Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Merger antara PT XL Axiata Tbk dengan PT Smartfren Telecom Tbk membuat pemain di industri operator seluler Indonesia semakin ramping. Meski penggabungan usaha berpotensi memunculkan praktik oligopoli, dosen di Sekolah Teknik Elektronika dan Informasi (STEI) Institut Teknologi Bandung (ITB), Agung Harsoyo, berpendapat tiga pemain operator seluler saat ini justru mampu meningkatkan kemampuan investasi jaringan yang berdampak positif bagi pelanggan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Konsolidasi melalui merger ini membuat industri telko di Indonesia mencapai tahapan ideal dengan tiga operator seluler,” kata Agung saat dihubungi Tempo, Senin, 16 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika berjalan lancar, merger antara XL Axiata dengan Smartfren akan menciptakan entitas baru bernama PT XLSmart Telecom Sejahtera Tbk. Kedua belah pihak memproyeksikan penggabungan bisa mulai berjalan usai merger rampung pada semester pertama 2025.
Menurut komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) 2018-2021 itu, penggabungan XL Axiata dengan Smartfren berpotensi meningkatkan kemampuan investasi jaringan. Baik dari segi keterjangkauan maupun pembaruan perangkat untuk meningkatkan kapasitas maupun kualitas layanan.
Lebih lanjut, ia berpendapat, Kementerian Komunikasi dan Digital bisa mengawasi praktik penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi. Selain itu, kehadiran Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menurutnya juga memperkuat iklim industri operator seluler. “Dengan dua badan yang mengawasi, kemungkinan pelanggaran semisal praktik oligopoli dapat dihindari,” ujarnya.
Terpisah, Ketua KPPU, Fanshurullah Asa, mengatakan merger XL Axiata dengan Smartfren akan membuat struktur pasar operator seluler dikendalikan oleh tiga perusahaan saja. Namun, ia lebih menyoroti tentang perilaku alih-alih struktur pasarnya. "Keberadaan struktur tentu saja tidak salah karena yang diawasi adalah perilaku," kata Ifan—sapaan Fanshurullah—kepada Tempo, Ahad, 15 Desember 2024.
Salah satu contoh perilaku tersebut menurutnya adalah perjanjian penetapan harga atau price fixing. Dengan penguasa pasar yang sedikit, mereka bisa bersepakat mengatur seberapa besar konsumen harus membayar. Jika itu terjadi, konsumen bakal rugi karena tidak memiliki pilihan selain mengikuti harga yang sudah penyedia jasa tetapkan.
Sebelumnya, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, menyebut merger XL Axiata dan Smartfren Telecom sebagai suatu keniscayaan. "Kita tahu kan industri telko ini makin saturated istilahnya, makin jenuh, ruang pertumbuhannya juga makin kecil, jadi saya kira tindakan merger itu sudah satu keniscayaan," kata Nezar di Yogyakarta, Selasa, melansir dari Antara. Nezar mengatakan, langkah merger kedua operator seluler tersebut berpotensi mendatangkan iklim kompetisi yang lebih sehat dalam industri telekomunikasi.
Vindry Florentin berkontribusi pada artikel ini.