Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KABAR baik itu akhirnya datang juga. Kenaikan harga barang dan jasa, yang dalam beberapa bulan terakhir melesat bak rem blong, mulai melambat. Laporan Badan Pusat Statistik menyebutkan, tingkat inflasi Maret hanya 0,03 persen.
Itulah inflasi bulanan terendah di-banding-kan dengan Maret dua tahun sebelumnya: 1,91 persen pada 2005, dan 0,36 persen pada 2004. Tingginya inflasi pada Maret tahun lalu itu merupakan buntut keputusan kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak saat itu—rata-rata 29 persen.
Menurut Kepala BPS, Choiril Mak-sum-, rendahnya tingkat inflasi antara- lain berkat deflasi, alias penurunan harga-, kelompok bahan makanan sebesar 0,21 persen. ”Juga akibat penundaan kenaikan tarif dasar listrik,” ujarnya, Senin pekan lalu.
Dengan prestasi itu, tingkat inflasi tahunan (year on year) Maret 2006—ter-ha-dap Maret tahun sebelumnya—juga ha-nya- menyentuh angka 15,74 persen. Angka ini lebih rendah ketimbang inflasi tahunan Januari (17,03 persen) dan Fe-bruari (17,92 per-sen).
Angka ini pun di bawah inflasi sepanjang tahun lalu, 17,11 persen. Apalagi jika dibandingkan de-ngan inflasi pada November silam yang mencapai 18,83 persen, rekor tertinggi selama enam tahun terakhir. Lonjakan itu terjadi setelah tersulut kenaikan harga BBM tahap kedua pada Oktober sebesar 126 persen.
Selang sehari setelah BPS mengumumkan data terbaru inflasi, mata uang rupiah langsung diborong investor-. Akibatnya, kurs rupiah kian perkasa: ditutup pada kurs Rp 9.000 per US$ 1, level tertinggi dalam 17 bulan terakhir-. Optimisme ini keesokan harinya juga menjalar ke bursa saham Jakarta. Indeks men-cetak rekor baru 1.344,600, setelah melonjak 18,15 poin (1,37 persen).
Melihat kondisi rupiah yang kian berotot, kalangan pengusaha langsung berharap Bank Indonesia akan segera mengendurkan likuiditas dengan menurunkan suku bunga. Namun Gubernur BI, Burhanuddin Abdullah, menandaskan bahwa BI rate, yang merupakan patokan suku bunga perbankan, masih- akan dipertahankan pada level 12,75 persen. ”Kami lihat sebulan lagi,” ujar-nya. ”Jika perkembangannya positif, penurunan suku bunga dipercepat.”
Menurut Purbaya Yudhi Sadewa, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, penurunan inflasi itu tak lepas dari langkah pemerintah membatalkan kenaikan tarif dasar listrik. Ia pun melihat- tingkat kepercayaan konsumen terha-dap perekonomian mulai pulih. Hal ini tergambar dari indeks kepercaya-an konsumen bulan lalu, yang naik ke posisi 84,5.
Indeks ini menggambarkan penilaian konsumen terhadap keadaan ekonomi beserta prospeknya. Survei mengguna-kan skala parameter mulai dari nol jika seluruh konsumen pesimistis, hingga 200 jika seluruhnya optimistis.
Hasil survei terakhir ini tentu cukup melegakan buat pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sebab, boleh dibilang indeks terus mengalami tren penurunan semasa kepemimpinannya (sejak Oktober 2004). Indeks bahkan longsor hebat setelah harga BBM dinaik-kan pada Oktober lalu. Indeks tinggal 73,3, yang merupakan posisi terendah sejak survei mulai dilaksanakan pada 1999 silam.
Meski begitu, Yudhi mengingatkan, indeks yang masih berkutat di bawah angka 100 mencerminkan kondisi masyarakat yang masih tertekan. Namun, ia yakin, kepercayaan konsumen akan terus berangsur pulih jika momentum perbaikan ini tetap dijaga.
Dalam laporan riset UBS Inves-tment Research yang dilansir 8 Maret lalu, lembaga survei AC Nielsen juga menyebutkan tingkat konsumsi akan mulai pulih pada kuartal kedua atau awal kuartal ketiga tahun ini. Sa-lah- satu alasannya, tingkat pendapatan- konsumen meningkat setelah pemerintah menaikkan upah buruh minimum dan gaji pegawai ne-geri si-pil 15 persen-, yang di-putuskan awal Ja-nuari la-lu.
Untuk itu, Yudhi berharap pemerin-tah tak terlalu bernafsu melan-carkan berbagai kebijakan baru di bidang ekonomi, yang bisa menimbulkan gejolak masyarakat. ”Sebaiknya ja-ngan diganggu dulu oleh kejutan-kejutan baru,” ujarnya.
Metta Dharmasaputra, Reza Maulana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo