Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menyebut lambatnya ekspor Indonesia karena adanya ketergantungan pada pasar ekspor Cina. Walhasil, sampai triwulan pertama 2024, ekspor hanya tumbuh di bawah 2 persen. Secara tahunan, pertumbuhan ekspor bahkan minus 3,5 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Faisal menuturkan, harga komoditas andalan ekspor Indonesia seperti kelapa sawit, gas, batu bara, serta besi dan baja sebenarnya telah meningkat. Namun, karena tujuan ekspor masih terpaku ke Negeri Tirai Bambu, Indonesia belum bisa mengoptimalkan peluang itu. “Ini risiko yang perlu diantisipasi,” ujar Faisal dalam CORE Midyear Economic Review yang dipantau Tempo secara daring, Selasa, 23 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alasan ketergantungan kepada Cina memengaruhi pertumbuhan ekspor, Faisal menyebut permintaan domestik di negara itu tengah menurun. Hal ini berdampak kepada penurunan impor di Negeri Panda. Akhirnya, Indonesia kehilangan salah satu pasar terbesarnya.
Proporsi impor Indonesia ke Cina, menurut Faisal, mencapai angka 20 persen. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina yang hanya 10 sampai dengan 12 persen. Akibatnya, ekspor ke Cina turun hingga 4,2 persen. Padahal ke negara lain seperti India, Indonesia ekspor mampu tumbuh 22 persen.
Ekonom senior Chatib Basri sebelumnya juga menyatakan perlambatan ekonomi di Cina turut berdampak kepada perekonomian Indonesia. Sebab, sasaran pasar terbesar Tanah Air untuk kegiatan ekspor komoditas alam berada di Cina. "Kalau Cina slow down, itu kena (dampak) di Indonesia," katanya dalam acara Grab Business Forum di Kempinski, Jakarta Pusat pada Selasa, 14 Mei 2024.
Menteri Keuangan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini mengatakan ekonomi di Cina pernah mencapai pertumbuhan dua digit. Namun kini mengalami penurunan, yang hanya sebesar 4,5 persen.
Menurut dia, penurunan ekonomi negeri Cina bakal berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Sebagai gambaran, tiap 1 persen penurunan pertumbuhan ekonomi Cina, bisa berdampak penurunan 0,3 persen untuk ekonomi Indonesia.