Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kompensasi Tumpahan Minyak, Pertamina Anggarkan Rp 18,45 Miliar

PT Pertamina (Persero) akan menyelesaikan pembayaran kompensasi tahap awal kepada masyarakat terdampak tumpahan minyak

21 September 2019 | 06.02 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga melintas di sekitar tambak ikan yang terdampak tumpahan minyak mentah di Desa Cemarajaya, Cibuaya, Karawang, Jawa Barat, Jumat, 30 Agustus 2019. Akibat pasangnya air laut, tumpahan minyak mentah di laut utara Karawang terbawa arus sampai ke tambak ikan milik warga yang dekat dengan bibir pantai. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) akan menyelesaikan pembayaran kompensasi tahap awal kepada masyarakat terdampak tumpahan minyak dari anjungan YYA-1 di Blok Offshore North West Java (ONWJ) pada akhir September. Total dana yang disiapkan perusahaan mencapai Rp 18,45 miliar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Tim Penanganan Dampak Eksternal Pertamina Hulu Energi ONWJ Rifki Efendy mengatakan pembayaran kompensasi telah dimulai sejak 11 September lalu. Hingga 19 September, dana kompensasi telah disalurkan kepada 2.401 masyarakat terdampak dari total 10.271 orang yang telah terverifikasi. Penyaluran didahulukan untuk warga Kabupaten Karawang. Rencananya warga Bekasi dan Kepulauan Seribu akan mendapatkan kompensasi mulai pekan depan.

Setiap orang terdampak mendapat jatah Rp 900 ribu per bulan. Pertamina menganggarkan dana kompensasi untuk dua bulan sesuai lamanya tumpahan minyak berlangsung. "Besarannya ditetapkan berdasarkan hasil koordinasi yang dikonsultasikan ke Tim Kejaksaan Agung, BPKP, KKP, KLHK, SKK Migas, MUI Jabar, dan kepala dinas di tujuh kabupaten dan kota," kata Rifki, Jumat 20 September 2019.

Dana tersebut disalurkan melalui bank himbara. Mandiri misalnya telah membuka 3000 rekening untuk penyaluran dana ini. "Penerima dapat langsung ke cabang Mandiri yang ditunjuk untuk mengakses dana tersebut," ujar Corporate Secretary Bank Mandiri Rohan Nafas.

Sementara untuk ganti rugi seluruh dampak tumpahan minyak, Rifky menyatakan pihaknya masih menunggu hasil perhitungan final dari pemerintah. Salah satu variabel dalam perhitungan itu adalah lamanya tumpahan minyak. Saat ini tumpahan minyak masih terjadi, Pertamina menargetkan mampu menutup sumber tumpahan paling lama awal Oktober mendatang. Perusahaan juga harus mempertimbangkan lokasi terdampak lantaran paparan tiap daerah tak sama.

Variablel lain yang menjadi pertimbangan adalah profesi warga terdampak. Rifky mencontohkan, ada beberapa kategori profesi warga terdampak, mulai dari nelayan, petambak, hingga pelaku wisata bahari. Tiap kategori terdampak secara berbeda.

Untuk petambak misalnya, besarnya kompensasi akan beragam sesuai luasnya tampak yang mereka miliki. "Kami sedang rumuskan per kategori ini," katanya.

Selain itu Pertamina masih memverifikasi ulang sejumlah data penduduk terdampak. Tim di lapangan menemukan penggunaan satu nomor induk yang sama untuk beberapa orang. Rifky menyatakan pemerintah daerah juga masih perlu mengeluarkan surat keputusan penetapan masyarakat terdampak.

Setelah total kerugian berhasil ditetapkan, Pertamina akan kembali menyalurkan kompensasi. "Dana yang sudah diberikan di tahap awal akan menjadi pengurang total kompensasi yang diberikan," ujar Rifky.

Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Arifsyah Nasution meminta Pertamina terbuka mengenai formula ganti rugi tahap awal. Publik, menurut dia, perlu mengetahui asal angka kompensasi tersebut. "Kami menilai seharusnya UMR dijadikan patokan dan tidak dijadikan batas maksimum," ujarnya.

Arif juga mengingatkan Pertamina untuk mengganti rugi seluruh kerusakan lingkungan yang disebabkan tumpahan minyak ini. Dia menyatakan dampaknya membunuh tanaman dan biota laut.

Selain itu, pasir di pesisir berkurang banyak menimbulkan potensi abrasi. Pasar itu harus diangkut pertamina untuk membersihkan minyak yang terbawa arus ke daratan. "Pemerintah harus menghitung juga berapa pasir yang hilang," kata dia.

Anjungan YYA-1 bocor sejak Juli 2019. Pertamina masih menginvestigasi penyebab bocornya sumur di anjungan tersebut. Direktur Hulu Pertamina Dharmawan Samsu mengatakan pihaknya saat ini masih berfokus pada penutupan sumur untuk menghentikan tumpahan minyak. "Setelah itu kami akan mulai investigasi secara komprehensif," ujar dia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus