Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

KADI Beberkan Panjang Lebar soal Kriteria Perusahaan Asing yang Bisa Dikenai Bea Masuk Anti Dumping

Kepada Tempo, Kepala KADI Danang Prasta Danial menjelaskan kriteria sebuah perusahaan asing bisa dikenai Bea Masuk Anti-dumping (BMAD).

12 Juli 2024 | 20.18 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua Komite Anti Dumping Indonesia, Danang Prasta Danial. Foto : Kemendag

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), Danang Prasta Danial, menjelaskan kriteria sebuah perusahaan asing bisa dikenai Bea Masuk Anti-dumping (BMAD). Kriteria itu secara global mengacu kepada aturan World Trade Organization (WTO).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Indonesia, pemerintah menerjemahkannya dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang Tindakan Anti-dumping Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Danang menjelaskan, dugaan dumping dilihat antara lain dari perbedaan harga jual komoditas di negara tujuan ekspor. Bila harga jual ke Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan harga jual ke negara lain yang jataknya kurang lebih sama, itu sudah menjadi indikasi adanya dumping.

Meski begitu, kata Danang, perbandingan tidak cukup dengan satu negara. Harus ada beberapa negara tujuan ekspor lain sebagai pembanding.

Danang mencontohkan, sebuah negara mengekspor produk ke Malaysia, Thailand, dan Vietnam seharga US$ 14. Begitu diselidiki, negara itu ternyata mengekspor produk yang sama ke Indonesia seharga hanya US$ 6. Kondisi itu merupakan indikasi adanya dumping.

Namun, KADI juga tak sembarangan merekomendasikan BMAD. Sebelum menginisasi penyelidikan, Danang mengatakan instasinya akan mengumpulkan data, baik harga dan volume impor maupun kondisi industri dalam negeri.

Menurut dia, harus ada bukti kausalitas antara dugaan dumping itu dengan kondisi industri. Untuk membuktikannya, ada sejumlah indikator yang digunakan KADI, antara lain pangsa pasar, produksi, dan kapasitas penjualan.

“Kalau sudah ada dua data itu (impor dan kondisi industri dalam negeri), nanti dilihat apakah ada hubungannya,” kata Danang, ditemui di kantornya di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Kamis, 11 Juli 2024.

Setelah terbukti ada kausalitas, Danang mengatakan baru KADI akan menghitung besaran bea masuk yang akan dikenakan. Menurut dia, penghitungan besaran bea masuk itu kompleks. Kepada Tempo, Danang menunjukkan sejumlah buku tebal. Buku itu merupakan acuan penghitungan dan penerapan anti dumping. “Harus benar-benar teliti,” kata dia.

Selama ini, Danang menyebut besaran bea masuk bervariasi. Dia membenarkan perusahaan yang tidak kooperatif dalam penyelidikan akan dikenai bea masuk yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan lain.

Bea masuk itu, dia mengatakan, bisa sampai 400 persen seperti berlaku di Amerika Serikat. Tapi menurut dia, berdasarkan penyelidikan KADI, pemerintah belum pernah menerapkan bea masuk sampai ratusan persen.

Bersama Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI), KADI disebut Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas tengah menyelidiki data impor. Bila KADI merekomendasikan BMAD, KPPI merekomendasikan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) kepada Menteri Perdagangan, yang berkoordinasi dengan kementerian-kementerian terkait. Bea masuk ini bertujuan memagari Indonesia dari banjir impor, terutama tekstil dan produk tekstil (TPT).

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus