Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung- Pelaksana Harian Kepala Dinas Perhubungan Jawa Barat Ade Afriandi mengatakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengambil alih pembiayaan Bus Rapid Transit (BRT) Bandung Raya. “Mulai 2025, per 1 Januari pembiayaannya menjadi tanggung jawab Pemprov,” kata dia di Bandung, Rabu, 31 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ade mengatakan pengambilalihan pembiayaan tersebut dilakukan setelah Kementerian Perhubungan mengakhiri pembiayaan BRT Bandung Raya dan menyerahkannya pada pemerintah provinsi. “Kenapa Pemprov, karena lintas kabupaten/kota. Jadi tidak hanya wilayah Kota Bandung, ada rute yang ke Kabupaten Bandung, Bandung Barat, dan Sumedang,” kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebih jauh, Ade mengatakan, pemerintah Jawa Barat menganggarkan Rp 121 miliar untuk operasional BRT Bandung Raya. “Untuk eksisting 5 koridor dengan 85 bus medium,” kata dia.
Untuk selanjutnya, Ade berharap semua kabupaten/kota di Bandung Raya menyediakan sharing pembiayaan untuk BRT Bandung Raya. “Pemprov menyiapkan 1 tahun ini. Untuk tahun yang akan datang harus ada sharing dengan kabupaten/kota, perhitungan itu sudah ada dalam pembahasan."
Pembiayaan tersebut meliputi operasional BRT mulai dari BBM, sumber daya manusia, pemeliharaan, hingga saranan prasarananya. Biaya itu menjadi subsidi tarif BRT Bandung Raya yang dipatok Rp 4.900 per orang. Pembiayaan setahun itu diproyeksikan untuk mengangkut 17 ribu penumpang dalam setahun. “Itu sesuai dengan kapasitas bus dan julah rit. Artinya bisa kurang, tapi kalau lebih tidak memungkinkan, artinya melebihi kapasitas per bus atau rit,” kata dia.
Ade mengatakan tarif Rp 4.900 tersebut bisa dipergunakan berganti bus dalam waktu 90 menit. “Selama masih 90 menit karena sudah terintegrasi,” kata dia.
Untuk operasional BRT tersebut, pemprov menugaskan BUMD Jawa Barat, PT Jasa Sarana. Sebelumnya operasional BRT tersebut dikelola oleh Damri dan Big Bird. Ade mengaku, sedianya Jasa Sarana sudah mengambil alih pengelolaan BRT sejak tahun 2024, tapi terkendala persiapan hingga payung hukum yang baru tuntas di tahun2024 sehingga baru bisa dimulai tahun 2025.
“Kita ada Pergub 53 tahun 2023 yang menugaskan BUMD pemprov Jabar untuk pelaksanaan pelayanan BRT di tahun 2025, harapannya d2024 tapi karena banyak yang harus kita siapkan seperti payung hukum dan sebagainya, termasuk kesiapan BUMD,” kata Ade.
Ade mengatakan, Kementerian Perhubungan mulai tahun 2025 akan memulai membangun sarana prasaran untuk memperluas layanan BRT Bandung Raya menjadi 21 koridor. “Pembiayaan jalur BRT itu dibiayai pusat melalui World Bank. Sudah dimulai dari 2023 kajian segala macam, kemudian rencana pembangunan fisik, koridor, halte, rambu-rambu, depo, sistem, SDM, dan sebagainya itu Kemenhub yang akan menuntaskan,” kata dia.
Adapun pengalihan operasional layanan BRT Bandung Raya dari Kementerian Perhubungan ke tangan pemerintah provinsi Jawa Barat ditandai dengan peluncuran rebranding BRT Bandung Raya, dengan nama baru yakni Metro Jabar Trans (MJT). Peluncuran brand baru BRT Bandung Raya tersebut dilaksanakan Penjabat Gubernjur Jawa Barat Bey Machmudin di Jalan Diponegoro di depan Gedung Sate, Bandung, pada Rabu, 31 Desember 2024.
“BRT menjadi Metro Jabar Trans (MJT) karena kami perlu rebranding untuk mengingatkan masyarakat kita sudah punya awal dari layanan bus yang terintegrasi. Dan ini juga mengikat kami, Pemprov, agar serius menangani MJT, jangan hanya asal ada bus itu tidak betul. Harusnya ada bus, ada operator, ada sistemnya dan terintegrasi,” kata Bey selepas peluncuran, Rabu, 31 Desember 2024.
Bey mengatakan, rute BRT masih sama. Namun tahun 2025 akan dimulai pengembangan rute BRT dari 5 koridor yang ada saat ini menjadi 21 koridor. “Sementara masih eksisting, tapi nanti akan ada dedicated line,” kata dia.
Selain itu, angkutan kota (angkot) yang ada akan diatur ulang dan diperankan sebagai feeder atau pengumpan BRT Bandung Raya. “Organda sudah komit akan mendukung. Jadi mereka akan menjadi feeder bagi MJT. Dan nanti di atur ada re-route, pengaturan uang pergerakan penumpang dan tidak ada yang akan bersama-sama di satu jalan. Misalnya di situ ada MJT berarti angkot hanya sebagai feeder atau kebalikannya. Jalur utamanya bus, untuk pendukungnya itu angkot,” kata dia.
Bey mengatakan, tarif juga akan diupayakan satu tarif mirip Jaklingko di Jakarta. “Kalau bisa segera diterapkan sistemnya agar bayar 1 kali bisa dari Dago sampai Padalarang walaupun berganti MJT,” kata dia.Ia juga sempat mengajak Kapolda dan perwakilan Forkominda Jawa Barat bersama pejabat pemerintah provinsi menjajal BRT Bandung Raya yang kini menggunakan nama baru Metro Jabar Trans.