Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bagaimana Cara Menekan ICOR agar Investasi Efisien

Pemerintah akan memperbaiki layanan investasi dan mengoptimalkan sistem pengintegrasian data agar investasi efisien.

17 Desember 2024 | 06.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Investasi di Indonesia tidak efisien dibanding negara tetangga di Asia Tenggara.

  • Pemerintah berjanji mempercepat layanan yang terkait dengan investasi.

  • Selain regulasi, kualitas sumber daya manusia berkontribusi pada ICOR.

PRESIDEN Prabowo Subianto menyoroti tingginya incremental capital output ratio atau ICOR Indonesia dibanding negara tetangga. Badan Pusat Statistik mencatat angka ICOR Indonesia mencapai 6,33 pada akhir 2023, sedangkan di negara tetangga nilainya bisa lebih rendah. Malaysia dan Vietnam, misalnya, pada periode yang sama memiliki nilai ICOR masing-masing 4,5 dan 4,6.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Artinya kita dinilai lebih tidak efisien dari ekonomi negara tetangga kita. Bahkan ketakefisienan itu dinilai 30 persen," ujar Prabowo dalam acara penyerahan daftar isian pelaksanaan anggaran dan buku alokasi transfer ke daerah tahun anggaran 2025 di Istana Negara, Jakarta, 10 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ICOR merupakan indikator tingkat efisiensi investasi di suatu negara. Angkanya dihitung berdasarkan rasio modal investasi terhadap hasil yang diperoleh dari investasi tersebut. Makin tinggi nilai ICOR, makin besar kapital yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 persen pertumbuhan ekonomi. Ketika ICOR tinggi, pertumbuhan ekonomi bisa terhambat. Sebaliknya, makin rendah nilai ICOR, makin efisien suatu negara menggunakan investasinya untuk menggerakkan ekonomi.

Indonesia pernah mencatat ICOR di kisaran 4,0 pada era Presiden Soeharto. Saat itu ekonomi bisa tumbuh 7-8 persen. Namun dalam 10 tahun terakhir ICOR Indonesia berada di kisaran 6,8. Karena itu, meski porsi investasi mencapai 30 persen terhadap produk domestik bruto, ekonomi pada era Presiden Joko Widodo bergerak di kisaran 5 persen saja.

Menurut Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro Kementerian Investasi dan Hilirisasi Imam Soejoedi, kementeriannya sudah mengidentifikasi inefisiensi investasi tersebut. Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani, kata dia, sudah merencanakan program prioritas untuk perbaikan, salah satunya memangkas durasi pengurusan syarat investasi.

Imam mengungkapkan, pemerintah berencana mempercepat urusan perizinan dasar, yaitu izin lokasi atau kegiatan pemanfaatan ruang, izin pendirian bangunan atau persetujuan bangunan gedung, serta izin lingkungan. "Ini sudah ada dalam Online Single Submission (OSS), tapi belum ada service level agreement-nya, durasi waktunya," ucapnya kepada Tempo, Senin, 16 Desember 2024.

Ketentuan soal durasi layanan tersebut akan diatur dalam regulasi hasil revisi Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Proses revisi hampir rampung lantaran dibahas sejak awal 2024. Dalam rancangan awal perubahan aturan itu, pemerintah berencana mengoptimalkan pelacakan proses perizinan, memperbesar kapasitas pemrosesan data di OSS, serta membuka akses bagi lebih banyak kementerian dan lembaga terhadap sistem OSS sehingga tak ada kendala dalam pertukaran data.

Imam menyatakan transformasi OSS akan memberikan kepastian waktu bagi investor. Sistem yang transparan membantu mereka lebih efisien dari sisi biaya. Dia mengatakan salah satu penyebab tingginya ICOR adalah biaya tambahan investasi, seperti pungutan liar. Lewat sistem baru nanti, pengeluaran semacam itu bisa diantisipasi.

Strategi lain untuk membuat investasi efisien adalah membangun ekosistem di dalam negeri. Imam menyebutkan pemerintah sedang berupaya membangun penghiliran atau hilirisasi di berbagai industri dengan menghadirkan rantai pasok bahan baku, rantai distribusi, dan sumber daya manusia yang memadai. Berkaca pada pengalaman negara maju seperti Korea Selatan, mereka menyiapkan ekosistem tersebut sehingga bisa menghasilkan dampak berlipat dari investasi yang masuk ke negara mereka.

Khusus untuk urusan sumber daya manusia, Imam mengungkapkan, pemerintah berencana meningkatkan keterampilan pekerja Indonesia. Lewat kerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait, para tenaga kerja akan didorong mengenyam pendidikan lanjutan hingga sertifikasi.

Imam sadar bahwa strategi ini butuh kerja sama beragam pihak dan perlu waktu untuk melihat hasilnya. Dia yakin efisiensi perlahan bakal terasa dan angka ICOR pun menurun. "Ke depan, ICOR akan kita tekan serendah-rendahnya dan pertumbuhan ekonomi didorong setinggi-tingginya," katanya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani indrawati setelah mengikuti rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, 13 Desember 2024. TEMPO/Imam Sukamto

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan ada rencana untuk memperkuat Indonesia National Single Window (INSW) sebagai upaya mewujudkan alur investasi yang lebih efisien ke depan. "Perbaikan sistemnya, integrasi dari kementerian/lembaga, dan integrasi pelayanan," ucapnya. Rencana ini dibahas dalam rapat di Kementerian Koordinator Perekonomian pada Kamis, 12 Desember 2024.

INSW merupakan sistem untuk mempermudah perdagangan. Sistem tersebut menampung beragam dokumen kepabeanan, kekarantinaan, perizinan, kepelabuhan/kebandarudaraan, serta dokumen yang terkait dengan ekspor, impor, dan/atau logistik nasional secara elektronik. Sistem yang terintegrasi dengan data kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah ini bisa diakses investor secara luar jaringan.

Menurut Sri Mulyani, optimalisasi sistem ini bakal mengurangi biaya investasi serta mempercepat proses ekspor dan impor. Situasi ini diyakini bisa menekan angka ICOR.

Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia Ajib Hamdani menilai urusan regulasi bukan satu-satunya pekerjaan rumah pemerintah untuk menekan ICOR. Di satu sisi, penegakan hukum penting untuk memberikan kepastian kepada pelaku usaha. Pemerintah bisa melakukan deregulasi, seperti memangkas aturan yang tumpang-tindih. Ajib juga menyebutkan perlu ada debirokratisasi atau pengurangan interaksi antara pejabat pemerintah dan pelaku usaha untuk menghindari risiko, antara lain, adanya pungutan liar.

Di sisi lain, ada faktor produktivitas yang mempengaruhi investasi. Untuk menjawab tantangan ini, pemerintah perlu mendorong pengembangan sumber daya manusia. Ajib menilai produktivitas tenaga kerja di dalam negeri masih rendah, di antaranya, karena tingkat pendidikan mereka mayoritas pendidikan dasar. "Jadi pemerintah harus secara komprehensif mendorong regulasi yang bisa memberikan kepastian hukum dan keamanan investasi, mendorong produktivitas maksimal, serta meningkatkan daya saing," katanya.

Peneliti Next Policy, Shofie Azzahrah, mengatakan pemerintah harus memastikan investasi yang masuk dapat digunakan secara efisien dan berdampak maksimal terhadap perekonomian. Saat ini masih banyak infrastruktur yang dibangun pemerintah, tapi mangkrak atau bahkan sepi pengguna. "Jika ini terus terjadi, modal yang ditanamkan untuk infrastruktur ini tidak dapat menghasilkan output atau kontribusi ekonomi yang sebanding, yang pada akhirnya akan meningkatkan ICOR," ujarnya. Untuk menurunkan ICOR, pemerintah perlu memastikan investasi untuk infrastruktur dan sektor lain berfokus pada peningkatan hasil output per unit investasi, bukan sekadar jumlah modal yang ditanamkan.

Vendro Immanuel G. berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus