMPO Kelik M. Nugroho di Surabaya. Menambah jam siaran ini, menurut Ishadi, sangat mendesak. Lebih-lebih akan ada pelajaran bahasa Arab dan Prancis. "Kalau acaranya bertambah terus tetapi jam siarannya tetap, kan tak mungkin," katanya. Kedua bahasa asing itu memang belum tampak di layar televisi. Namun, pemirsa TVRI sudah melih~at "kemajuan" yang lain sejak 1 Oktober lalu. Misalnya, banyaknya film cerita lepas. Sebelum Oktober, TVRI hanya menayangkan tiga film cerita seminggu -- termasuk film akhir pekan -- kini hampir setiap malam ada film cerita. Yang menarik adalah TVRI memutar kembali paket musik Barat. Lihatlah pemutaran Telstar yang disiarkan seusai Berita Nasional, 2 Oktober lalu. Dan siaran ini ternyata wajib relay di daerah-daerah. Banyak orang di Surabaya, konon, kaget dan bingung memilih saluran: ke TVRI atau ke SCTV yang kala itu menyiarkan film komedi Jefferson. Acara film, musik, drama -- termasuk sinetron -- dan kuis agaknya menjadi primadona dalam siaran televisi di Indonesia. Pengelola televisi swasta menyadari betul hal ini. RCTI, misalnya, sudah berhasil membuat kuis keluarga dan membuat paket-paket musik dalam negeri -- tak cuma asal impor. ~Hanya sinetron yang belum dibuat RCTI dan karena itu di sini TVRI menang. Cuma saja, paket musik TVRI selama ini kurang menghibur masyarakat perkotaan dan karena itu sajian sejenis Telstar akan diputar dua kali sebulan. "Apa salahnya menayangkan lagu-lagu Barat. Kita sekarang sampai pada kesimpulan, lagu Barat sejauh tidak ekstrem, tidak apa-apa," kata Ishadi. Rupanya, TVRI lebih serius membenahi acara musiknya. Nada dan Irama serta Simponi Indonesia tergusur dari belantika musik TVRI. Sementara itu, acara Chandra Kirana, sajian musik yang diasuh Diah Iskandar, dijamin tetap lengket di TVRI. Semula terbetik kabar, Diah membawa paketnya itu ke RCTI. Namun, menurut Ishadi, Diah sudah membantah kabar itu. "Dia malah ingin menemui saya," kata Ishadi. Acara musik TVRI yang lain seperti Aneka Safari, Selekta Pop, Musik Masa Kini, dan Panggung Gembira tetap dipertahankan dengan catatan acara-acara itu dipindahkan harinya. Dulu diputar Selasa-Jumat, kini dipindah ke Sabtu-Senin. Penayangan film seri di TVRI semuanya dilangsungkan sebelum Dunia Dalam Berita, pukul 21.00 WIB. Perubahan ini terkesan untuk "menyaingi" siaran RCTI maupun SCIV. Misalnya, setiap Senin, ketika RCTI menyiarkan Who's the Boss dan Miami Vice pada saat yang sama TVRI Programa Nasional (di Jakarta disebut Programa 1) menyiarkan The Bold and The Beautiful. Sementara itu, Programa 2 Jakarta juga menayangkan film seri Charlie Chaplin. Atau setiap Kamis, ketika RCTI menayangkan Airwolf, film seri jenis action yang banyak penggemarnya itu, Programa Nasional TVRI menandinginya dengan ~E.N.G, juga film action yang tak kalah menariknya. Sedangkan film-film seri RCTI yang diputar sesudah berita pukul 21.00 WIB dilawan TVRI dengan film lepas. Setelah itu RCTI masih memutar film lepas sampai dini hari, sedang TVRI mengakhiri siarannya tengah malam. "Kami punya izin siaran 24 jam," kata Humas RCTI Zsa Zsa Yusharyahya kepada Ivan Harris dari TEMPO. Persaingan merebut penonton memang tengah berlangsung. Dalam hal film seri dan film lepas, belum jelas siapa yang unggul. Yang jelas, RCTI kelihatannya mengandalkan kekuatannya di film. Mereka menjalin hubungan langsung dengan pemasok film di berbagai negara seperti Buena Vista dan 20th Century Fox. "Dua tahun sekali kami juga mengikuti International Film Market di Eropa," kata Zsa Zsa. Di situ RCTI bisa memilih film yang bagus agar tetap bisa tampil lebih seronok dari TVRI. Kekalahan RCTI dalam hal sinetron diimban~ginya den~gan siaran langsung liga sepak bola Eropa -- kini sedang berlangsung kompetisi Liga Italia dan Inggris. Televisi swasta ini bahkan bertindak "berani" dengan tidak me-relay Dunia Dalam Berita -- tapi merekamnya untuk disiarkan kemudian -- karena bersamaan dengan siaran langsung sepak bola itu. Sedangkan TVRI terus bersemangat memproduksi sinetron. Kini misalnya dibuat sinetron Siti Nurbaya dalam empat sen. Yang menguntungkan RCTI, ia tampaknya tidak terikat menyiarkan langsung "acara kenegaraan". Ketika peringatan Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober pagi, RCTI malah memutar film Max Havelaar sementara TVRI menyiarkan langsung upacara kenegaraan itu dari Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya. P~~~~~riyono B. Sumbogo dan Putu Setia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini