Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Langka Gula Menanti Neraca

Kelangkaan gula rafinasi kembali terjadi di pengujung tahun karena pemerintah lambat menerbitkan izin impor gula.

18 Desember 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Industri makanan dan minuman kehabisan stok gula rafinasi.

  • Rencana impor gula terlambat karena menanti penghitungan neraca pangan.

  • Pasokan gula mentah di seluruh dunia makin ketat.

DWIATMOKO Setiono termasuk beruntung. Presiden Direktur PT Sekawan Karsa Mulia ini masih menyimpan gula rafinasi sisa kontrak dari produsen yang bisa ia pakai hingga Februari 2023. Sekawan Karsa Mulia, yang memproduksi aneka minuman cokelat, selai, dan puding, memesan gula rafinasi atau gula khusus untuk industri dari pabrik PT Angel Products sejak September lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat kontrak diteken, kata Dwiatmoko, gula yang ia pesan dialokasikan untuk produksi sampai bulan ini. Namun pada kenyataannya ada pergeseran rencana produksi sehingga bahan baku gula masih tersisa. “Sisanya masih bisa digunakan sampai Februari,” Dwiatmoko bercerita kepada Tempo pada Jumat, 16 Desember lalu. Sekawan Karsa Mulia menandatangani kontrak pembelian 600 ton gula rafinasi yang bisa dikirim sampai Februari nanti. Dwi menghitung sisa stok yang bisa dipakai untuk awal 2023 sekitar 200 ton. “Sejauh ini kami aman.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dwiatmoko dan Sekawan Karsa Mulia boleh tenang karena pasokan gula mereka aman. Berbeda dengan sejumlah produsen makanan dan minuman lain yang waswas lantaran stok gula rafinasi di gudang mereka terus menipis tanpa ada pasokan baru. Dwiatmoko mengungkapkan, koleganya di Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi tengah gaduh karena stok gula habis. Dia menjelaskan, bagi industri makanan, minuman, apalagi pabrik cokelat, porsi gula bisa mencapai 50 persen dari total bahan baku.

Sebagai Ketua Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi, Dwiatmoko mencoba menghubungi beberapa pabrik gula. Tapi, dia menerangkan, sampai saat ini tidak ada yang berani berkontrak karena stok mereka juga langka.

Kegaduhan juga terjadi pada Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim). Ketua Umum Asrim, Triyono Pridjosoesilo, membenarkan kabar bahwa anggota asosiasinya sedang menghadapi krisis pasokan bahan baku gula rafinasi. Penyebabnya, Triyono mengungkapkan, izin impor gula mentah yang akan diolah menjadi gula kristal rafinasi belum keluar hingga menjelang akhir Desember ini. “Banyak yang khawatir bila tidak ada solusi segera industri bisa berhenti berproduksi karena tidak ada bahan baku yang bisa diolah,” tuturnya pada Selasa, 13 Desember lalu.

Triyono mengatakan pelaku industri minuman mulai mendengar kabar tentang izin impor gula mentah yang belum kelar pada Oktober lalu. Tapi saat itu mereka masih yakin urusan birokrasi akan segera beres seiring dengan berjalannya waktu. Apalagi, kata Triyono, pelaku industri biasanya menyiapkan stok untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang meningkat pada saat perayaan Natal dan tahun baru.

Tapi, tak disangka, masalah izin ternyata belum selesai hingga bulan ini atau menjelang tutup tahun. Dalam tiga pekan terakhir, dia melanjutkan, keluhan para pemilik pabrik yang kehabisan stok gula makin kencang. Di sisi lain, produsen gula rafinasi tidak bisa membuat kontrak baru untuk pasokan selanjutnya karena belum memegang izin untuk mendatangkan gula mentah dari luar negeri.

Triyono pun bergerak. Asrim melayangkan dua surat sekaligus pada 8 Desember lalu, masing-masing untuk Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Esoknya, Triyono mengirim sepucuk surat lagi kepada Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto.

Dalam suratnya, Asrim menyampaikan keluhan pelaku industri minuman yang terancam menghentikan produksi pada akhir Desember 2022 karena tidak punya lagi gula rafinasi. Kondisi ini terjadi di tengah momentum industri yang sedang bangkit menuju pemulihan dari dampak pandemi Covid-19, juga ketidakpastian ekonomi global. “Hal itu tentu akan berdampak negatif dari sisi ketersediaan barang. Dan juga dari sisi lapangan kerja di fasilitas produksi industri anggota Asrim,” demikian isi surat yang ditandatangani Triyono dan Tri Junanto selaku Sekretaris Jenderal Asrim. “Kami selalu berkomunikasi dengan kementerian, sampai di mana prosesnya? Kami sounding via telepon dan berkirim surat,” ucap Triyono.

Stok gula kristal rafinasi di pabrik gula di Cilegon, Banten, April 2020. Foto: kemendag.go.id

Seretnya pasokan gula industri juga dialami produsen makanan dan minuman besar seperti Garudafood. Dikutip dari Antara, Head of Corporate Communications and Relations PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk (GOOD) Dian Astriana mengatakan gula kristal rafinasi adalah salah satu bahan baku utama yang harus terpenuhi dalam pembuatan mayoritas produknya. "Soal pasokan gula kristal rafinasi, apabila mengalami kendala, tentu berpotensi mempengaruhi kelancaran produksi kami," ujarnya pada Senin, 5 Desember lalu.

Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) memperkirakan stok gula kristal rafinasi nasional tersisa 30 ribu ton hingga akhir Desember 2022. Padahal rata-rata kebutuhan industri berkisar 250-280 ribu ton. Pada momen spesial seperti Ramadan dan Idul Fitri, kebutuhan gula industri bisa melonjak hingga 300 ribu ton. Direktur Eksekutif AGRI Gloria Guida Manalu mengatakan saat ini sebagian pabrik sudah berhenti beroperasi karena tidak ada lagi bahan baku gula mentah untuk diolah.

•••

RAPAT koordinasi terbatas di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, akhirnya digelar pada Jumat, 9 Desember lalu. Rapat yang membahas masalah stok pangan nasional ini ditunggu-tunggu produsen gula rafinasi dan pemilik pabrik makanan serta minuman. Pelaku industri berharap para menteri yang hadir dalam pertemuan itu segera memutuskan alokasi pengadaan gula mentah 2023 yang akan diolah menjadi gula rafinasi.

Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, berdasarkan aturan yang berlaku, rapat koordinasi terbatas hanya diadakan pada pekan pertama alias awal bulan. Masalahnya, kata dia, pekan pertama Desember hanya sampai tanggal 2. “Sehingga rapat baru bisa diadakan pada 9 Desember, karena itu tetap dihitung sebagai pekan pertama,” ujarnya kepada Tempo, Rabu, 14 Desember lalu.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto memimpin rapat yang dihadiri Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, dan Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi.

Menurut Susiwijono, rapat ini membahas neraca aneka jenis pangan, dari beras, gula, garam, daging, jagung, hingga gula dan garam untuk industri. Dia mengatakan kebutuhan industri diurus oleh Kementerian Perindustrian, sementara pangan untuk konsumsi rumah tangga ditangani beberapa menteri. Kementerian Pertanian mengurusi beras dan gula, sementara Kementerian Kelautan dan Perikanan menangani masalah garam.

Para menteri yang hadir dalam rapat itu kemudian menyepakati Neraca Pangan Nasional 2023 yang mengacu pada data komoditas dari setiap kementerian/lembaga. Namun, menurut Susiwijono, peserta rapat ini tidak membahas secara spesifik gula rafinasi. “Tidak ada omongan khusus mengenai itu.”

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika tak merespons pertanyaan Tempo mengenai hasil rapat tersebut. Tapi Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia Gloria Guida Manalu mengatakan sudah mendapat informasi tentang penetapan alokasi impor gula mentah untuk industri. Tak menyebutkan angka kuotanya, ia hanya mengatakan ada kenaikan 4 persen dibanding pada tahun ini. "Kuota untuk setiap perusahaan juga belum ada,” dia menambahkan.

Sebelumnya, Putu mengatakan kuota impor bahan baku gula kristal rafinasi tahun depan naik secara moderat di bawah 5 persen. Bila dibandingkan dengan tahun ini yang sebanyak 3,27 juta ton, ada kemungkinan total kuota impor bahan mentah untuk gula rafinasi 2023 mencapai 3,4 juta ton. “Ada peningkatan di bawah 5 persen," ucapnya setelah mengikuti rapat kerja dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat pada Rabu, 7 Desember lalu. Kementerian Perindustrian menargetkan persetujuan impor bahan baku gula kristal rafinasi bisa terbit pada awal 2023.

Menurut data Kementerian Perindustrian, kebutuhan gula pada 2022 mencapai 6,48 juta ton yang terdiri atas 3,21 juta ton gula kristal putih dan 3,27 juta ton gula rafinasi. Dari hasil rapat koordinasi terbatas pada 26 Oktober 2021, para menteri sepakat alokasi impor gula mentah untuk bahan baku gula rafinasi dan konsumsi 2022 sebanyak 4,37 juta ton. 

Adapun AGRI menginginkan izin impor terbit lebih cepat, tidak sampai tahun depan. "Harapannya tidak lebih dari akhir bulan ini," kata Gloria. Dia beralasan peluang mendapatkan suplai gula mentah saat ini mungkin hanya ada dari Brasil. Tiga negara lain yang biasa menjual gula mentah untuk Indonesia, yaitu Thailand, India, dan Australia, menahan stok demi kebutuhan domestik. Thailand, misalnya, belum menghadapi panen raya sehingga tidak memiliki surplus pasokan untuk diekspor.

Pasar gula mentah dunia saat ini memang tengah ketat. Kantor berita Reuters pada Kamis, 15 Desember lalu, melaporkan turunnya jumlah pasokan dari India mengerek harga gula mentah untuk pengiriman tahun depan. Pemerintah India, yang merupakan produsen gula terbesar dunia, mengalihkan sebagian hasil tebunya untuk memproduksi bioetanol. Bahkan industri di India terpaksa mendatangkan gula mentah dari Brasil. Walhasil, dunia cuma mengandalkan pasokan dari Negeri Samba itu.

Di tengah kondisi ini, Gloria berharap izin impor gula mentah bisa terbit lebih awal. Apalagi, dia menambahkan, telah beredar informasi tentang proyeksi harga yang akan naik. Kepastian perizinan juga diperlukan supaya pelaku usaha punya keleluasaan waktu untuk membuat perencanaan dan strategi. “Misalnya mau ambil dari negara mana dengan harga berapa supaya lebih kompetitif,” katanya.

Pelaku industri pun berharap birokrasi bisa berlangsung lebih cepat. Sebab, Gloria menjelaskan, kelangkaan stok seperti saat ini terjadi hampir setiap akhir tahun. Pemerintah menerapkan kebijakan baru di sektor pangan dengan membuat neraca komoditas sejak 2021. Tahun ini adalah kedua kalinya neraca pangan dibuat. Dalam pembuatan neraca, dia melanjutkan, semua pelaku usaha diminta menyampaikan rencana kebutuhan industri dengan tata waktu yang telah ditentukan. Berdasarkan neraca itulah pemerintah menetapkan ketersediaan stok dan kebutuhan impor.

Tapi, alih-alih menerbitkan izin impor, Kementerian Perindustrian malah mengeluarkan surat perintah evaluasi stok gula mentah dan gula kristal rafinasi di pabrik dan gudang perusahaan. Kementerian Perindustrian juga akan mengecek realisasi impor, produksi, dan distribusi. Audit akan dilaksanakan pada 15-21 Desember 2022 dengan mendatangi setiap pabrik gula rafinasi.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengatakan Kementerian Perindustrian sedang memverifikasi stok gula industri yang menggunakan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). "Untuk mengetahui berapa stok yang belum diekspor," ujarnya pada Sabtu, 17 Desember lalu.

Fasilitas KITE khusus diberikan kepada produsen makanan dan minuman yang mengekspor produknya. Artinya, gula rafinasi olahan dari gula mentah yang diimpor dengan fasilitas KITE tidak boleh dijual di pasar domestik, melainkan harus diekspor.

Gapmmi sempat mengajukan opsi kepada pemerintah untuk mengalihkan sisa stok gula industri yang belum diekspor ke dalam negeri. Opsi itu diusulkan sebagai alternatif solusi mengatasi kelangkaan gula industri saat ini. "Ada stok untuk ekspor, apakah ini bisa dipinjam dulu untuk dipakai di lokal," tutur Adhi. Menurut dia, opsi ini paling memungkinkan karena jika hanya mengandalkan impor akan membutuhkan waktu lama. Barang impor diperkirakan baru akan tiba akhir Januari atau awal Februari 2023.

Pada Juni lalu, Kementerian Perdagangan menerbitkan persetujuan impor gula mentah dalam bentuk KITE kepada empat perusahaan anggota AGRI. Totalnya sebanyak 268.333 ton. Dengan demikian, seluruh kuota impor gula mentah yang sudah disetujui pemerintah bagi pabrik gula rafinasi menembus 3,68 juta ton. Sebab, sebelumnya pemerintah telah menerbitkan persetujuan impor 3,4 juta ton untuk memenuhi kebutuhan gula rafinasi di dalam negeri selama 2022.

Gloria mengaku mengetahui rencana evaluasi atau audit tersebut. Ia mengatakan verifikasi seperti itu sudah biasa dilakukan. "Kami juga menghadapi audit saat menyusun rencana kebutuhan industri oleh PT Surveyor Indonesia," tuturnya. Gloria memastikan anggota AGRI telah selesai menghitung rencana kebutuhan industri dan menyampaikannya kepada pemerintah pada September lalu. “Sesuai dengan jadwal yang diatur pemerintah.”

Wakil Ketua Umum AGRI Supriadi memahami kebijakan pemerintah membuat neraca pangan, termasuk gula, sebagai bentuk kehati-hatian. Mantan Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kementerian Perindustrian ini mengatakan gula kristal rafinasi memang harus dibatasi agar tidak bocor dan merembes ke pasar retail, dijual seperti gula kristal putih. "Karena itu akan mempengaruhi harga gula, pendapatan petani tebu, dan hal lainnya."

Supriadi menilai kekhawatiran kali ini muncul karena kondisi yang berbeda, misalnya lantaran pasokan dunia berkurang. Dia memberi contoh, produsen pada tahun-tahun sebelumnya bisa mendatangkan gula mentah dari Thailand karena jaraknya dekat dan waktu pengiriman lebih singkat. Tapi sekarang, saat pasokan dari Thailand berkurang, produsen gula rafinasi harus membeli gula mentah dari Brasil yang memerlukan waktu pengiriman lebih dari satu bulan atau sekitar 40 hari perjalanan.

Perkiraan waktu impor yang lama itu yang dikhawatirkan oleh Triyono Pridjosoesilo dan anggota Asosiasi Industri Minuman Ringan. Bila gula rafinasi baru akan tersedia di pasar domestik pada Februari 2023, Triyono mengatakan, pelaku industri minuman bakal menghadapi kesulitan. “Stok gula sudah menipis. Beberapa produsen hanya punya stok sampai Januari,” dia menerangkan. Triyono memperkirakan akan ada masa ketika beberapa pelaku usaha tidak mempunyai gula rafinasi sebagai bahan baku. “Bagaimana pabrik bisa beroperasi?”

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Retno Sulistyowati

Retno Sulistyowati

Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo pada 2001 dengan meliput topik ekonomi, khususnya energi. Menjuarai pelbagai lomba penulisan artikel. Liputannya yang berdampak pada perubahan skema impor daging adalah investigasi "daging berjanggut" di Kementerian Pertanian.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus