Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keran Impor Beras Dibuka
PEMERINTAH akhirnya membuka keran impor beras. Kebijakan ini diambil untuk menambah cadangan beras nasional yang bulan depan diperkirakan tinggal 920 ribu ton. Kebutuhan stok beras meningkat akibat adanya percepatan penyaluran beras untuk masyarakat miskin menjadi dua kali dalam sebulan atau sekitar 180 ribu ton per bulan. Penambahan stok juga dibutuhkan menjelang Idul Fitri dan Natal.
Dengan impor itu diharapkan stok beras akan tetap berada pada level 1,2 juta ton. Direktur Utama Perum Bulog Widjanarko Puspoyo mengatakan, impor yang diperbolehkan hanya 200 ribu hingga 250 ribu ton sebulan selama dua hingga tiga bulan saja. Beras impor itu pun tidak akan dipasarkan. ”Hanya untuk jaga-jaga stok nasional saja,” katanya.
Rencananya, Indonesia akan mengimpor beras dari Thailand, Vietnam, atau India. Impor akan dilakukan langsung oleh Departemen Perdagangan dengan negara pengekspor. ”Jadi, sifatnya government to government,” kata Widjanarko, ”agar terkontrol.”
Realisasi Moratorium Utang Minim
PROGRAM moratorium alias penangguhan pembayaran utang pemerintah Indonesia senilai US$ 2,7 miliar (sekitar Rp 27,5 triliun) untuk tahun ini baru sebagian kecil yang sudah disepakati. Padahal, tenggat dari kreditor hanya sampai akhir bulan ini. Berdasarkan kesepakatan dengan negaranegara kreditor anggota Paris Club pada 15 Juni silam, utang yang ditangguhkan pembayarannya itu akan digunakan untuk merehabilitasi Aceh dan Nias yang disapu gelombang tsunami.
Menteri Keuangan Jusuf Anwar mengakui, belum semua anggota Paris Club meneken perjanjian moratorium. Yang sudah ditandatangani baru kontrak kesepahaman dengan Amerika Serikat senilai US$ 200 juta. Sedangkan dengan 18 negara anggota Paris Club yang lain baru pada tahap penjajakan bilateral. Penjajakan dilakukan dengan mengundang 18 duta besar negara-negara itu di Jakarta, Selasa pekan lalu. Anggota Komisi Keuangan DPR Dradjad Wibowo menyayangkan minimnya pencapaian pemerintah. Namun, Jusuf optimistis, batas waktu itu tak akan terlampaui.
Silang Pendapat Akuisisi BTN
PRO-kontra rencana akuisisi PT Bank Tabungan Negara Tbk. oleh PT Bank Negara Indonesia Tbk. kini bergulir ke parlemen. Komisi VI DPR yang membidangi perusahaan milik negara menyampaikan penolakan atas rencana itu kepada Menteri Negara BUMN Sugiharto. Selain dinilai tak sesuai dengan rencana induk BUMN, akuisisi dianggap tidak memberi nilai ekonomis.
Sugiharto berpendapat sebaliknya. Ia berkeras menyatakan akuisisi BTN oleh BNI atau bank pelat merah lainnya akan menguntungkan kedua belah pihak. Karena itu, ia pun tak mau ambil pusing dengan penolakan manajemen BTN. ”Kalau tidak salah, masa bakti direksi (BTN) sudah habis,” ujarnya.
Selang dua hari setelah rapat dengan Komisi BUMN, giliran Komisi Keuangan dan Perbankan DPR yang memanggil pemerintah. Menteri Keuangan Jusuf Anwar dan Deputi Menteri BUMN Mahmuddin Yasin menyatakan, rencana akuisisi baru sebatas wacana. Alhasil, pemerintah diminta menghentikan wacana akuisisi BTN.
Orang Terkaya Versi Forbes
BUDI Hartono, pemilik perusahaan rokok Djarum asal Kudus, Jawa Tengah, dinobatkan sebagai salah satu orang terkaya di Asia Tenggara versi majalah Forbes. Budi tahun ini menempati peringkat kesepuluh dengan total kekayaan US$ 2,3 miliar. Ini berarti merosot dua tingkat dibanding tahun lalu. Padahal, nilai kekayaannya meningkat US$ 0,1 miliar.
Peringkat pertama masih ditempati raja gula asal Malaysia, Robert Kuok. Kekayaannya ditaksir mencapai US$ 5,3 miliar. Peringkat kedua ditempati Ananda Krishnan, pengusaha TV kabel dari negeri yang sama dengan total kekayaan US$ 5,1 miliar. Peringkat ketiga ditempati pengusaha real estate asal Singapura, Kwek Leng Beng, dengan jumlah kekayaan US$ 4 miliar.
Pengusaha rokok Gudang Garam, Rachman Halim, yang tahun lalu masuk peringkat empat besar, kini terlempar dari daftar. Jumlah kekayaannya saat itu ditaksir mencapai US$ 2,3 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo