Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Jadi Menteri Jokowi, Darmin: Gula dan Beras Paling Ruwet

Darmin menyebut komoditas gula, beras dan daging sulit dikendalikan.

19 Oktober 2019 | 06.00 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam peluncuran Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu, 9 Oktober 2019. Tempo/Hendartyo Hanggi
Perbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam peluncuran Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu, 9 Oktober 2019. Tempo/Hendartyo Hanggi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Koordinasi soal terkait beras, gula, dan daging menjadi yang paling menyibukkan Darmin Nasution selama 4 tahun menjadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Tiga komoditas tersebut merupakan persoalan yang paling ruwet, sehingga proses koordinasinya juga kerap membingungkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Yang paling ruwet persoalan kita karena macam-macam, satu beras. Kedua adalah gula, yang ketiga tadinya dua tahun pertama paling isu daging," kata Darmin di Jakarta, Jumat, 18 Oktober 2019.

Darmin kemudian merinci salah satu persoalan yang paling krusial bagi beras dan gula adalah persoalan data. Data antara kementrerian soal beberapa komoditas tersebut selalu berbeda-beda.

Padahal, untuk memecahkan persoalan mengenai beras misalnya, akurasi data sangat penting. Dengan ketidaksesuaian data antar kementerian, implikasinya bisa beragam bahkan bisa saja salah dalam mengambil kebijakan.

"Bayangkan kalau data tidak disepakati pasti kesimpulannya lain-lain. Sehingga yang satu bilang kurang, tapi di sini enggak di tempat sana tempatnya banyak," ujar Darmin.

BPS sebelumnya memastikan akan melakukan perbaikan metodologi perhitungan data produksi beras dengan metode kerangka sampel area.

Metode ini merupakan perhitungan luas panen, khususnya tanaman padi, dengan memanfaatkan teknologi citra satelit dan peta lahan baku sawah.

Untuk penyediaan data ini, BPS bekerja sama dengan BPPT, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Badan Informasi dan Geospasial serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.

Melalui metode ini, BPS mencatat luas panen padi Januari-Desember 2018 telah mencapai 10,9 juta hektare dengan potensi produksi padi sebesar 56,54 juta ton gabah kering giling atau setara 32,42 juta ton beras.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus