Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah pengusaha besar mulai membangun pabrik kendaraan listrik.
Moeldoko, Arsjad Rasjid, hingga keluarga Bakrie menyusun ekosistem kendaraan listrik.
Pasar bus dan truk listrik bakal bertumbuh pesat.
PT Mobil Anak Bangsa (MAB) mulai kebanjiran pesanan bus listrik dari pemerintah daerah dan perusahaan swasta beberapa bulan terakhir. Tahun ini, setidaknya ada 16 pesanan baru dari sejumlah perusahaan yang bakal digunakan untuk angkutan karyawan. “Ada juga dari perusahaan milik negara untuk pengadaan kendaraan listrik produk lokal,” kata Direktur Utama MAB Kelik Irwanto kepada Tempo, Selasa, 4 Juli lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tahun lalu, MAB mendapat pesanan dua bus listrik dari Pemerintah Kota Semarang. Bus listrik middle deck berkapasitas 45 penumpang itu, Kelik menjelaskan, menjadi sarana transportasi wisata di Semarang. Tahun ini, pesanan datang dari pulau seberang. “Sekarang kami menggarap pesanan dari pemerintah Makassar dan Bontang,” ujarnya. Selain menjadi angkutan wisata, bus listrik MAB, menurut Kelik, dipakai sebagai sarana transportasi sekolah. Bahkan ada salah satu bank yang memesan bus listrik untuk dijadikan kantor kas dan mesin kasir keliling.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MAB memiliki pabrik di Jalan Raya Demak-Kudus Kilometer 5, Babatan, Karanganyar, Jawa Tengah. Dulu pabrik ini milik perusahaan karoseri Nusantara Gemilang, yang berdiri pada 2011. Nusantara Gemilang adalah perusahaan manufaktur bodi kendaraan komersial yang didirikan perusahaan otobus Nusantara bersama Gemilang Coachwork asal Malaysia. MAB mengakuisisi Nusantara Gemilang pada 2019.
Tak hanya menggarap pesanan bus listrik, Kelik mengatakan, MAB akan menguji truk listrik pada Agustus mendatang. “Ini potensi pasarnya lebih besar dari bus,” ucapnya. Kelik yakin banyak industri yang bakal memesan truk listrik MAB sebagai sarana transportasi.
MAB adalah perusahaan yang didirikan oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Pada 2012, saat menjabat Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional, Moeldoko diajak rekannya dari Institut Teknologi Bandung serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi mendatangi pabrik baterai kendaraan listrik di Taiwan. “Sepulang dari sana, terpikir untuk membuat bus listrik,” tuturnya kepada Tempo di kantornya pada Rabu, 5 Juli lalu. Dia baru bisa menggarap rencana itu setelah pensiun dari jabatan Panglima Tentara Nasional Indonesia pada 2016.
Bus listrik Transjakarta yang beroperasi di Terminal Senen, Jakarta, Oktober 2022. Tempo/Tony Hartawan
Moeldoko menjelaskan alasannya lebih tertarik membuat bus ketimbang sepeda motor atau mobil listrik. “Jelas lebih murah daripada kendaraan penumpang,” ujarnya. MAB mulai membuat purwarupa dengan memanfaatkan sasis bus Mercedes-Benz yang dipotong dan dirancang ulang. Merasa sukses dengan model pertama, tim MAB membuat bus generasi kedua.
Pada 2019, bus buatan MAB dibeli oleh Mitsui, perusahaan Jepang. MAB menyerahkan bus listrik tipe MD 12E NF itu kepada PT Paiton Energy, operator pembangkit listrik Paiton di Jawa Timur yang sebagian sahamnya dikuasai Mitsui, pada November 2019. Pada 2020, MAB membuat bus listrik berteknologi automatic manual transmission yang diklaim bisa menghemat penggunaan daya listrik per kilometer.
MAB bukan satu-satunya perusahaan nasional yang membuat bus listrik. Grup Bakrie, melalui PT Bakrie Autoparts, mendirikan PT Vektor Mobiliti Indonesia (VKTR) pada 2018 bekerja sama dengan perusahaan asal Cina, BYD Auto Co Ltd. Keinginan memproduksi bus listrik berawal dari pengalaman Direktur Utama PT Bakrie & Brothers Tbk Anindya Bakrie saat berada di kampusnya, Stanford Graduate School of Business, California, Amerika Serikat. “Saat lari santai, tiba-tiba saya dikejutkan klakson bus yang ternyata sangat dekat dengan saya,” ucapnya pada Jumat, 7 Juli lalu.
Anindya heran lantaran selama berlari dia sama sekali tak mendengar suara bus. Rupanya, kendaraan itu adalah bus listrik milik kampus yang memang tak bersuara. Pengalaman itu, Anindya menambahkan, menjadi momen cinta pertamanya pada kendaraan listrik. “Saya harus membawa ini ke Tanah Air, berapa pun biayanya."
