Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mempermudah izin ekspor untuk jenis ikan appendix seperti arowana dan kuda laut. Hal itu dilakukan usai rapat Koordinasi tentang Pembahasan Otoritas Pengelola Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) untuk Jenis Ikan yang dipimpin oleh Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rapat itu memutuskan Otoritas Pengelola CITES untuk Jenis Ikan secara resmi dialihkan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ke KKP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menegaskan salah satu tujuan pemisahan Otoritas Pengelola (Management Authority/MA) jenis ikan dilakukan untuk mempercepat proses perizinan pemanfaatan jenis-jenis ikan yang masuk dalam daftar Appendiks CITES.
"Saat ini, untuk mengekspor jenis-jenis ikan yang masuk dalam daftar Appendiks CITES, seperti kuda laut dan ikan arwana, pelaku usaha perikanan membutuhkan perizinan yang diterbitan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan KKP, sehingga proses perizinan menjadi lebih panjang dan menghambat ekspor perikanan,” kata Edhy dalam keterangan tertulis, Jumat, 1 Mei 2020.
Ke depan, Indonesia akan memiliki dua Otoritas Pengelola MA CITES yaitu sesuai PP No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar oleh KLHK sebagai MA CITES untuk Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar dan PP No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan yang menetapkan KKP sebagai MA CITES untuk Jenis Ikan.
Proses pengelolaan sumber daya ikan mencakup mata rantai proses dari hulu sampai ke hilir, dimulai dari pengaturan kapal dan alat tangkap, pengaturan daerah penangkapan, penerapan standar budidaya perikanan, pendaratan dan pencatatan hasil perikanan di pelabuhan, penerapan standar mutu pengolahan ikan, pemberdayaan/ pembinaan dan pengawasan kegiatan nelayan dan pembudidaya ikan serta penerapan dilakukan oleh KKP.
Edhy mengatakan proses pemisahan MA CITES ini pada dasarnya merupakan hal yang biasa sebagai implikasi terbentuknya KKP yang salah satu fungsi utamanya adalah mengelola sumber daya ikan, termasuk dalam konteks pelaksanaan CITES, sehingga beberapa urusan yang sebelum adanya KKP dilakukan oleh KLHK saat ini menjadi tanggung jawab dan kewenangan KKP.
Ketentuan Konvensi CITES memperbolehkan setiap negara untuk menetapkan satu atau lebih MA dan satu atau lebih Scientific Authority/SA, sehingga pemisahan MA ini sejalan dengan ketentuan Konvensi CITES.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Aryo Hanggono menerangkan bahwa dalam rangka pelaksanaan mandat sebagai MA CITES jenis ikan, KKP telah menerbitkan aturan pelaksanaannya melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 61 tahun 2018 tentang Pemanfaatan Jenis Ikan yang Dilindungi dan/atau yang tercantum dalam Appendiks CITES.
Menurut Aryo, dengan diputuskannya Otoritas Pengelola CITES untuk Jenis Ikan ke KKP maka KKP akan terus memperkuat aspek kelembagaan, pengawasan, dan karantina termasuk penguatan aspek budidaya khususnya untuk Ikan Arwana juga Ikan Napoleon.
“Kita (Ditjen PRL) tidak sendiri dalam menjalankan mandat CITES ini, kita berbagi tugas dan didukung oleh unit kerja lainnya, seperti aspek karantina, budidaya, pengawasan, tangkap akan menjadi satu kesatuan dalam pelaksanaannya ke depan,” ujar dia.
Dia mengatakan kesiapan KKP sebagai MA telah ditunjukkan melalui pelayanan perizinan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen PRL yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia untuk memastikan bahwa jenis-jenis ikan ekspor sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang konservasi jenis ikan.