Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Boyolali - Program makan bergizi gratis Presiden Prabowo Subianto telah hampir satu bulan berjalan. Pendiri Wong Solo Grup, Puspo Wardoyo, yang membangun dua dapur satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) Gagaksipat di Desa Gagaksipat, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, telah membangun satu dapur lagi di daerah Gentan, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi selain dua dapur di Gagaksipat, saya juga bangun di daerah Gentan (Kabupaten Sukoharjo)," ungkap Puspo saat berbincang dengan Tempo di kediamannya di Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu, 25 Januari 2025 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Puspo memastikan ia akan membangun SPPG di semua daerah di Indonesia yang terdapat restoran miliknya. Saat ini restoran milik Puspo ada lebih dari 260 outlet yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Bahkan pihaknya berharap SPPG yang didirikannya nanti bisa menjadi percontohan.
"Iya, keinginan saya seperti itu (membangun dapur SPPG). Inginnya saya bisa di semua (di semua daerah yang terdapat restoran Wong Solo Group)," katanya.
Dengan pengalamannya selama puluhan tahun di bisnis kuliner, ia berani menjamin SPPG yang akan dibangunnya bisa mendukung program pemerintah dengan menyajikan menu makanan yang enak dan pengelolaan yang tersistem dan profesional.
"Selain rasanya yang enak, pengiriman tepat waktu, tidak ada permasalahan," katanya.
Puspo pun mengungkapkan latar belakang pendirian SPPG Gagaksipat untuk program makan bergizi gratis, merupakan inisiatif pribadi. Awalnya, pihaknya bukan merupakan salah satu yang ditunjuk pemerintah untuk menjadi mitra Badan Gizi Nasional (BGN) dalam program makan bergizi gratis tersebut.
"Kalau yang (SPPG) lain kan ditunjuk. Kalau saya memang inisiatif dari saya. Utamanya karena saya ingin mendukung program makan bergizi gratis Pak Presiden ini," ungkapnya.
Selain itu, dari kaca mata pelaku usaha, ia pun melihat peluang bisnis dalam program tersebut. Sebelum mulai membangun dapur SPPG Gagaksipat dulu, Puspo memulai langkahnya berburu informasi seputar program makan bergizi gratis, termasuk cara menjadi mitra, pembangunan dapur SPPG, dan sebagainya. Hingga akhirnya bisa bertemu dengan Kepala BGN, Dadan Hindayana.
"Kami awalnya mencari-cari tahu, informasi seputar program makan bergizi. Sebelum tanggal 6 Januari itu akhirnya bisa ketemu dengan Pak Dadan, kemudian kata beliau silakan membuat (dapur SPPG)," katanya.
Selain mendapatkan informasi, Puspo mengatakan juga diundang untuk melakukan studi banding pembuatan beberapa dapur SPPG misalnya di Hambalang, Bogor, dan Boyolali.
"Saya pelajari, saya hitung dari bangunan (1 dapur) sekitar Rp 1,2 miliar, lalu peralatan, Rp 2,7 miliar, kemudian mobil 4, dan lain-lain, jadi Rp 3,2 miliar," tutur dia.
Pihaknya pun menganggarkan Rp 6,6 miliar untuk pembangunan dua SPPG, dijadikan satu. Lantaran program makan bergizi gratis dimulai 6 Januari 2025, Puspo mengatakan pihaknya didorong oleh BGN untuk membangun dapur SPPG agar bisa langsung beroperasi bersamaan dengan dimulainya program itu.
"Kami waktu itu hanya punya waktu dua minggu. Sehingga untuk mengerjakan dapur agar bisa tepat waktu saya kerahkan sekitar 300 pekerja untuk satu outlet (dapur) dengan tiga shift, pagi, sore, dan malam sehingga dapur selesai tepat waktu dan tanggal 6 Januari bisa jalan," kata dia.
Meskipun sudah mempelajari desain dapur sesuai standar BGN, Puspo mengakui dapur yang ia dirikan tidak lantas 100 persen mengacu pada desain BGN tersebut. Jika dapur standar BGN dirancang untuk memproduksi 3 ribu porsi makan bergizi gratis, Puspo mengatakan pihaknya justru membuat dapurnya bisa memproduksi hingga 6 ribu porsi.
Namun, ia memastikan satu dapur ditunjang dengan fasilitas dan peralatan dua kali lipat dari dapur SPPG standar BGN sehingga memadai untuk memproduksi hingga 6 ribu porsi makan bergizi. Adapun dari data yang diperoleh, jumlah siswa di sekitar lokasi dapur SPPG tersebut ada 16.000-an anak dari jenjang TK hingga SMA/SMK.
"Sebab dari perhitungan bisnis, dari investasi dan perkiraan balik modal, saya perhitungkan, kalau hanya 3 ribu porsi balik modal lama karena biaya operasional tinggi, hasil omzet akan kecil, sehingga saya putuskan untuk satu dapurnya bisa 6 ribu porsi. Sehingga untuk SPPG saya buat dua dapur, sehingga bisa memproduksi hingga 12 ribu porsi," katanya.
Menurutnya, lokasi dapur SPPG yang dipilihnya tergolong kawasan strategis karena didukung pasar yang bagus.
"Pertama dari pemasok dan bahan baku yang mudah diperoleh, lalu pasar juga gemuk karena di sekitar SPPG banyak sekolah," katanya.
Ia memprioritaskan pemasok bahan baku dari petani-petani atau warga kampung sekitar dapur SPPG seperti tahu, tempe, Ikan lele, sayuran, ayam, hingga beras. Kemudian untuk operasional dapur pun ia merekrut tenaga kerja dari lingkungan sekitarnya.
"Pertama untuk cari bahan baku di kampung sekitar mudah. Pasar juga enak, sekolah gemuk. Di sini kan untuk dapat sekolah gampang, supplier jg dekat. Sehingga tidak perlu gudang. Bisa datang atau ambil. Di Gentan juga gitu. Untuk karyawan di SPPG Gagaksipat ada sekitar 80 orang, untuk Gentan ada sekitar 60 orang, semua dari warga sekitar," katanya.
Ia mengakui untuk operasional dapur SPPG Gagaksipat dalam sehari rata-rata senilai Rp 250 juta. "Itu perhitungan biaya untuk belanja bahan baku, tenaga, dan lain-lain, termasuk operasional," ungkap dia.
Dengan pengalaman selama puluhan tahun di bidang kuliner, Puspo mengatakan operasional dapur SPPG Gagaksipat tersebut dikelola secara profesional dan tersistem. Salah satu pengalaman Puspo dalam usaha kulinernya yaitu pernah menangani katering atau konsumsi untuk para jamaah haji Indonesia.
"Ya karena pengalaman kami lama di bisnis kuliner ini, yang saya terapkan untuk pengelolaan dapur MBG dengan sistem. Sekitar tiga minggu program berjalan, sejauh ini bisa kami jalankan dengan baik," katanya.