Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Gajah sala masuk inggris

Indonesia telah mengekspor mesin plastik hasil industri pabrik mesin gajah plastic machinery work (gpmw) di sala. ekspor pertama ke inggris. (eb)

27 Februari 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEBERAPA industriawan Jepang nyengir mendengar rencana Suwandhy Surjotomo, pemilik bengkel bubut dan reparasi mesin Gajah Sala mau mengekspor mesin buatannya. "Indonesia kok mau mengekspor mesin," ejek orang Jepang itu 3 tahun lalu. Suwandhy tak berkecil hati. Ini terbukti, 15 Februari lalu: Bengkelnya yang kini sudah berkembang menjadi pabrik mesin Gajah Pastic Machinery Work (GPMW) di Sala mulai mengekspor mesin. Menteri Perindustrian A.R. Soehoed menyaksikan pengapalan pertama mesin pembuat kantung plastik polypropylene lewat Tanjungpriok menuju Inggris. "Paling lama, sebulan lagi akan menyusul sebuah mesin serupa diekspor ke Belgia," kata Suwandhy, 34 tahun, kepada TEMPO di kantornya. Pembeli dari Inggris itu pabrik bahan pengepakan, British Cilophanc. "Pembeli memilih mesin kami karena sistem pendidingan dengan air jarang didapat di Eropa," kata Suwandhy. Ada beberapa keungggulan lain, seperti lamanya berputar, plastik yang dibuat tebal, ulet dan bening. Harganya US$ 8.000 dan bisa menghasilkan 12-18 kg plastik setiap jam. Suwandhy berani mengekspor karena bantuan Exxon Chemical, perusahaan minyak AS, yang saat ini beroperasi dalam pembuatan bijih plastik di Arun, Aceh. Ia mendapat kesempatan mempelajari pembuatan mesin di berbagai negara. Suwahdhy juga diajari cara membuat mesin yang laku di pasaran internasional. "Dari Exxon pula kami mendapat rekomendasi mengekspor mesin ke Eropa," katanya. Tukang bubut GPMW didirikan Suwandhy 1974 dengan kegiatan: memperbaiki mesin pembuat kantung plastik dan membuat suku cadang mesin tersebut. Modal awalnya cuma 3 mesin bubut dan sebuah las listrik. Setelah lewat 8 tahun, kini Suwandhy bukan sekedar tukang bubut dan reparasi. Ia telah menjadi direktur sebuah pabrik mesin dengan 113 burih. GPMW sekarang menempati areal 5.500 m2 di Jl. Palur Raya, 7,5 km dari pabrik semula di daerah Pucang Sawit di Sala. Setiap buruh memegang satu mesin yang berfungsi membentuk dan membubut logam untuk komponen. Beberapa orang lagi merakit bagian-bagian mesin. Lainnya asyik mencoba mesin yang baru saja selesai. Kegiatan semacam ini diawasi langsung Suwandhy lewat dinding kaca ruang kerjanya. Kini pabrik milik swasta itu memiliki 35 mesin pengerjaan logam plus beberapa mesin pembuat gigi. Dengan pertambahan itu, pabrik Gajah menambah produksinya dari 98 unit pada 1979 menjadi sekitar 120 mesin tahun silam. Mesin yang dihasilkan meliputi 6 jenis: mesin pembuat kantung plastik ukuran kecil, ukuran besar, pengolah bahan plastik, pembuat tali plastik (raila), pembuat kantung plastik tebal (untuk belanja) dan mesin pemroses plastik. Semua meniru buatan luar negeri. "Lisensi tidak ada. Saya mencoba mengambil kelebihan mesin-mesin itu, kemudian menciptakan mesin baru," kata Suwandhy. "Tapi kalau dikatakan itu ciptaan saya, ya tidak sepenuhnya benar." Hemat Listrik Selama ini pabrik itu melempar produksinya ke pasaran lokal. Dan terkenal di kalangan pengusaha plastik di Sala. Magelang, Yogyakarta, Bandung dan Malang. "Di kota-kota itu, kami menang melawan mesin buatan Taiwan," kata Suwandhy. Harga mesin terkecil Rp 4,25 juta dan paling besar Rp 12 juta. "Semua yang kami buat selalu laku," tambahnya. Gunawan, pemimpin perusahaan pembuat plastik Bina Rahayu di Jl. Teluk Gong Jakarta, tertarik mesin asal Sala itu karena nasihat temannya dari Bandung. "Yang terang, harganya lebih miring," katanya. Ia memakai 3 mesin buatan Sala, di samping dari Taiwan dan Hongkong. "Hasilnya lumayan. Sayangnya, kurang produktif," katanya. Untuk plastik ukuran 7 cm, mesin buatan Suwandhy cuma mampu menghasilkan 5 kg per jam. Sedang mesin Taiwan bisa 7-8 kg. Tapi ada pula keunggulannya, yaitu hemat listrik. "Listrik untuk industri di sini mahal sekali. Dalam hal ini, mesin Sala bolehlah," kata Gunawan lagi. Suwandhy sendiri masih bertekad memikat pasaran mesin pembuat plastik. "Soal kualitas, kami buat standar, baik untuk lokal maupun ekspor" katanya. Pengujian dilakukan oleh Metal Industrial Development Centre (MIDC), lembaga milik negara berpusat di Bandung yang bertugas membantu industri logam. "Dorongan untuk ekspor datang dari Dirjen Aneka Industri," kata Suwandhy. November lalu, Dirjen K. Hadinoto memang mengunjungi pabrik itu. "Untuk ekspor, sasaran bukan Eropa, tapi Asia dan negara berkembang lainnya," kata Suwandhy. Departemen Perindustrian sendiri belum melakukan standarisasi mesin itu. "Tapi, mutu mesin Sala itu sudah bisa dibanggakan," kata F. Lengkong, Kepala ubdit mesin, departemen itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus