Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sampoerna Batal Sponsori MU
RENCANA Putera Sampoerna menjadi sponsor utama Manchester United- (MU) melalui perusahaan judi olahraga- miliknya, Mansion, urung jadi kenyataan-. Awal pekan lalu, triliuner bekas juragan rokok itu menghentikan tawarannya lantaran klub sepak bola Inggris itu punya calon lain yang juga dalam proses negosiasi. "Kami tidak menyangka- ada perjanjian ganda," ka-ta David Kinsman-, pemimpin eksekutif Mansion. Tindakan MU ini disebutnya tak profesio-nal.
Dalam kesepakatan sebelumnya, perusahaan ber-basis di Gibraltar itu hendak memasang logo di kostum MU-menggantikan perusahaan telekomunikasi Vodafone-de-ngan nilai kontrak 70 juta pound sterling atau sekitar Rp 1 triliun untuk jangka empat tahun. Jika terwujud, kontrak sponsor ini yang tertinggi di Inggris. Tawaran Putera mengalahkan nilai kontrak Samsung, sponsor klub Chelsea, senilai 50 juta pound sterling.
Kegagalan ini menam-bah- panjang daftar negosi-asi Putera yang batal di te-ngah jalan. Setelah tahun lalu mengantongi US$ 2 miliar atau sekitar Rp 18,6 triliun dari penjualan sahamnya di PT H.M. Sampoerna, Putera diberitakan tertarik membeli ruas jalan tol Cipularang. Ia juga sempat berniat meng-ambil alih PT Kiani Kertas dari tangan Prabowo Subianto. Keduanya tak terwujud.
Citigroup Jual Divisi Reksa Dana
CITIGROUP Securities Indonesia menjual seluruh bisnis pengelolaan aset milik-nya kepada PT Fortis Investment. Menurut presiden- direktur-nya, Frederik Wattimena-, lang-kah ini bagian dari strategi global Citigroup di seluruh dunia, yang hanya akan menjadi agen penjual dan tak lagi mengelola reksa dana.
Adapun total dana investor yang dikelola Citigroup senilai Rp 928,7 miliar. Aset yang dijual itu terdiri dari tiga reksa dana, yakni Citi Reksa Dana Equitas, Citi Reksa Dana Prima, dan Citi Reksa Dana Rupiah Plus. Juni tahun lalu, bisnis asset management Citigroup di negara-negara lain, kecuali Indonesia, juga telah dijual senilai US$ 500 juta ke Legg Mason.
Fortis dipilih karena per-usahaan ini dinilai punya reputasi baik di Indonesia da-lam mengelola reksa dana. Se-lain itu, tak ada Legg Mason di Indonesia. Fortis merupakan "reinkarnasi" dari PT Mees Pierson Finas Investment Management, yang oleng dihajar gelombang pe-narikan dana investor reksa dana besar-besaran.
Mees Pierson tercatat seba-gai pengelola reksa dana ter-be-sar di Indonesia. Total da-na yang dikelolanya per Agus-tus 2003 mencapai Rp 21,8 tri-liun. Sedangkan da-na yang dikelola Fortis sa-at ini baru sekitar Rp 2,2 triliun.
Kredit Longgar Proyek Listrik
PEMERINTAH meminta bank-bank milik negara- memprioritaskan kredit ba-gi pembiayaan proyek-proyek pembangkit listrik berbahan batu bara. "Untuk proyek-proyek khusus bagi kepentingan orang banyak akan diberi kelonggaran," kata Ketua Himpunan Bank Negara, Sigit Pramono, seusai rapat pembiayaan infrastruktur di kantor wakil presiden, Kamis pekan lalu.
Rapat diikuti oleh hampir semua anggota tim ekonomi dan direksi bank-bank nega-ra. Gubernur Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah, turut hadir. Persoalan teknis akan dibicarakan lebih lanjut di bawah koordinasi Menteri Koordinator Perekonomian.Proyek lain yang juga menjadi prioritas adalah pembangun-an jalan tol serta proyek di sektor pertanian dan perkebunan. Kelonggaran itu, antara lain, menyangkut batas maksimum pemberian kre-dit. "Wakil Presiden minta bank-bank membicarakannya dengan BI," kata Sigit-. Namun, bunga yang akan dikenakan tetap mengguna-kan skala komersial, yakni 14-16 persen.
Telkom Lagi-lagi Terlambat
SAMPAI batas akhir 31 Maret lalu, 40 emiten Bursa Efek Jakarta belum memasukkan laporan keuangannya, di antaranya PT Telkom, Texmaco, Great River International, Semen Gresik, dan Indah Kiat Pulp & Paper. Atas pelanggaran ini mereka mendapat surat peringatan dari BEJ. Deputi Menteri BUMN, Roes Aryawijaya, pun telah menegur manajemen Telkom. "Tahun depan harus tepat waktu," katanya.
Keterlambatan Telkom me-laporkan laporan keuangannya terjadi sejak tahun buku 2002, baik ke BEJ maupun ke bursa New York. Keterlambatan terjadi karena laporan harus diaudit kembali. Penyebabnya, format laporan keuangan Telkom tak sesuai dengan ketentuan Pengawas Pasar Modal Amerika Serikat (SEC).
Keterlambatan itu berulang- untuk tahun buku 2003, yang baru diserahkannya pada pertengahan 2004. Akibatnya, Telkom didenda Rp 100 juta. Pada 2004, keterlambatan itu lagi-lagi terulang hingga sekitar satu bulan. n
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo