Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri menyiapkan nomor telepon khusus untuk menerima laporan masyarakat. Aduan ini bisa berkaitan dengan kualitas bahan bakar minyak (BBM) hingga praktik yang melenceng di lapangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Simon mengakui nomor tersebut sebagai nomor pribadinya. “Selain kami punya call center di 135, saya juga memberikan nomor khusus saya, yaitu nomor 081417081945,” ujar Simon di Grha Pertamina, Jakarta, Senin, 3 Maret 2025. Nomor tersebut dalam waktu dekat bakal terdaftar di aplikasi percakapan WhatsApp untuk memudahkan masyarakat mengadukan masalah terkait kualitas BBM Pertamina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Inisiatif membuka kanal pengaduan masyarakat ini merupakan buntut dari kasus dugaan korupsi di Pertamina. Kejaksaan Agung menetapkan sembilan tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina.
Dari hasil penyidikan, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Abdul Qohar mengungkapkan temuan adanya kesepakatan jahat antara tiga direktur di sub holding Pertamina.
Mereka, kata Qohar, sengaja menurunkan produksi kilang, seolah-olah tidak bisa menyerap produksi minyak bumi dalam negeri. Pertamina pun menolak menyerap minyak mentah dari KKKS. Mereka beralasan, minyak mentah domestik harganya tidak ekonomis dan kualitasnya tak sesuai dengan kapasitas kilang.
Ini jadi alasan untuk PT KIlang Pertamina Indonesia mengimpor minyak mentah. Juga jadi alasan PT Pertamina Patra Niaga mengimpor BBM—yang dari sisi harga lebih mahal ketimbang Pertamina mengolah minyak mentah sendiri.
Selain itu, dalam proses impor produk kilang, Pertamina Patra Niaga mengklaim membeli BBM dengan nilai oktan atau RON 92. Namun kenyataannya, produk yang mereka beli adalah BBM dengan RON 90 yang kualitasnya lebih rendah. Minyak tersebut kemudian diolah menjadi RON 92. “Hal tersebut tidak diperbolehkan,” ujar Qohar.
Keterangan tersebut memicu spekulasi oplosan BBM RON 92 Pertamina yaitu Pertamax dengan RON 90. Sejumlah pengguna Pertamina terlihat beralih ke merek lain. Fenomena antrean mengular di sejumlah SPBU Shell, Vivo, hingga BP-AKR yang jarang terjadi menjadi salah satu indikatornya.
Sebelum Pertamina bertindak, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan Center of Economic and Law Studies (CELIOS) sudah lebih dulu merespons keresahan masyarakat. Mereka membuka posko pengaduan secara luring bagi masyarakat yang merasa menjadi korban Pertamax oplosan mulai 28 Februari 2025.
“Pos pengaduan ini diperlukan untuk mendalami dan mempelajari dampak yang timbul dari kejadian ini,” kata Direktur LBH Jakarta Fadhil Alfathan. Dengan dibukanya posko ini, dia berharap ada langkah yang dapat ditempuh untuk memulihkan hak masyarakat jik terbukti adanya perbuatan pengoplosan Pertamax.
Jihan Ristiyanti berkontribusi dalam tulisan ini.