Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Ini Kronologi Nasabah BTN Kehilangan Uang Rp7,5 M

Kasus sejumlah nasabah yang mengklaim dananya hilang bermula ketika mereka menempatkan dana di BTN melalui pegawai perseroan.

8 Mei 2024 | 18.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Massa dari Kelompok Anti Korupsi melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor pusat Bank BTN, Harmoni, Gambir, Jakarta, Selasa, 30 April 2024. Massa mendesak untuk bertemu dengan Direktur Human Capital, Legal and Compliance BTN Eko Waluyo dan meminta segera untuk mengembalikan uangnya yang hilang dari rekening. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pada 29 dan 30 April 2024, terjadi unjuk rasa di depan Kantor Pusat BTN, Jakarta, oleh sejumlah orang yang menuntut pengembalian dana mereka.

Sejumlah pengunjuk rasa sempat bersitegang dengan manajemen BTN. Aksi demo bahkan berujung anarkis dengan pembakaran ban di halaman gedung.

BTN pun menyayangkan aksi tersebut karena merusak lingkungan kantor BTN serta mengganggu kenyamanan ruang publik bagi nasabah dan pegawai. Demo tersebut juga membuat rasa takut dan menutup jalan akses keluar masuk gedung.

Menurut Direktur Operations and Customer Experience BTN, Hakim Putratama, kasus sejumlah nasabah yang mengklaim dananya hilang bermula ketika mereka menempatkan dana di BTN melalui pegawai perseroan.

Kuasa Hukum BTN, Roni, menjelaskan bahwa pembukaan rekening oleh pegawai BTN tidak dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Para nasabah bahkan dijanjikan produk deposito dengan bunga 10 persen per bulan.

Setelah membukakan rekening nasabah, pegawai BTN yang kini sudah dipecat tersebut, tidak memberikan dokumen resmi sebagaimana harusnya, seperti buku tabungan maupun kartu ATM, kepada nasabah sehingga diduga kuat seluruh data nasabah yang terkumpul dimanfaatkan oleh oknum tersebut termasuk mengirimkan dana nasabah ke rekening pribadi mereka.

PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN menegaskan bahwa bank tidak pernah menyediakan produk deposito dengan suku bunga 10 persen per bulan atau 120 persen per tahun.

"Harus saya garis bawahi bahwa tidak ada produk tabungan ataupun simpanan yang bunganya 10 persen per bulan. Itu hal pertama yang harus kita pahami sama-sama untuk dijadikan edukasi kepada masyarakat," kata Direktur Operations and Customer Experience BTN Hakim Putratama di Kantor Pusat BTN, Jakarta, Rabu, 8 Mei 2024, menanggapi kasus sejumlah nasabah yang mengklaim dananya hilang di BTN hingga Rp7,5 miliar.

Berdasarkan informasi di halaman website BTN, suku bunga produk deposito BTN ritel rupiah yang ditawarkan kepada nasabah yaitu mulai dari 2,35 persen hingga 3,40 persen per tahun sesuai dengan strata saldo yang ditetapkan. Besaran suku bunga deposito tersebut efektif berlaku sejak 9 Juni 2023.

Adapun Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menetapkan tingkat suku bunga penjaminan simpanan rupiah di bank umum pada level 4,25 persen. Nilai yang dijamin LPS paling tinggi sebesar Rp2 miliar per nasabah per bank dengan syarat "3T" yaitu tercatat dalam pembukuan bank, tingkat bunga simpanan yang diterima nasabah tidak melebihi tingkat bunga yang ditetapkan LPS, dan tidak melakukan pidana yang merugikan bank.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Masuk ke Pengadilan

Menurut Hakim Putratama, pegawai bernama ASW dan SCP sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya sejak 6 Februari 2023. Pelaporan tersebut terkait tindak pidana penipuan dan penggelapan serta pemalsuan. Kedua oknum juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dan diberhentikan dari BTN.

"BTN menyatakan tidak ada dana nasabah yang raib atau hilang di BTN. Oknum pegawai terlibat sudah dikeluarkan dengan tidak hormat dan divonis hukuman oleh pihak berwenang," kata  Corporate Secretary BTN Ramon Armando melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Kamis, 2 Mei 2024.

