Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menanggapi pernyataan Presiden Jokowi soal potensi ekonomi digital di Indonesia. Di mana kepala negara mengatakan bahwa catatannya pada 2020 potensi ekonomi digital mencapai US$ 44 miliar, kemudian pada 2022 mencapai US$ 77 miliar, dan pada 2025 diperkirakan US$ 146 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, kata Nailul, klaim Jokowi itu berdasarkan laporan dari Google bersama Temasek dan Bain & Co yang merupakan data lama. “Data yang terbaru, tahun 2025 hanya US$ 130 miliar. Tahun 2030 pesimisnya ada di angka US$ 220 miliar. Optimisnya di angka US$ 360 miliar,” ujar dia saat dihubungi pada Jumat, 6 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nailul juga menjelaskan alasan pada 2030 dibagi menjadi dua, angka pesimistis dan optimistis. Karena, ada fenomena yang bisa membuat ekonomi digital melambat seperti tech winter (musik dingin sektor teknologi) dua tahun terakhir. “Saya rasa hingga akhir tahun akan sama posisinya,” tutur Nailul.
Jokowi mengungkap potensi ekonomi digital Indonesia saat memberikan arahan kepada Peserta Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XXIV dan Alumni Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXV Tahun 2023 Lembaga Ketahanan Nasional RI, di Istana Negara, 4 Oktober 2023 lalu. “Kalau kita lihat potensi ekonomi digital kita, di Indonesia saja besar sekali,” kata Jokowi dikutip dari siaran pers di website Sekretariat Kabinet.
Selain tahun 2025, Jokowi juga menyebutkan bahwa potensi ekonomi digital pada 2030 diperkirakan US$ 360 miliar, artinya Rp 5.000 triliun lebih. Itu, kata dia, dengan masih ada catatan, kalau yang namanya Digital Economy Framework Agreement di ASEAN ini bisa diselesaikan negosiasinya di tahun 2025 yang angkanya terakhir tadi, itu akan berlipat menjadi dua kali.
“Artinya, US$ 720 miliar. Kalau dirupiahkan Rp 11.250 triliun potensi ekonominya, sangat besar sekali,” tutur Jokowi.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengingatkan meskipun potensi ekonomi digital cukup besar, tapi harus tetap berhati-hati. Indonesia, Jokowi berujar, tidak boleh hanya menjadi pasar saja, tapi harus menjadi pemain. Namun, menyiapkan pemain-pemain ini memerlukan kerja keras karena waktunya dibatasi dan tidak mudah. “Kita tidak boleh hanya menjadi konsumen saja,” ucap dia.