Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Proses hukum antara keluarga korban kecelakaan Lion Air JT-610 dengan perusahaan manufaktur pesawat Amerika Serikat, Boeing, rampung. Keluarga korban telah mendapat kompensasi dari Boeing.
Suyarso, keluarga korban pesawat Lion Air JT-610, membenarkan penyelesaian kompensasi dari Boeing. Menurut Suyarso, dengan bantuan pengacara C. Priaardanto dari kantor hukum Danto dan Tomi & Rekan, dia menerima kompensasi yang jauh lebih besar atas kematian anaknya.
Suyarso pun kini memanfaatkan dana kompensasi tersebut untuk sejumlah keperluan, termasuk menyalurkan sebagian ke lembaga donatur sosial. "Termasuk untuk pendidikan adiknya (adik korban)," kata dia di Jakarta, Sabtu, 22 Januari 2022.
Pada Oktober 2018, pesawat Lion Air dengan jenis Boeing 737 Max 8 jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat. Kejadian ini memicu tuntutan hukum para keluarga korban ke Boeing.
Priaardanto mengatakan proses hukum antara klien mereka dengan perusahaan manufaktur pesawat asal Amerika Serikat, Boeing, telah rampung. "Ada 46 keluarga, sudah diselesaikan," kata Priaardanto.
Priaardanto mendampingi para keluarga korban bersama pengacara penerbangan internasional Charles Herrmann dari Herrmann Law Group di Amerika Serikat.
Charles mengatakan bahwa santunan Rp 1,25 miliar plus Rp 50 juta untuk korban ini sifatnya wajib. Artinya, ini adalah nominal santunan untuk semua korban jatuhnya pesawat, ada atau tidaknya kesalahan teknis pada mesin. Tapi, keluarga bisa mendapatkan santunan lain dari maskapai dan pabrikan pesawat ketika terbukti ada kesalahan pada mesin.
Akhir 2019, muncul pemberitaan bahwa para keluarga ini akhirnya mendapatkan kompensasi yang lebih besar dari Rp 1,25 miliar di ketentuan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 77 Tahun 2011. Tapi, belum ada kejelasan soal berapa besar kompensasi yang diberikan.
Saat itu, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Washington, D.C. memastikan bahwa manajemen Boeing Company bakal mendistribusikan sejumlah dana bagi ahli waris korban insiden kecelakaan pesawat Boeing 737-8 MAX yang digunakan oleh Lion Air. Hal ini dipastikan usai atase KBRI Washington D.C. mengelar pertemuan dengan pihak manajemen.
"Kami telah menugaskan Atase Perhubungan untuk melakukan komunikasi dan pertemuan kepada para pihak, termasuk pengacara yang ditunjuk oleh Boeing Company guna memperoleh kejelasan informasi,” kata Duta Besar (Dubes) RI untuk Amerika Serikat (AS), Mahendra Siregar dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Selasa 13 Agustus 2019.
Dalam keterangan tersebut dijelaskan bahwa Boeing bakal menggelontorkan dana sebanyak US$ 50 juta atau sekitar Rp 714 miliar (kurs Rp 14.288 per dolar AS) kepada ahli waris korban kecelakaan Boeing 737-8 MAX. Kompensasi itu untuk para keluarga korban kecelakaan Lion Air, maupun pada Ethiopia Airlines yang juga jatuh.
Dana tersebut diberikan kepada 346 ahli waris secara merata terdiri dari 189 dari Indonesia dan 157 dari Ethiopia.
Priaardanto merahasiakan nilai kompensasi atau santunan yang akhirnya diterima para kliennya. Tapi, dia memastikan angkanya lebih besar dari Rp 1,25 miliar. "Sudah diselesaikan 2 atau 3 hari lalu," kata dia.
Dengan keberhasilan pada kasus Lion Air JT-610, Priaardanto dan Charles pun membantu keluarga korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 dengan jenis Boeing 737-500. Mereka mengatakan sudah mendapat kuasa dari 4 keluarga korban. Untuk memastikan santunan di dalam negeri dibayarkan penuh ataupun nanti bila harus menuntut Boeing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
FAJAR PEBRIANTO
Baca juga: Pengacara: Kompensasi 46 Keluarga Korban Lion Air JT-610 oleh Boeing Selesai
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini