Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Ternate - Harita Nickel melalui PT Trimegah Bangun Persada Tbk dan entitas anak perusahaan pertambangan dan hilirisasi nikel terintegrasi di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara membukukan penjualan sebesar Rp 10,2 Triliun di semester pertama 2023. Jumlah itu naik 89 persen dibanding semester pertama 2022 sebesar Rp 5,4 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anie Rahmi, Corporate Communications Harita Nickel, mengatakan kenaikan penjualan pada semester pertama 2023 merupakan hasil dari upaya perseroan yang melakukan ekspansi peningkatan kapasitas produksi secara berkelanjutan baik dari lini produksi High Pressure Acid Leach (HPAL) maupun lini produksi RKEF.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari lini produksi refinery HPAL, Perseroan mencatatkan kenaikan penjualan MHP sebesar 23.969 ton kandungan nikel dari sebelumnya hanya sebesar 19.588 ton kandungan nikel di semester pertama 2022.
“Hasil ini bertumbuh sebesar 22 persen. Perseroan juga membukukan kenaikan volume penjualan feronikel menjadi 37.756 ton kandungan nikel di semester pertama tahun 2023, atau naik 171 persen dari 13.910 ton kandungan nikel di semester pertama tahun 2022,”kata Anie pada Selasa, 02 Agustus 2023.
Menurut Anie, hasil penjualan tersebut membuat Harita mencatatkan sejarah sebagai perusahaan pertama di Indonesia yang berhasil memproses MHP menjadi produk turunan lebih lanjut berupa nikel sulfat dan kobalt sulfat. Kedua produk turunan itu merupakan bahan baku utama untuk pembuatan ternary precursor, yang diperlukan dalam pembuatan baterai kendaraan listrik berbasis nikel.
“Saat ini pabrik nikel sulfat kami telah berproduksi secara komersial dengan kapasitas produksi sebesar 240 ribu ton nikel sulfat per tahun. Sedangkan unit kobalt sulfat sedang dalam proses uji coba produksi. Kami juga telah melakukan ekspor perdana nikel sulfat sejumlah 5.800 ton nikel sulfat pada akhir semester pertama 2023,”ujar Anie.
Walaupun harga nikel secara global melemah, namun ungkap Anie, Harita masih berhasil membukukan laba kotor sebesar Rp 3,5 triliun atau naik sebesar 17 persen dibandingkan semester pertama 2022 yang hanya sebesar Rp 3,0 triliun. Selain itu Laba usaha juga tercatat meningkat sebesar 13 persen menjadi Rp 3,07 triliun dari sebelumnya hanya Rp 2,71 triliun di semester pertama 2022.
Sedangkan untuk laba periode berjalan juga mengalami peningkatan sebesar 2 persen menjadi Rp 3,21 triliun dari Rp 3,16 triliun di semester pertama 2022. Perseroan juga mampu mencatatkan laba bersih pemilik entitas induk sebesar Rp 1,38 triliun di kuartal kedua tahun 2023, naik dibandingkan Rp 1,37 triliun di kuartal pertama tahun 2023.
“Sementara di semester pertama 2023 ini, Perseroan mencatatkan laba bersih pemilik entitas induk sebesar Rp 2,75 triliun,”ungkap Anie.
Harita Nickel merupakan bagian dari Harita Group yang mengoperasikan pertambangan dan hilirisasi terintegrasi di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara yang merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN). Perusahan tersebut sendiri sudah tercatat sebagai emiten publik dengan kode NCKL.