Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden terpilih Prabowo Subianto belum mengumumkan postur kabinetnya. Namun sejumlah pengamat memperkirakan kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran akan gemuk karena pasangan ini mencoba merangkul partai pesaing masuk dalam koalisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pekan lalu, Prabowo bertemu Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, yang dalam pilpres 2024 mendukung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar. Bahkan Muhaimin, yang Ketua Umum PKB, juga sudah menjalin komunikasi dengan Prabowo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Guru Besar Ilmu Politik sekaligus Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Muryanto Amin memperkirakan partai koalisi Prabowo-Gibran untuk bertambah tetap ada. "Kalau bicara soal kemungkinan itu tetap selalu ada ya. Kemungkinan untuk menjadi anggota koalisi itu kemungkinan selalu ada," kata Prof. Muryanto saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Selasa, 30 April 2024.
Pakar ekonomi Indef, Andry Satrio Nugroho, menilai kabinet koalisi yang besar merupakan indikasi akan lumpuhnya check and balances di parlemen. Diingatkan pula bahwa kemunduran demokrasi (backsliding democracy), antara lain, tercipta dari tiadanya resistensi parlemen terhadap segala kebijakan eksekutif.
Dukungan koalisi yang besar juga otomatis akan menciptakan kabinet yang besar dan membutuhkan ruang fiskal lebih besar pula.
Seberapa gemuk postur kabinet Prabowo-Gibran? Berikut ini bentuk kabinet dari masa Orde Baru sampai Kabinet Kerja Presiden Jokowi:
- Kabinet Pembangunan I (1968-1973), yang merupakan awal pemerintahan Presiden Soeharto, terdiri atas dua menteri koordinator (menko) dan 25 menteri atau total 27 orang.
- Kabinet Pembangunan II (1973-1978) masa pemerintahan Soeharto kedua terdiri atas dua menko dan 22 menteri plus menteri negara atau total 24 orang.
- Kabinet Pembangunan III (1978-1983) ada penambahan menteri koordinator menjadi tiga menko, 21 menteri/menneg, dan enam menteri muda dengan total 30 orang.
- Kabinet Pembangunan IV (1983-1988) makin gemuk dengan total 37 orang, terdiri atas tiga menko, 29 menteri/menneg, dan lima menteri muda.
- Kabinet Pembangunan V (1988-1993) bertambah satu menteri muda dengan total 38 orang, terdiri atas tiga menko, 29 menteri/menneg, dan enam menteri muda.
- Kabinet Pembangunan VI (1993-1998) ada penambahan satu menko menjadi empat menko dan 35 menteri/menneg. Pembantu Presiden yang berjumlah 39 orang ini, tapi tidak ada lagi jabatan menteri muda.
- Kabinet Pembangunan VII (1998) terjadi pengurangan jumlah menteri menjadi 30 orang dan empat menko sehingga totalnya 34 orang. Kabinet ini hanya bertahan beberapa bulan karena Presiden Soehatro lengser dan terjadi Reformasi Mei 1998.
- Kabinet Reformasi Pembangunan (Mei 1998-Oktober 1999). Wapres B.J. Habibie menjadi presiden setelah Soeharto mengundurkan diri.Kabinet beranggota 36 orang, yakni empat menko dan 32 menteri/menneg.
- Kabinet Persatuan Nasional (Oktober 1999 - Juli 2001). Presiden Abdurrahman Wahid mempunyai 34 menteri, terdiri atas tiga menko dan 31 menteri/menneg.
- Kabinet Gotong Royong (2001 - 2004). Presiden Megawati mempunyai 30 menteri, terdiri atas tiga menko dan 27 menteri/menneg.
- Kabinet Indonesia Bersatu I (2004 - 2009) Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono dibantu 35 menteri, terdiri atas empat menko dan 31 menteri/menneg.
- Kabinet Indonesia Bersatu II (2009-2014) Presiden SBY dibantu 51 orang dengan penambahan 17 wakil menteri (wamen). Jumlah menteri/menneg sama dengan periode sebelumnya (31 menteri). Namun, pada era kepemimpinan SBY ini jumlah menteri koordinator berkurang menjadi tiga menko.
- Kabinet Kerja (2014-2019) Presiden Jokowi dibantu 4 menko, 30 menteri/menneg, dan tiga wamen dengan total 37 menteri.
- Kabinet Indonesia Maju (2019-2024) Presiden Jokowi mempunyai 52 pembantu terdiri atas empat menko, 31 menteri/menneg, dan 17 wakil menteri.
ANTARA