Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu nasabah PT. Monex Investindo Futures mengaku telah merugi hingga Rp 34 miliar akibat dugaan kecurangan perusahaan pialang dan pedagang dalam perdagangan berjangka komoditi. Soal ini, Ombudsman menduga kecurangan terjadi karena kurangnya pengawasan dan tindakan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Bagaimana duduk perkara sebenarnya?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sang nasabah bernama Sugiarto Hadi asal Lampung itu menceritakan telah melakukan investasi Sistem Perdagangan Alternatif (SPA) di pialang berjangka PT SAM dan PT MIF sejak 2014 silam. SPA di pedagang berjangka itu dilakukan dengan sistem elektronik yang bernama Metatrader.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sejumlah dana telah disetorkan, namung pada akhirnya, dana tersebut hilang. Hingga kini, tak ada penyelesaian kasus yang dialaminya tersebut.
Salah satu kuasa hukum pelapor, Rocky Nainggolan, menjelaskan, awalnya pada 30 Januari 2015, Sugiarto menyampaikan laporan pengaduan kepada Bappebti. Setelah melalui serangkaian pemeriksaan, pada Juli 2015 Bappebti telah menemukan perbuatan split, delay, dan reject terhadap transaksi pelapor yang dilakukan oleh pedagang yaitu PT SAM berkolaborasi dengan pialang PT MIF.
Meskipun hasil pemeriksaan Bappebti menyatakan ada perbuatan split, delay, dan reject terhadap transaksi pelapor, Bappebti tidak memberikan sanksi kepada kedua pedagang dan pialang tersebut. Pasalnya, menurut penjelasan Bappebti, pada saat itu tidak ada peraturan teknis termasuk sanksi terhadap tindakan split, delay, dan reject tersebut.
Kemudian pada April 2016, pelapor mengadu ke Ombudsman. Setelah melalui proses pemeriksaan dan klarifikasi, Ombudsman pada Februari 2018 telah menerbitkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP).
LAHP itu pada intinya berisi rekomendasi agar Bappebti memberikan sanksi administratif kepada PT MIF dan PT SAM. Namun hingga kini, LAHP Ombudsman tersebut tidak ditindaklanjuti oleh Bappebti. Bappebti hanya menyampaikan surat peringatan kepada dua perusahaan yang dimaksud.
Rocky selaku kuasa hukum pelapor mengatakan transaksi yang adil merupakan hak setiap nasabah saat bertransaksi. “Transaksi itu harus fair, namun beliau (Sugiarto Hadi) menyampaikan ketidakadilan yang dia rasakan,” ujar Rocky ketika ditemui di Gedung Ombudsman, Jakarta, Jumat, 6 Oktober 2023. Dia ingin mengembalikan apa yang menjadi hak pelapor.
Selanjutnya: Rocky mengibaratkan kasus ini dengan ...
Lebih lanjut, Rocky mengibaratkan kasus ini dengan permainan sepak bola. “Dari dulu kami ibaratkan, di sebuah pertandingan sepak bola, ada dua tim bertanding. Suatu ketika, salah satu bek mengambil balok kayu dan mematahkan kaki striker lawan sehingga lawan tidak mampu cetak gol dan kalah,” ujarnya.
Dalam kasus ini, lawan pasti akan melakukan protes ke wasit, atau dalam hal ini Bappebti. Namun, wasit mengatakan tidak bisa menghukum lawan karena belum ada peraturannya. “Bappebti yang dalam hal ini menjadi wasit tidak melihat kecurangan itu. Mereka bilang tidak bisa menghukum bek lawan karena belum ada peraturannya," katanya.
Ombudsman RI dalam kurun waktu 2022-2023 telah menerima 28 aduan mengenai dugaan kecurangan perusahaan pialang dan pedagang dalam perdagangan berjangka komoditi. Ombudsman menduga kecurangan terjadi karena kurangnya pengawasan dan tindakan dari Bappebti.
"Kami menerima aduan terkait Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) total aduannya ada 28 kasus, 6 dalam proses penyelesaian," kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, pada Jumat, 6 Oktober 2023.
Yeka mengatakan kecurangan terjadi pada perdagangan berjangka yang menjadi salah satu bagian dalam Sistem Perdagangan Alternatif (SPA). "Iya, SPA semua, kerugiannya hampir 100 miliar. Itu yang lapor, ya. Belum tahu kalau yg lain," tutur dia.
SPA adalah sistem perdagangan yang berkaitan dengan jual beli kontrak derivatif selain kontrak berjangka dan kontrak derivatif syariah. Perdagangan ini dilakukan di luar bursa berjangka, secara bilateral dengan penarikan margin yang didaftarkan di Lembaga Kliring Berjangka.