Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NEGOSIASI antara Perusahaan Gas Negara (PGN) dan Perusahaan Listrik Negara (PLN) belum juga menemukan titik terang. Pertemuan acap dilakukan selama dua bulan terakhir ini, tapi perundingan kontrak baru pengiriman gas alam cair (LNG) dari terminal penyimpanan dan regasifikasi terapung (FSRU) Lampung ke pembangkit Muara Tawar di Bekasi, Jawa Barat, masih alot.
Ganjalannya satu: soal harga. "Masih belum ketemu," kata Direktur Niaga, Manajemen Risiko, dan Kepatuhan PLN Nicke Widyawati di Jakarta, Rabu pekan lalu. Selain itu, PLN agaknya memang tak sedang terburu-buru mengejar pasokan gas. Menurut Nicke, Muara Tawar, yang berkapasitas 920 megawatt, tak kekurangan bahan bakar. "Kami mengoptimalkan PLTU karena lebih murah."
Konsumsi listrik pun sedang menurun akibat perlambatan ekonomi. Kepala Divisi Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi PLN Chairani Rachmatullah mengatakan penjualan listrik sepanjang kuartal pertama tahun ini cuma 48,04 terawatt-hour atau hanya tumbuh 2,64 persen dibanding tiga bulan pertama tahun lalu. Belum bisa diprediksi kapan perekonomian akan bangkit kembali, yang memicu kenaikan penggunaan listrik.
Itu sebabnya PLN tak memasang target waktu untuk merampungkan negosiasi. Sebaliknya, PGN ingin kesepakatan segera tercapai. Sebab, PGN berkepentingan menghidupkan kembali FSRU Lampung, yang hampir enam bulan ini nganggur. Gas mengalir ke pembangkit Muara Tawar terakhir pada Januari 2015. Kerja sama penyaluran gas tersebut bersifat jangka pendek, sesuai dengan kebutuhan PLN.
Untuk memasok pembangkit Muara Tawar, sejak Agustus 2014, FSRU Lampung mengolah tiga kargo LNG atau setara dengan 1,2 juta MMBtu. Gas berasal dari Tangguh, Papua. "Setelah penyaluran berakhir, belum ada lagi proses regasifikasi," ujar Sekretaris Perusahaan PGN Heri Yusup kepada Tempo, Kamis pekan lalu. Deputi Menteri BUMN Bidang Manufaktur dan Strategis Dwiyanti Cahyaningsih mengkonfirmasi. "Laporannya seperti itu."
Karena FSRU itu menganggur, menurut Pos Raya—organisasi yang terafiliasi dengan relawan pengawas pemerintah Joko Widodo—PGN merugi. Menurut hitungan Pos Raya, kerugian PGN akibat tidak beroperasinya FSRU Lampung mencapai US$ 200 ribu per hari atau setara dengan Rp 2,6 miliar. Kerugian itu akibat PGN harus membayar biaya sewa kapal dari Hoegh LNG Ltd. Perseroan juga harus menanggung pembengkakan biaya pembangunan FSRU menjadi US$ 250 juta. "PGN tidak memiliki perencanaan yang matang, terutama analisis pasar yang akan disasar," kata Ketua DPP Pos Raya Ferdinand Semaun, Kamis pekan lalu.
Heri Yusup menampik tudingan bahwa perusahaannya merugi akibat strategi setengah-setengah. Menurut dia, FSRU Lampung menggunakan pola operasi mengikuti permintaan pasar. Karena itu, fasilitas ini tak mesti beroperasi penuh sepanjang tahun. Apalagi kebutuhan gas untuk pembangkit listrik kini tengah menurun.
Pertimbangan lain, ia menambahkan, proyek infrastruktur semacam FSRU Lampung berskala besar. Kinerja finansial tak bakal terjadi pada tahun-tahun pertama pengoperasian. "Break-even point operasi FSRU Lampung baru akan terpenuhi saat penyaluran LNG sudah mencapai 12-15 kargo per tahun," ujar Heru.
PEMBANGUNAN fasilitas regasifikasi terapung oleh PGN telah dirancang sejak 2011. Awalnya, perusahaan pelat merah itu hendak membangunnya di Belawan. Alasan perusahaan sederhana: lokasi tersebut cukup strategis, berjarak sekitar 25 kilometer dari konsumen yang dibidik, yakni pembangkit listrik, industri, dan pelanggan rumah tangga di Medan.
