Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kecelakaan Bus Putera Fajar di Subang, KNKT: Sopir Kurang Istirahat dan Kendaraan Tidak Layak Jalan

Kasus kecelakaan bus ilegal tidak bisa ditindaklanjuti oleh Kementerian Perhubungan.

15 Mei 2024 | 16.48 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kondisi bus Putera Fajar rombongan dari SMK Lingga Kencana Depok yang terlibat kecelakaan maut di Ciater, Subang, Jawa Barat, 11 Mei 2024. Untuk sementara, 10 penumpang bus dan seorang pengendara motor tewas dalam kecelakaan yang melibatkan sejumlah sepeda motor dan mobil tersebut. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi atau KNKT, Soerjanto Tjahjono mengatakan ada dua isu keselamatan yang menjadi sorotan di kasus kecelakaan bus pariwisata, yaitu kesehatan sopir dan kelayakan bus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teranyar, kecelakaan bus pariwisata terjadi di Ciater, Subang, Jawa Barat pada Sabtu, 11 Mei 2024. Bus Trans Putera Fajar yang mengangkut rombongan guru dan murid SMK Lingga Kencana Depok itu mengalami kecelakaan diduga rem blong.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia mengatakan bahwa secara umum sopir bus pariwisata berbeda dengan sopir bus reguler. Salah satunya tidak ada kewajiban mengejar setoran tiap harinya. 

Namun, katanya, dilihat dari cara kerjanya, baik antara sopir bus pariwisata dan sopir bus reguler praktis tidak memiliki perbedaan. "Masalah pengemudi memang enggak kejar setoran, tapi begitu sopir ada carteran dia akan kerja terus-terusan tanpa istirahat," katanya ketika ditemui di Gedung NTMC Polri, Jakarta, Rabu, 15 Mei 2024.

Selain itu, ia juga menyoroti ihwal kelayakan Bus Trans Putera Fajar yang tidak memiliki izin angkutan operasional. Adapun kasus kecelakaan bus ilegal ini tidak bisa ditindaklanjuti oleh Kementerian Perhubungan atau Kemenhub.

Penyebabnya karena bus yang tidak memiliki izin angkutan ini tidak masuk melalui terminal dan jembatan timbang. "Ya memang (enggak bisa ditindak). Makanya saya usulkan ke masyarakat agar sebelum menggunakan bus cek dulu di Mitra Darat, apakah laik dan terdaftar izinnya," ujarnya.

Karena itu, untuk mengantisipasi semakin bertambahnya kasus kecelakaan bus ini, Soerjanto mewanti-wanti kepada masyarakat supaya rutin mengecek soal status izin dan kelayakan operasional dari bus yang akan ditumpangi.

"Kalau cek dari kasat mata agak sulit. Itu kan aplikasinya gampang buat lihat status izin dan kelaikan bus," ucapnya.

Berdasarkan data dari Direktorat Lalu Lintas Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub, hingga November 2023 baru ada 62,26 persen atau 10.147 bus yang terdaftar di Sistem Perizinan Online Angkutan Darat dan Multimoda (Spionam). Sementara 37,74 persen atau 6.150 bus belum terdaftar di sistem alias angkutan liar.

Dihubungi di kesempatan lain, Pengamat Transportasi dari Masyarakat Tranportasi Indonesia atau MTI, Djoko Setijowarno mengatakan, bahwa waktu kerja, waktu istirahat, waktu libur, hingga tempat istirahat bagi sopir bus di Indonesia masih buruk. Djoko menjelaskan, belum ada regulasi yang melindungi keselamatan dan kesehatan pengemudi bus. 

"Sehingga performa mereka berisiko tinggi terhadap kelelahan dan bisa berujung pada micro sleep," ujarnya. Karena itu, ia menyarankan agar pemerintah memberikan imbauan kepada perusahaan otobus agar menyediakan setidaknya dua sopir ketika bertugas.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus