Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setelah Presiden Jokowi memberikan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada ormas keagamaan pada 2024, kini giliran DPR melalui pengesahan RUU Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara sebagai inisiatif DPR, 'menghadiahkan' hak kelola tambang kepada perguruan tinggi dan UMKM.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DPR menggelar rapat paripurna kedua pada masa persidangan 2025, Kamis, 23 Januari 2025 untuk menetapkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba) menjadi usul inisiatif DPR RI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di dalam RUU tersebut, antara lain disebutkan tentang pemberian IUP kepada kampus perguruan tinggi dan UMKM.
Rencana pemberian IUP kepada kampus dinilai Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) akan melemahkan independensi perguruan tinggi. Karena itu mereka meminta DPR RI tidak melanjutkan wacana tersebut.
Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Walhi Mukri Friyatna ketika dihubungi oleh ANTARA dari Jakarta, Jumat, 24 Januari 2025, mengingatkan universitas bukanlah badan hukum yang fokus utamanya mendapatkan keuntungan semata tapi seharusnya berperan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menyiapkan generasi yang cerdas, handal dan berprestasi.
"Biarlah kampus tetap independen, jangan dirusak. Memasukkan perguruan tinggi sebagai pengelola tambang sama dengan menjerumuskan dan melemahkan kemerdekaan itu sendiri," katanya.
"Untuk itu dengan segala hormat, Walhi mendesak kepada semua wakil rakyat di DPR RI untuk segera menggugurkan rencana tersebut," katanya.
Dia mengatakan perguruan tinggi seharusnya merupakan tempat banyak orang bertanya dan mencari jawaban. Tanpa independensi, menurutnya, maka kemampuan sebuah universitas untuk netral atau bahkan mengeluarkan opini yang jernih dapat terpengaruh.
Dia berpendapat bahwa selama ini universitas tetap mampu tumbuh dan berkembang serta menghasilkan prestasi tanpa adanya campur tangan tambang.
"Tambang, apapun ceritanya, tetaplah menghasilkan kerusakan dan pencemaran lingkungan. Kami tidak rela jika kampus harus dibenturkan dengan rakyat atas dampak negatif tambang, jika mereka diberikan hak mengelola tambang," kata Mukri Friyatna.
Unair Sambut Baik, Unand Pikir-pikir
Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof Dr Mohammad Nasih menyambut baik wacana pemerintah memberikan izin konsesi tambang untuk perguruan tinggi.
"Kalau kemudian niatan baik ini direalisasikan, tentu dengan berbagai macam syarat, kami juga akan menyambut dengan baik," katanya di Surabaya, Sabtu, 25 Januari 2025.
Nasih mengatakan bisnis tambang bukanlah urusan yang mudah. Terlebih, jika tempat untuk mengelola tambang terpencil, akan lebih sulit.
Sehingga, menurutnya, di tahap awal mengelola tambang, bisa saja perguruan tinggi belum bisa menghasilkan keuntungan atas bisnis tersebut.
"Tidak ada bisnis yang langsung tiba-tiba untung, pasti tidak ada. Paling tidak, diperlukan 3-4 tahun baru untung. Itu pun kalau kondisinya dalam tanda kutip ya, kandungan tambang dan lain-lainnya itu masih normal," ucapnya.
Melihat izin konsesi tambang yang diterima oleh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, ia mengatakan bahwa tambang yang didapat adalah bekas atau yang sudah ditinggalkan oleh pengelola pendahulunya.
Kondisi tersebut, kata dia, juga harus menjadi perhatian, termasuk harus ada identifikasi lebih lanjut mengenai bagaimana hasil dari pertambangannya hingga urusan konservasinya.
"Apa iya yang di dalam itu masih ada tambangnya atau tidak? Tidak ada yang tahu kan? Kalaupun ada jaraknya sudah di mana? Yang dekat-dekat dengan kota, yang di permukaan-permukaan udah habis. Kemudian, diperlukan penggalian yang sangat dalam lagi, yang itu investasinya mesti sangat-sangat besar," ucapnya.
Tetapi, lanjut dia, kalau nanti diidentifikasi itu benar-benar bisa memberikan manfaat, karena tujuannya adalah untuk meringankan PTN, tentu akan disambut baik.
Universitas Andalas (Unand) Padang masih mengkaji secara komprehensif kemungkinan perguruan tinggi negeri itu terlibat atau tidak dalam mengelola tambang di tanah air.
"Jika nantinya universitas diberikan kesempatan mengelola tambang tentu Unand akan menilai dulu track record yang kami miliki," kata Rektor Unand Efa Yonnedi di Padang, Sabtu.
Sebab, kata Rektor Unand, untuk mengelola sebuah konsesi pertambangan sebagaimana yang termuat dalam revisi Undang-Undang tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba), butuh kesiapan dan kecakapan dari segala aspek. Apalagi, selama ini perguruan tinggi, termasuk Unand hanya fokus kepada ranah pendidikan dan riset nasional atau sama sekali tidak pernah terlibat dalam pengelolaan tambang.
"Tentu kita harus memahami seluruh aspek mulai dari pengelolaan lingkungan, sumber daya manusia dan lain sebagainya," ujar eks Konsultan Bank Dunia tersebut.
Tidak hanya itu, Efa juga masih mempertimbangkan lebih jauh apakah nantinya betul-betul terlibat atau tidak dalam pengelolaan tambang di Indonesia. Sebab, kampus tertua di luar Jawa itu khawatir langkah ini bisa membuka peluang konflik kepentingan.
"Konflik kepentingan ini harus dihindari ketika kita masuk ke situ dengan cara menerapkan azas good government," tegas dia.
ESDM: Kampus yang Punya Prodi Pertambangan
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengtakan, Kementerian ESDM akan melihat apakah perguruan tinggi yang akan mendapat IUP memiliki program studi yang berhubungan dengan pertambangan.
Meskipun demikian, Yuliot menegaskan bahwa yang nantinya menentukan kriteria tersebut adalah DPR, sebelum dibahas bersama dengan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM.
“Karena ini inisiasi dari DPR. Ya, nanti kami bicara dulu dengan DPR,” ucap Yuliot.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merekomendasikan perguruan tinggi untuk diberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi untuk mencari di mana dan berapa besar jumlah cadangan di wilayah tersebut.
Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Julian Ambassadur Shiddiq memperingatkan bahwa mengelola lahan tambang bukanlah sesuatu yang mudah. Mengelola tambang merupakan kegiatan yang memakan biaya besar.
Oleh karena itu, Julian mengatakan para calon penerima, baik yang berasal dari ormas keagamaan maupun perguruan tinggi, perlu diberikan pemahaman dari awal bahwa tambang bukan barang murah.
“Walaupun nanti ditawarkan, jangan sampai tidak bisa menyelesaikan pekerjaannya dan uang malah hilang,” kata Julian.