Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indonesia tak lagi melakukan ekspor bijih dan konsentrat tembaga pada periode Januari-Februari 2025. Pelaksana tugas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan pelarangan ekspor konsentrat bijih tembaga diberlakukan setelah keluarnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 10 Tahun 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebijakan tersebut merupakan perubahan dari Permendag Nomor 22 Tahun 2023 tentang barang yang dilarang untuk diekspor. Berdasarkan aturan itu, ekspor komoditas dengan kode HS2603 ini resmi dilarang sejak 1 Januari 2025. “Ini tercermin pada data ekspor bijih tembaga dan konsentrat atau HS2603 sepanjang Januari-Februari 2025 tercapai nol, atau tidak ada ekspor,” ucap Amalia dalam konferensi pers di kantor pusat BPS, Jakarta Pusat, Senin, 17 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada periode yang sama tahun lalu, BPS melaporkan ekspor dari komoditas ini mencapai 492,1 ribu ton. Sementara itu, nilai ekspor biji tembaga dan konsentratnya pada Januari hingga Februari 2024 mencapai US$ 1,49 miliar. Sepanjang 2024 data BPS mencatat ekspor mencapai US$ 7,97 miliar.
Ekspor konsentrat tembaga dilarang sejalan dengan program penghiliran dari Presiden Prabowo Subianto. Sebelumnya Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani sempat mengatakan negara kemungkinan kehilangan Rp 10 triliun saat aturan diimplementasikan.
Anak buah Sri Mulyani itu mengatakan berdasarkan hitungan Bea Cukai pada 2025 tak akan mendapat penerimaan dari bea keluar (BK) tembaga. Kehilangan BK tembaga menurut Askolani akan diganti dengan keuntungan postif lain dari aspek yang lebih luas. “Hilirisasi ini akan menyebabkan penambahan investasi dengang membangun smelter, yang tentunya akan memacu pertumbuhan ekonomi,” ujarnya dalam konferensi pers akhir tahun lalu.