Berdasarkan studi kelayakan saat itu, PGN menghitung kebutuhan gas di ibu kota Sumatera Utara tersebut mencapai 250 juta Btu per hari. Pelanggan utama adalah PLN, sebesar 80 juta Btu per hari. Proyek FSRU Belawan juga merupakan salah satu yang diamanatkan dalam instruksi presiden tentang percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional pada Februari 2010.
Tapi cita-cita PGN kandas di tengah jalan. Menteri Badan Usaha Milik Negara (saat itu) Dahlan Iskan mengganti FSRU Belawan dengan proyek revitalisasi kilang Arun yang digarap Pertamina.
Apes, PGN telah mengeluarkan sekitar US$ 12 juta untuk pembebasan lahan di Belawan dan biaya konsultan studi kelayakan. Bahkan PGN telah mengikat kontrak selama 20 tahun dengan konsorsium Hoegh LNG Ltd asal Norwegia dan PT Rekayasa Industri sebagai kontraktor proyek Belawan.
Sebelumnya, Heri menceritakan bahwa kebijakan merelokasi proyek FSRU Belawan ke Lampung dituangkan dalam keputusan tertulis. "Kami mendapat amanat mengerjakan proyek itu juga tertulis," katanya kepada Tempo, 19 Maret 2012. Fasilitas Lampung ini resmi beroperasi pada Agustus 2014.
Pengiriman kargo LNG pertama dari Tangguh mendarat mulus hingga kargo ketiga yang tiba di Labuhan Maringgai, 22 November 2014. Tapi perusahaan ini sempat mengakui pasar di sekitar Lampung belum tumbuh signifikan. Dalam kunjungan ke lokasi FSRU Lampung pada Mei tahun lalu, Vice President Strategic Business PGN Antonius Aris mengatakan, pada tahap awal, penyaluran gas ke industri baru sekitar 7,5 juta meter kubik per hari.
Angin segar datang lagi ketika PGN meneken komitmen pembelian gas dengan 14 industri di Lampung. Total pasokan gas bumi yang rencananya disalurkan mencapai 1,3 juta meter kubik per hari. Ditambah rencana memasok gas untuk pembangkit listrik PLN, yakni Sri Bawono, Sutami, dan Tarahan. Targetnya 40,5 juta meter kubik per hari.
Kenyataannya, tak semua rencana itu terealisasi. FSRU Lampung hanya menyalurkan LNG ke pembangkit Muara Tawar sebagai konsumen utama pada September 2014-Januari 2015. Itu berarti fasilitas berkapasitas 170 ribu meter kubik ini kembali menganggur.
Karena itulah, kata Chairani Rachmatullah, PGN gencar mencari pembeli agar fasilitasnya beroperasi kembali. Tak hanya menegosiasikan kesepakatan penyaluran gas yang baru, perusahaan ini juga menawarkan kesanggupan menyalurkan gas untuk pembangkit-pembangkit dalam program 35 ribu megawatt. Hanya, penyelesaian proyek pemerintah tersebut hingga kini masih sekitar 20 persen.
Ayu Prima Sandi, Retno Sulistyowati
Terapung di Lampung
TERMINAL penyimpanan dan regasifikasi terapung (FSRU) milik PT Perusahaan Gas Negara Tbk kembali dihadang masalah. Sempat berproduksi beberapa bulan, kini fasilitas gas itu stop berproduksi. Penyebabnya: tak ada pasar. Perusahaan ini sedang bernegosiasi dengan pembeli utama, PLN, untuk menyalurkan kembali gas ke pembangkit Muara Tawar di Bekasi, Jawa Barat.
Riwayat Si Penampung
2009
2011
Mei 2011
Juli 2011
19 Maret 2012
Oktober 2012
25 Juni 2014
Juli 2014
Agustus 2014
September 2014
Oktober 2014
Januari 2015
Profil FSRU Lampung
FSRU adalah sebuah kapal yang dilengkapi fasilitas penampung gas alam cair (LNG) dan peralatan untuk mengubah LNG dari bentuk cair ke bentuk gas (proses regasifikasi). Kemudian gas disalurkan ke konsumen melalui jaringan pipa gas. FSRU Lampung merupakan FSRU kedua yang dibangun PGN.
Pendapatan:
(dari 3 kargo LNG Tangguh yang dijual ke PLN)
Gustidha Budiartie | Diolah dari berbagai sumber
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo