Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Kisah Saham Trada Alam Minera yang Diduga Bikin Jiwasraya Tekor

Saham gorengan TRAM inilah yang membuat investasi Jiwasraya gagal.

6 Januari 2020 | 05.58 WIB

Kantor Pusat Asuransi Jiwasraya. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Kantor Pusat Asuransi Jiwasraya. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kasus gagal bayar Asuransi Jiwasraya kini juga menyeret pihak swasta. Presiden Komisaris  PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat menjadi satu dari sepuluh orang yang dicegah bepergian ke luar negeri lantaran terkait dengan kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Dilansir dari Laporan Majalah Tempo, Heru terseret dalam pusaran kasus Jiwasraya lantaran perusahaan asuransi pelat merah itu banyak berinvestasi di produk keuangan berisiko tinggi. Investasi untuk mengejar pasokan likuiditas pada awal 2014 itu salah satunya dilakukan dengan membeli saham dan reksa dana saham TRAM.

“Ini dilakukan di pasar negosiasi melalui manajer investasi,” ujar Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko dalam diskusi dengan wartawan di Kemang, Jakarta, Jumat, 27 Desember 2019.

Berdasarkan laporan kepemilikan efek di atas 5 persen yang dirilis PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Jiwasraya mengantongi 5,37 persen saham TRAM dengan total investasi sekitar Rp 760 miliar pada Mei 2013. Harga saham TRAM saat itu masih berkisar Rp 1.300 per lembar. Kemudian, per 7 April 2014, laporan KSEI menyatakan kepemilikan Jiwasraya atas saham TRAM naik menjadi 5,87 persen atau senilai Rp 571,4 miliar.

Saham TRAM pernah berada di posisi tertinggi Rp 1.885 pada Mei 2014. Tapi saat itu sebetulnya perusahaan pelayaran yang dulu bernama PT Trada Maritime tersebut belum terlepas dari utang seusai kebakaran tanker FSO Lentera pada 2011. Peristiwa itu menurunkan aset tetap perusahaan sepanjang 2012-2014. Tak lama berselang, pada 6 Juni 2014, Bursa Efek Indonesia menghentikan perdagangan saham TRAM untuk mencegah transaksi tidak wajar setelah munculnya kabar penyelundupan minyak oleh kapal TRAM.

Seorang pejabat Bursa Efek Indonesia yang mengetahui suspensi ini mengungkapkan, perusahaan yang dikendalikan Heru Hidayat itu terlambat memberikan informasi keterbukaan kepada publik. Suspensi kembali dilakukan hingga November menyusul pemberitaan gagal bayar utang. Rasio utang terhadap modal perusahaan menyentuh 211 persen dari sebelumnya 150 persen. Harga saham TRAM terjun bebas hingga mencapai Rp 248 per lembar per 1 Desember 2014. Investasi Jiwasraya terjebak di dalamnya.

Pejabat otoritas pasar modal itu mengatakan, karena tak bisa menjual investasinya lantaran akan merugikan negara (cut loss), Jiwasraya melepas saham tersebut di pasar negosiasi. Belakangan, kepemilikan saham malah ditukar dengan reksa dana saham TRAM. “TRAM cari cara untuk tetap punya likuiditas, Jiwasraya aman, yang penting dapat kickback di awal,” tuturnya.

Namun Dewan Komisaris Jiwasraya sempat mencium dampak investasi Jiwasraya di TRAM itu. Dari laporan tahunan Jiwasraya 2014, tercatat agenda tiga komisaris menggelar rapat pembahasan masalah saham TRAM pada Selasa, 18 November 2014. Djonny, yang hadir dalam persamuhan itu, menyebutkan pembahasan dilakukan bersama OJK. “Akhirnya saham TRAM dijual,” ucap Djonny.

Berkali-kali saham TRAM memang masuk deretan top losers alias saham kacangan. Sejak 2015, harga sahamnya selalu di bawah Rp 400 hingga saat ini menyentuh Rp 50 per lembar. Menurut Hexana, manajemen lawas memang kerap membeli saham gorengan alias saham dengan potensi imbal hasil tinggi tapi berisiko. “Ketika market jatuh, dia belum tentu bisa naik lagi,” kata mantan bos PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk itu.

Hal serupa dilakoni ketika Jiwasraya sempat mengantongi 49,26 persen saham PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP), yang juga dimiliki Heru Hidayat. Audit Badan Pemeriksa Keuangan menemukan adanya permainan harga dalam transaksi saham IIKP pada akhir 2015 yang berpotensi menguntungkan Jiwasraya tapi belum tentu dapat dicairkan. “Karena kinerja IIKP kurang baik dan likuiditasnya rendah,” demikian tertulis dalam laporan BPK 2016.

Saat dimintai konfirmasi mengenai investasi Jiwasraya di perusahaannya, Heru menolak berbicara panjang lantaran belum menunjuk kuasa hukum.

Hingga September 2019, masih terdapat 37 persen investasi Jiwasraya senilai Rp 8,1 triliun di 26 saham dan 107 reksa dana saham. Beberapa saham yang tidak bisa dijual berada di PT PP Properti Tbk dan PT Semen Baturaja (Persero) Tbk. Sedangkan reksa dana saham yang boncos tersebar di PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk (JGLE), PT Pool Advista Finance Tbk (POLA), PT Prima Cakrawala Abadi Tbk (PCAR), PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP), dan PT Trada Alam Minera Tbk.

Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan Jiwasraya dapat merugi lantaran adanya potensi gagal bayar pembelian investasi surat jangka menengah PT Hanson International Tbk senilai Rp 680 miliar. Jiwasraya menjadi investor terbesar yang menyerap surat yang diterbitkan perusahaan milik Benny Tjokrosaputro itu. Investasi ini dinilai tak memperhatikan aspek likuiditas Jiwasraya dan kinerja MYRX yang sedang memburuk.

 

CAESAR AKBAR | PUTRI ADITYOWATI | MBM TEMPO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus