SETELAH tertunda delapan bulan, Mitsubishi nekat juga meluncurkan Kuda. Padahal pasar mobil masih jeblok, bahkan diduga akan lebih buruk dibandingkan dengan tahun lalu—apalagi kalau tak ada perubahan kebijakan perpajakan. Saingan Mitsubishi, Astra Mobil, dikabarkan sedang berancang-ancang melansir Daihatsu Taruna. Dan pasar mobil keluarga atau multi-purposed vehicle (MPV) jelas akan semakin sesak.
Kuda, mobil proyek bersama Mitsubishi (Jepang), Mitsubishi Motor Philippines Corporation, China Motors Corporation (Taiwan), dan Kramayudha Tiga Berlian Motors, sedianya diluncurkan pertengahan tahun lalu. Namun, krisis yang menghantam Asia pada pertengahan Juli 1997 menyebabkan rencana itu tertunda—karena pasar memang menciut dengan tajam. Tahun lalu, penjualan mobil cuma 58 ribu unit, turun hampir 85 persen dibandingkan dengan penjualan 1997. Pasar mobil keluarga pun ikut anjlok, dari 116 ribu unit pada 1997 menjadi hanya 21 ribu unit pada 1998.
Maka Kuda datang bertanding di lahan yang makin kering. Sebagian pengamat menilai Kuda hanya merepotkan diri sendiri jika ingin menyaingi Kijang dan Isuzu Panther, yang sudah bertahun-tahun menguasai pasar mobil keluarga. Ditilik dari angka-angka penjualannya dalam beberapa tahun terakhir ini, duet Kijang dan Panther memang sulit digoyahkan oleh pemain baru. Kijang masih menguasai sekitar 62-65 persen pasar, sementara Panther sekitar 30 persen.
Hampir tak ada tempat untuk sang pesaing, seperti Mazda M-1400 Vantrend dan Mazda E-2000, yang masuk pasar setelah kedua "jawara" rakitan Astra International tadi. Posisi pasar Mitsubishi L-300 sedikit lebih baik, tapi kendaraan "minibus" itu jarang digunakan sebagai mobil keluarga. Kebanyakan digunakan untuk kendaraan komersial, seperti dipakai oleh agen perjalanan atau untuk angkutan umum. Ternyata kondisi persaingan pasar mobil keluarga di Indonesia ini mirip-mirip dengan di Filipina dan Thailand: Toyota dan Isuzu selalu menempati dua besar.
Kendati demikian, Kramadyudha Tiga Berlian Motors agaknya masih melihat peluang. Menurut direkturnya, Rizwan Alamsjah, pasar mobil keluarga masih memperlihatkan kecenderungan lebih baik dibandingkan dengan jenis lain seperti sedan atau jip. Manajer Pemasaran Toyota Auto 2000, Tam Kim Piauw, menambahkan bahwa pada masa krisis ini ada dua pergeseran dalam masyarakat, yaitu pendapatan yang cenderung menurun dan keinginan untuk menghindari pembelian mobil mewah karena tak ingin disebut tidak toleran. Itu sebabnya, menurut dia, pasar mobil keluarga tetap tumbuh kendati sangat tipis.
Tentu saja asalkan harganya disesuaikan dengan krisis moneter (krismon). Dan Kuda rupanya diterjunkan ke pasar dengan mengalkulasi harga saat krismon tadi. Harga per unitnya (kosong) antara Rp 92 juta dan 110 juta, tergantung tipe yang dipilih konsumen. Dengan harga segitu, Kuda bertempur langsung dengan Kijang dan Panther, yang harganya juga di sekitar Kuda. Sebutlah Kijang yang memajang harga Rp 80 juta-Rp 143 juta. Sedangkan harga Panther berkisar antara Rp 80 juta dan Rp 132 juta. Yang akan membuat langkah si Kuda ini "berat" adalah terbatasnya model dan variasi—sejauh hanya tiga model Kuda yang dipasarkan, semuanya berbahan bakar bensin. Bandingkan dengan Kijang, yang punya 25 variasi model dari dua jenis mesin, bensin dan diesel. Dengan variasi model dan harga yang lebih sedikit, peluang Kuda memang menjadi lebih tipis.
Repotnya lagi, dukungan lembaga pembiayaan juga sudah hampir tidak ada. Perusahaan leasing sudah mulai berguguran dan pembelian mobil dengan kredit nyaris tidak ada. Namun, menurut Rizwan, peluang tetap terbuka. Karena itu, target Mitsubishi, kata Rizwan, tak muluk-muluk. "Asal bisa survive saja sudah bagus. Masih jauhlah kalau kita ingin bicara untung," katanya.
Bagi konsumen, masuknya Kuda dan kemungkinan juga Taruna pada tahun ini tampaknya tidak terlalu banyak berpengaruh. Persaingan di antara merek-merek itu tidak dengan sendirinya menyebabkan harga turun. Yang lebih penting, pemerintah mestinya segera mengubah kebijakan perpajakannya dengan menurunkan pajak seperti dijanjikan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rahardi Ramelan beberapa waktu lalu. Kalangan industri mobil juga lebih setuju bahwa penurunan pajak akan otomatis menurunkan harga. Dengan begitu, volume penjualan bisa didongkrak dan pasar kembali hidup. Itu juga dengan catatan: daya beli masyarakat tidak terus ambruk.
M. Taufiqurohman, Dwi Wiyana, dan Wenseslaus Manggut
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini