Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut mayoritas penduduk kelas menengah Indonesia tinggal di wilayah perkotaan. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan sebanyak 72,89 persen kelas menengah tinggal di perkotaan. Ia juga menyebutkan penduduk menuju kelas menengah (aspiring middle class) yang tinggal di perkotaan sebanyak 58,68 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ternyata mayoritas kelas menengah tinggal di perkotaan sekitar 72,89 persen tinggal di wilayah perkotaan dan lebih dari separuh penduduk menuju kelas menengah atau aspiring middle class itu tinggal di wilayah perkotaan proporsinya sebesar 58,68 persen,” kata Amalia di Gedung BPS, Jakarta Pusat, Jumat, 30 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kelas menengah, kata Amalia, adalah penduduk dengan pengeluaran sebesar Rp 2.040.262-9.909.844 per kapita per bulan atau 3,5-17 kali pengeluaran penduduk miskin. Amalia juga menyebut penduduk menuju kelas menengah perngeluarannya sebesar Rp 874.398-2.040.262 per kapita per bulan atau 1,5-3,5 kali pengeluaran penduduk miskin. Adapun pengeluaran penduduk miskin yaitu kurang dari Rp 582.932 per kapita per bulan.
Selain itu, Amalia menyebut sebanyak 27,11 persen kelas menengah tinggal di wilayah pedesaan. Adapun sebanyak 41,32 persen penduduk menuju kelas menengah yang tinggal di pedesaan.
Sedangkan menurutnya, jumlah penduduk menuju kelas menengah meningkat dalam lima tahun terakhir. Pada 2019 jumlah penduduk menuju kelas menengah yaitu 128,85 juta atau 48,20 persen dari total penduduk. Sementara itu, pada 2024 jumlahnya yaitu 137,50 juta atau 49,22 persen dari keseluruhan penduduk. “Jadi kalau rata-rata pengeluaran kelompok (kelas) menengah dibandingkan sebelum pandemi covid itu meningkat.”
Selain itu, Amalia mengatakan pengeluaran kelas menengah tahun 2024 sebesar Rp 3,35 juta per kapita per bulan atau meningkat 132 persen dari 2019 yang besarnya adalah Rp 2,36 juta per kapita per bulan. Pada 2024, jumlah gabungan kelas menengah dan penduduk menuju kelas menengah adalah sebesar 66,35 persen dari total penduduk dan nilai konsumsi dari gabungan kedua kelas tersebut sebesar 81,49 persen dari total konsumsi penduduk.
Amalia menyebutkan makanan, perumahan dan barang jasa lainnya merupakan pengeluaran prioritas kelas menengah. Pengeluaran kelas menengah yang meningkat dalam lima tahun terakhir meliputi pajak dan iuran, barang atau jasa lainnya, pendidikan, perumahan, keperluan pesta dan minuman. Sementara itu, pengeluaran yang mengalami penurunan adalah hiburan, kendaraan, barang tahan lama, pakaian dan kesehatan.
Amelia menjelaskan tingkat pengeluaran kelas menengah cenderung lebih dekat ke batas bawah sehingga membuat posisinya rentan. Hal tersebut akan membuat mereka turun menjadi penduduk menuju kelas menengah apabila terjadi goncangan ekonomi. “Kelompok kelas menengah ini paling banyak posisinya di sekitar batas bawah. Ini memang relatif rentan. Kalau ada goncangan dia bisa jadi penduduk menuju kelas menengah,” ujar dia
Menurut Amelia kelas menengan merupakan bantalan ekonomi nasional. Bantalan kelas menengah yang tebal akan membuat perekonomian nasional relatif tidak rentan terhadap gejolak atau shock ekonomi yang disebabkan oleh faktor eksternal atau domestik. “Tetapi ketika proporsi kelas menengah itu relatif tipis, maka suatu perekonomian itu kurang resilient nantinya terhadap goncangan,” kata Amelia.