Terkait kasus sejumlah nasabah yang sedang bergulir, BTN menegaskan bahwa pihaknya menghormati proses hukum serta membuka ruang bagi mereka untuk menempuh jalur hukum sehingga seluruh keputusan yang diambil berlandaskan hukum yang berlaku.

"Lalu terkait sekarang bank BTN dilaporkan kembali, ini pemahaman hukumnya sebenarnya adalah sama dengan laporan yang terdahulu. Sehingga dari kacamata hukum, ini adalah melanggar prinsip ne bis in idem namanya. Dua kali perkara yang sama diperiksa," kata Roni.

Hakim juga menegaskan bahwa nasabah semestinya wajib hadir pada saat pembukaan rekening. Nasabah memiliki hak untuk mendapatkan dokumen-dokumen resmi setelah pembukaan rekening.

Sebagai langkah pencegahan dan mitigasi agar peristiwa serupa tidak terjadi di kemudian hari, Hakim mengatakan bahwa BTN akan melengkapi prosedur pembukaan rekening nasabah dengan menggunakan teknologi fraud detection system.

"Kami juga tentunya bertanggung jawab untuk apapun yang terkait dengan nasabah kami, namun dalam hal ini kami juga perlu keputusan hukum terkait tindakan apa yang harus kami ambil terhadap kasus yang terjadi saat ini," kata Hakim.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejauh ini belum ada pernyataan dari pihak nasabah yang kehilangan Rp7,5 miliar.

Berikutnya: Kasus Lama yang Sejenis

-

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pernah meminta perbankan cepat menyelesaikan permasalahan terkait penyalahgunaan dana nasabah oleh kalangan internal karena menyangkut risiko reputasi menyusul terjadinya beberapa kasus dana nasabah bank raib.

“Kalau digelapkan dananya, kita tidak boleh menunggu sampai putusannya inkrah,” kata Deputi Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Sardjito dalam webinar Infobank di Jakarta, Jumat, 11 Desember 2020.

Dengan begitu, apabila internal bank menemukan kesalahan dari karyawan, maka perbankan itu harus segera membayar uang nasabah yang raib.

Bahkan, lanjut dia, dana nasabah yang raib akibat kriminal siber, apabila bank membayar uang nasabah itu, maka akan mengurangi risiko reputasi dan dinilai tidak akan mengganggu operasional perbankan. “Mungkin uangnya tidak seberapa, tidak mengganggu risiko operasional bank,” katanya.

OJK, lanjut dia, sudah mengatur perlindungan konsumen sektor jasa keuangan dalam Peraturan OJK 1/POJK.07/2013.

Dalam pasal 29 POJK itu menyebutkan pelaku usaha jasa keuangan wajib bertanggung jawab atas kerugian konsumen yang timbul akibat kesalahan dan atau kelalaian pengurus, pegawai, dan pelaku usaha jasa keuangan.

Sementara itu, Chairman Infobank Institute Eko B Supriyanto dalam kesempatan yang sama mengungkapkan kasus raibnya uang nasabah sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu mulai dari kasus paling menonjol melibatkan Malinda Dee hingga kasus terakhir yang menimpa atlet e-sport Winda Earl yang dananya raib senilai Rp 20 miliar.

Dalam penyelesaian kasus itu, ia menambahkan perbankan mengatasinya dengan cara yang berbeda. Di antaranya menenangkan nasabah yakni mengganti dana nasabah lebih dulu melalui escrow account.

Namun, lanjut dia, ada juga perbankan yang justru menunjukkan kepada publik perselisihan dengan nasabah. Padahal bank merupakan lembaga jasa keuangan yang tergantung kepercayaan masyarakat.

“Bank sendiri yang harus bereskan, kepercayaan akan datang. Tapi kalau berantem dulu, saya yakin itu adalah strategi yang menurut saya kurang elok bagi kepercayaan bank,” katanya.

ANTARA | RIRI RAHAYU | FEBRI ANGGA PALGUNA

Yudono Yanuar

Yudono Yanuar

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus