Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia atau AFPI menjelaskan sejarah bunga pinjol atau fintech peer-to-peer lending yang berlaku untuk anggotanya. Ini seiring munculnya dugaan kartel suku bunga pinjaman di asosiasi tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah mengatakan industri fintech lending muncul di Indonesia lewat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan atau POJK Nomor 77 Tahun 2016. Dia menyebut saat itu bunga pinjaman dibebaskan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Siapapun boleh menjual bunga yang tinggi, berapapun bunganya asal ada pembelinya," ujar Kuseryansyah dalam konferensi pers AdaKami di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan pada Jumat, 6 Oktober 2023.
Lantas banyak komplain dari masyarakat karena bunga fintech lending terlalu tinggi. Selain itu, dia menyebut ada fenomena pinjol legal dan ilegal.
"Lalu fintech legal di bawah OJK mengambil inisiatif, kami enggak mau sama dengan pinjol ilegal yang menjual bunga 1 persen sampai 3 persen per hari," kata Kuseryansyah.
Lalu AFPI menetapkan bunga maksimum 0,8 persen per hari. Ia mengklaim, upaya ini untuk melindungi agar pinjol ilegal tidak kompetitif dengan dengan pinjol legal.
"Dari waktu ke waktu bunga 0,8 persen ini di-challenge terlalu tinggi, kemudian tahun lalu kita berinisiatif melakukan efisiensi dari 0,8 persen turun menjadi 0,4 persen," tutur dia.
Namun ini tak lepas dari risiko. Ia mengungkapkan ada segmen yang hilang dengan pengurangan bunga tersebut.
"Rekan-rekan yang membutuhkan pinjaman dulunya Rp 300 ribu, Rp 500 ribu, Rp 750 ribu sekarang sudah tidak bisa dilayani, paling kecil yang bisa kita pinjamkan Rp 1 juta. Jadi segmen kecil ini hilang," papar dia.
Pada Rabu, 4 Oktober 2023, KPPU telah mengeluarkan pernyataan resmi mengenai penyelidikan awal perkara dugaan pengaturan suku bunga pinjaman yang dilakukan AFPI kepada anggotanya.
KPPU menduga asosiasi tersebut mengatur penentuan komponen pinjaman kepada konsumen, khususnya penetapan suku bunga flat 0,8 persen per hari dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh konsumen.
Dari temuan KPPU, penetapan itu diikuti oleh seluruh anggota AFPI. KPPU menyebutnya berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.