Pada akhir 2018, Anindya dan timnya mengimpor bus listrik BYD. Kongsi dengan grup Bakrie juga membukakan pintu buat BYD untuk menjual 30 bus listrik kepada PT Transportasi Jakarta atau Transjakarta yang dikelola operator PT Mayasari Bakti. Saat ini VKTR sudah mengimpor 52 bus buatan BYD. Direktur Utama VKTR Gilarsi Wahju Setijono mengatakan BYD sangat terbuka terhadap rancangan yang dikehendaki VKTR.
Menurut Gilarsi, meski saat ini busnya masih sepenuhnya diimpor, BYD mendukung rencana VKTR membangun pabrik di Indonesia. “Mereka akan mendukung dari sisi teknologi saat kami bilang akan memakai brand VKTR,” katanya pada Rabu, 5 Juli lalu. VKTR sudah merampungkan pembangunan pabrik perakitan kendaraan listrik di Magelang, Jawa Tengah. Gilarsi mengatakan produksinya dimulai pada Oktober mendatang.
Komisaris Utama VKTR Anindya Bakrie (kiri) bersama Direktur Utama VKTR Gilarsi Setijono (tengah), dan Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia Iman Rachman memantau layar pergerakan saham saat pencatatan perdana saham PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk (VKTR) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, 19 Juni 2023. Antara/Rivan Awal Lingga
Pembangunan pabrik itu berjalan beriringan dengan proses penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) VKTR di Bursa Efek Indonesia pada 19 Juni lalu. Dari aksi korporasi itu, VKTR mengantongi dana Rp 875 miliar yang digunakan untuk memperkuat belanja modal dan menambah modal kerja. Sebagian dana ditempatkan di Bakrie Autoparts. VKTR juga bakal memakai dana hasil IPO itu untuk penjualan truk listrik.
Gilarsi mengatakan truk bakal menjadi tumpuan besar VKTR karena pasarnya lebih besar. VKTR tengah membuat purwarupa truk bekerja sama dengan perusahaan Cina, Zhongtong dan Chery. Sedangkan perakitan bus listrik di Magelang, Gilarsi melanjutkan, baru berjalan sepenuhnya awal tahun depan. “Tahun ini sudah bisa merakit, tapi masih banyak proses yang belum lengkap."
•••
PARA tokoh dan perusahaan besar di Indonesia berlomba membangun pabrik kendaraan listrik demi mengejar peluang pasar yang sangat besar. Pemerintah menargetkan pada 2030 akan ada 2,2 juta mobil listrik, sebagian di antaranya bus dan truk, serta 13 juta sepeda motor listrik. Sepeda motor listrik, selain menyasar pengguna pribadi, bakal dipakai oleh lembaga negara hingga korporasi sehingga pasarnya kian masif.
Aktivitas di pabrik pembuatan bus listrik PT Mobil Anak Bangsa di Kudus, Jawa Tengah. Dok.MAB
Peluang ini yang dibidik oleh Electrum, perusahaan hasil perkongsian PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk dan PT TBS Energi Tbk. TBS Energi—dulu bernama Toba Bara Sejahtra—adalah perusahaan yang didirikan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Pada Jumat, 23 Juni lalu, Electrum memulai pembangunan pabrik sepeda motor listrik di atas lahan seluas 3 hektare di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Electrum menargetkan pabrik tersebut memproduksi 250 ribu sepeda motor listrik per line pada tahap awal. Pada tahap berikutnya, Electrum akan membuat 1 juta sepeda motor listrik, yang sebagian di antaranya bakal menjadi bagian dari armada Gojek.
Awal tahun lalu, Electrum melakukan uji coba tahap pertama penggunaan sepeda motor listrik oleh pengemudi Gojek. Sampai akhir tahun lalu, sudah ada 500 kendaraan yang diuji coba di kawasan Jakarta Selatan. Tahun ini, Gojek menargetkan 5.000 pengemudi memakai sepeda motor listrik. Dalam pengembangan bisnisnya, Electrum bermitra dengan Gogoro dari Taiwan, produsen sepeda motor Gesits, dan PT Pertamina (Persero). Gogoro menghadirkan teknologi penukaran baterai, sementara Pertamina menyediakan stasiun penukaran baterai listrik.
Perusahaan lain adalah Indika Energy. Melalui anak perusahaannya, PT Mitra Motor Group (MMG), Indika berkongsi dengan perusahaan asal Taiwan, Hon Hai Technology Group atau Foxconn. Foxconn melalui Foxteq Singapore Pte Ltd bekerja sama dengan MMG mendirikan perusahaan patungan PT Foxconn Indika Motor. Perusahaan ini bakal membangun pabrik kendaraan listrik komersial dan baterai.
Sebelum merencanakan produksi bus listrik, Indika memiliki pabrik sepeda motor listrik yang dioperasikan PT Ilectra Motor Group. Perusahaan ini membuat sepeda motor listrik merek Alva di kawasan Cikarang, dengan kapasitas produksi 100 ribu unit per tahun.
Direktur Utama Indika Energy Arsjad Rasjid mengatakan, setelah memulai produksi sepeda motor listrik, perseroan bakal mengembangkan bus dan baterai listrik. “Kami berharap Indonesia bisa menjadi salah satu negara pengembang ekosistem kendaraan dan baterai listrik dengan rantai pasokan yang lengkap dan bersaing,” ucapnya pada Jumat, 7 Juli lalu.
Pada April lalu, Indika Energy menandatangani nota kesepahaman dengan Daeyoung Chaevi, perusahaan pengisian daya kendaraan listrik. Keduanya berkomitmen mengembangkan infrastruktur kendaraan listrik dengan menghadirkan pengisi daya cepat dan ultracepat untuk kendaraan listrik roda empat dan bus. Sebulan kemudian, kesepakatan anyar diteken dengan KB Bukopin. Bank ini memberi dukungan pendanaan kepada Indika Energy untuk membangun kendaraan listrik dan ekosistemnya.
•••
MASUKNYA para saudagar besar ke industri kendaraan listrik sejalan dengan rencana pemerintah menggelar transisi energi dan mencapai nol emisi karbon di sektor transportasi. Apalagi sebagian dari mereka, seperti grup Indika dan Bakrie, adalah pemain besar industri tambang batu bara yang kini berupaya masuk ke bisnis berbasis energi bersih seperti kendaraan listrik.
Untuk mendorong pasar kendaraan listrik, tahun ini pemerintah menerbitkan aturan mengenai subsidi dan insentif fiskal bagi kendaraan listrik. Pembeli sepeda motor listrik mendapat subsidi Rp 7 juta per unit, sementara untuk mobil listrik ada diskon pajak pertambahan nilai dari 11 persen menjadi hanya 1 persen. Kebijakan ini berlaku untuk kendaraan listrik dengan tingkat kandungan lokal 40 persen.
Pengembangan ekosistem kendaraan listrik terus berjalan, khususnya untuk mengembangkan produksi baterai selaku komponen utama kendaraan listrik. Upaya terbaru dilakukan oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang meneken perjanjian dengan pemerintah Australia mengenai kemitraan pasokan mineral untuk menopang industri baterai dan kendaraan listrik. Kesepakatan itu terbuhul dalam rencana aksi periode 2023-2025.
Australia bakal menjadi pemasok litium, sementara Indonesia menyuplai nikel ke Negeri Kanguru. Dua materi ini adalah komponen utama produksi kendaraan listrik. Indonesia bakal menjadi pusat pengolahan baterai karena memiliki cadangan nikel berlimpah. Sedangkan bahan baku litium dipasok oleh Australia.
Menurut Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, pasar kendaraan listrik mulai terbentuk seiring dengan terbitnya regulasi tentang insentif dan makin berkembangnya ekosistem industri ini. Moeldoko, yang mendirikan perusahaan pembuat bus listrik Mobil Anak Bangsa, mengatakan industri ini sulit berkembang manakala pemerintah belum merilis regulasi pendukung. “Kami berdarah-darah membangun industri ini sekian lama karena belum ada kepastian,” tuturnya.
Moeldoko di Kantor Kepala Staf Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, 6 Juli 2023. Tempo/Subekti
Moeldoko kini menjabat Ketua Umum Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo) yang beranggotakan sejumlah perusahaan. Periklindo menaungi produsen mobil, bus, dan sepeda motor listrik serta industri pendukungnya. Anggotanya antara lain Wuling Motors, DFSK, Benelli, Keeway, ABC Lithium, Smoot, dan Aeon Credit Service.
Selain Periklindo yang terbentuk pada 2021, ada Asosiasi Ekosistem Mobilitas Listrik (AEML) yang berdiri pada awal Juni lalu. AEML juga menjadi wadah produsen kendaraan dan industri pendukungnya, seperti PT Adaro Power, PT Pertamina Power Indonesia, PT Wika Industri Manufaktur, PT Swap Energi Indonesia, dan PT GoTo Gojek Tokopedia.
Para anggota asosiasi, menurut Sekretaris Jenderal AEML Rian Ernest Tanudjaja, menyadari perlunya upaya kolektif untuk mendorong adopsi kendaraan listrik di Indonesia. “Produksi tanpa diimbangi pengembangan infrastruktur tidak akan memicu adopsi kendaraan listrik di Indonesia,” katanya. Kerja-kerja kolektif ini, menurut Rian, bisa mendorong pertumbuhan ekonomi yang salah satunya berasal dari pengolahan mineral seperti nikel untuk produksi baterai. “Proses ini membuka lapangan kerja dan mendorong riset."
Meski begitu, masuknya pengusaha besar dan pejabat negara ke bisnis kendaraan listrik memicu sentimen negatif. Apalagi produsen kendaraan listrik dibantu pemerintah melalui insentif seperti subsidi dan diskon pajak. Ketua Umum Kadin dan Direktur Utama Indika Energy, Arsjad Rasjid, membantah anggapan ini. Menurut dia, sejauh ini regulasi yang diterbitkan pemerintah cukup adil. "Peraturan ini kan tidak membatasi siapa yang boleh membuat kendaraan listrik. Siapa pun yang berani, silakan, tapi tidak semua berani," ucapnya saat ditemui di kantornya pada Rabu, 21 Juni lalu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tarung Pabrik Kendaraan Listrik"