TEMPO.CO, Kupang -Presiden RI Joko Widodo alias Jokowi dijadwalkan berkunjung ke Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Kamis, 24 Maret 2022. Salah satu daerah yang akan dikunjungi yakni Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) yang menjadi daerah dengan prevalensi stunting tertinggi.
Angka prevalensi
stunting di Kabupaten Timor Tengah Selatan menurut Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 mencapai 48,3 persen, paling tinggi di Nusa Tenggara Timur.
Karena itu,
Kabupaten Timor Tengah Selatan dipilih sebagai salah satu lokasi dalam kunjungan Presiden Joko Widodo, sebagai bentuk “perhatian penuh” untuk penanganan persoalan angka stunting yang tinggi.
“Rencana kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke Soe, Ibu Kota Kabupaten Timor Tengah Selatan pada Kamis, 24 Maret 2022 menunjukkan kepedulian dan komitmen dari Presiden dan Pemerintah Pusat akan pengentasan persoalan stunting," kata
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo.
Berdasarkan data SSGI 2021,
NTT masih memiliki 15 kabupaten berkategori “merah”. Penyematan status merah tersebut berdasarkan prevalensi stuntingnya masih di atas 30 persen.
Ke-15 kabupaten tersebut adalah Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata dan Malaka. Bersama Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara memiliki prevalensi di atas 46 persen
Sementara sisanya, 7 kabupaten dan kota berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, diantaranya Ngada, Sumba Timur, Negekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang serta Flores Timur. Bahkan tiga daerah seperti Ngada, Sumba Timur dan Negekeo mendekati status merah.
"Tidak ada satupun daerah di NTT yang berstatus hijau yakni berpravelensi stunting antara 10 hingga 20 persen. Apalagi berstatus biru untuk prevalensi stunting di bawah 10 perse," kata dia.
Prevalensi stunting 48,3 persen di Kabupaten Timor Tengah Selatan jika dinarasikan kurang lebih bermakna ada 48 balita stunting di antara 100 balita yang ada di Timor Tengah Selatan.
Secara nasional, Kabupaten Timor Tengah Selatan menduduki pemuncak nomor satu untuk prevalensi balita stunting di antara 246 kabupaten/kota di 12 provinsi prioritas.
Bahkan standar Badan Kesehatan Dunia atau WHO hanya mentoleransi angka prevalensi stunting di kisaran 20 persen. Artinya prevalensi stunting di Timor Tengah Selatan melebihi dua kali standar dari WHO.
Menurut data Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan di 2020 terdapat 37.320 jiwa penduduk miskin ekstrem dari total 455.410 jiwa penduduk. Sementara rumah tangga yang memiliki sanitasi layak baru mencapai 60,04 persen atau 69.602 rumah tangga dan hal ini menjadi penyebab masih rentannya masalah kesehatan di masyarakat.
Menurut Hasto Wardoyo yang juga Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting Nasional, khusus untuk Kabupaten Timor Tengah Selatan diharapkan prevalensi kasus stunting 48,3 persen saat ini dapat menurun menjadi 43,01 persen di akhir 2022 dan melandai di angka prevalensi 36,22 persen di 2023, sehingga di 2024 bisa menuju di angka 29,35 persen.
"Rencananya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan meninjau secara langsung program-program yang dihelat BKKBN dalam percepatan penurunan stunting di Timor Tengah Selatan," katanya.