Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Manufaktur Masih Kontraksi, Peneliti Indef Ragu Indonesia bisa Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

Ekonom senior Indef memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 stagnan

26 Desember 2024 | 14.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam pertemuan tahunan Bank Indonesia 2024 di Grha Bhasvara Icchana, Kompleks Kantor Pusat Bank Indonesia, Jakarta, 29 November 2024. Mengangkat tema Sinergi Memperkuat Stabilitas dan Transformasi Ekonomi Nasional, BI optimistis pertumbuhan ekonomi 2025 hingga 2026 akan membaik dan memproyeksikan ekonomi Indonesia akan mencapai 4,8% hingga 5,6% pada 2025, dan 4,9% hingga 5,7% pada 2026. TEMPO/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance Didik J. Rachbini memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan. Perekonomian diramal hanya tumbuh 5 persen pada tahun depan karena kontraksi manufaktur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Didik mengatakan selama ini tidak ada strategi kebijakan yang berhasil melepaskan sektor industri dari jebakan deindustrialisasi dini. Purchasing Managers Index sektor manufaktur menurut dia terus menurun. “Jatuh di bawah 50 persen,” ujarnya dalam pernyataan resmi, dikutip Rabu, 25 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lembaga pemeringkat kredit, Standard & Poor's melaporkan manufaktur Indonesia mengalami kontraksi selama lima bulan berturut-turut hingga November 2024. Indeks manufaktur pada November adalah 49,6, naik dibanding Oktober 49,2. Ambang batas pertumbuhan PMI manufaktur adalah 50, di bawah itu tergolong level kontraksi.

Sektor industri menurut Didik tumbuh rendah, dalam beberapa tahun hanya tumbuh sekitar 3 hingga 4 persen. “Ini menunjukkan kinerja yang tidak memadai untuk mencapai pertumbuhan di atas 5 persen, apalagi 7 persen seperti target Presiden Jokowi (Joko Widodo) atau target 8 persen pada pemerintahan Prabowo,” ujarnya.

Selama pemerintahan Jokowi, sektor ini menurut dia diabaikan, sehingga target pertumbuhan 7 persen meleset. Sektor ini kata Didik sedang mengalami proses deindustrialisasi dini. Permintaan global memang mengalami perlambatan, sehingga kata Didik menerobos pasar internasional tidak mudah lagi. 

Karena itu, pasar-pasar baru di luar Eropa, Cina, dan Amerika Serikat perlu dijadikan sasaran perdagangan luar negeri Indonesia.  Para duta besar diberi target untuk meningkatkan ekspor dan menjadikan neraca dagang bilateral menjadi positif. Dia menyarankan pemerintah melakukan reindustrialisasi berbasis sumber daya alam dan berorientasi ekspor. “Tanpa perubahan strategi, mustahil mencapai target pertumbuhan 8 persen.” 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus