Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menghidupkan Terminal Nganggur

Fasilitas penyimpanan gas terapung milik Perusahaan Gas Negara di Lampung berhenti beroperasi. Membidik proyek listrik 35 ribu megawatt.

29 Juni 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NEGOSIASI antara Perusahaan Gas Negara (PGN) dan Perusahaan Listrik Negara (PLN) belum juga menemukan titik terang. Pertemuan acap dilakukan selama dua bulan terakhir ini, tapi perundingan kontrak baru pengiriman gas alam cair (LNG) dari terminal penyimpanan dan regasifikasi terapung (FSRU) Lampung ke pembangkit Muara Tawar di Bekasi, Jawa Barat, masih alot.

Ganjalannya satu: soal harga. "Masih belum ketemu," kata Direktur Niaga, Manajemen Risiko, dan Kepatuhan PLN Nicke Widyawati di Jakarta, Rabu pekan lalu. Selain itu, PLN agaknya memang tak sedang terburu-buru mengejar pasokan gas. Menurut Nicke, Muara Tawar, yang berkapasitas 920 megawatt, tak kekurangan bahan bakar. "Kami mengoptimalkan PLTU karena lebih murah."

Konsumsi listrik pun sedang menurun akibat perlambatan ekonomi. Kepala Divisi Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi PLN Chairani Rachmatullah mengatakan penjualan listrik sepanjang kuartal pertama tahun ini cuma 48,04 terawatt-hour atau hanya tumbuh 2,64 persen dibanding tiga bulan pertama tahun lalu. Belum bisa diprediksi kapan perekonomian akan bangkit kembali, yang memicu kenaikan penggunaan listrik.

Itu sebabnya PLN tak memasang target waktu untuk merampungkan negosiasi. Sebaliknya, PGN ingin kesepakatan segera tercapai. Sebab, PGN berkepentingan menghidupkan kembali FSRU Lampung, yang hampir enam bulan ini nganggur. Gas mengalir ke pembangkit Muara Tawar terakhir pada Januari 2015. Kerja sama penyaluran gas tersebut bersifat jangka pendek, sesuai dengan kebutuhan PLN.

Untuk memasok pembangkit Muara Tawar, sejak Agustus 2014, FSRU Lampung mengolah tiga kargo LNG atau setara dengan 1,2 juta MMBtu. Gas berasal dari Tangguh, Papua. "Setelah penyaluran berakhir, belum ada lagi proses regasifikasi," ujar Sekretaris Perusahaan PGN Heri Yusup kepada Tempo, Kamis pekan lalu. Deputi Menteri BUMN Bidang Manufaktur dan Strategis Dwiyanti Cahyaningsih mengkonfirmasi. "Laporannya seperti itu."

Karena FSRU itu menganggur, menurut Pos Raya—organisasi yang terafiliasi dengan relawan pengawas pemerintah Joko Widodo—PGN merugi. Menurut hitungan Pos Raya, kerugian PGN akibat tidak beroperasinya FSRU Lampung mencapai US$ 200 ribu per hari atau setara dengan Rp 2,6 miliar. Kerugian itu akibat PGN harus membayar biaya sewa kapal dari Hoegh LNG Ltd. Perseroan juga harus menanggung pembengkakan biaya pembangunan FSRU menjadi US$ 250 juta. "PGN tidak memiliki perencanaan yang matang, terutama analisis pasar yang akan disasar," kata Ketua DPP Pos Raya Ferdinand Semaun, Kamis pekan lalu.

Heri Yusup menampik tudingan bahwa perusahaannya merugi akibat strategi setengah-setengah. Menurut dia, FSRU Lampung menggunakan pola operasi mengikuti permintaan pasar. Karena itu, fasilitas ini tak mesti beroperasi penuh sepanjang tahun. Apalagi kebutuhan gas untuk pembangkit listrik kini tengah menurun.

Pertimbangan lain, ia menambahkan, proyek infrastruktur semacam FSRU Lampung berskala besar. Kinerja finansial tak bakal terjadi pada tahun-tahun pertama pengoperasian. "Break-even point operasi FSRU Lampung baru akan terpenuhi saat penyaluran LNG sudah mencapai 12-15 kargo per tahun," ujar Heru.

* * * *

PEMBANGUNAN fasilitas regasifikasi terapung oleh PGN telah dirancang sejak 2011. Awalnya, perusahaan pelat merah itu hendak membangunnya di Belawan. Alasan perusahaan sederhana: lokasi tersebut cukup strategis, berjarak sekitar 25 kilometer dari konsumen yang dibidik, yakni pembangkit listrik, industri, dan pelanggan rumah tangga di Medan.

Berdasarkan studi kelayakan saat itu, PGN menghitung kebutuhan gas di ibu kota Sumatera Utara tersebut mencapai 250 juta Btu per hari. Pelanggan utama adalah PLN, sebesar 80 juta Btu per hari. Proyek FSRU Belawan juga merupakan salah satu yang diamanatkan dalam instruksi presiden tentang percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional pada Februari 2010.

Tapi cita-cita PGN kandas di tengah jalan. Menteri Badan Usaha Milik Negara (saat itu) Dahlan Iskan mengganti FSRU Belawan dengan proyek revitalisasi kilang Arun yang digarap Pertamina.

Apes, PGN telah mengeluarkan sekitar US$ 12 juta untuk pembebasan lahan di Belawan dan biaya konsultan studi kelayakan. Bahkan PGN telah mengikat kontrak selama 20 tahun dengan konsorsium Hoegh LNG Ltd asal Norwegia dan PT Rekayasa Industri sebagai kontraktor proyek Belawan.

Sebelumnya, Heri menceritakan bahwa kebijakan merelokasi proyek FSRU Belawan ke Lampung dituangkan dalam keputusan tertulis. "Kami mendapat amanat mengerjakan proyek itu juga tertulis," katanya kepada Tempo, 19 Maret 2012. Fasilitas Lampung ini resmi beroperasi pada Agustus 2014.

Pengiriman kargo LNG pertama dari Tangguh mendarat mulus hingga kargo ketiga yang tiba di Labuhan Maringgai, 22 November 2014. Tapi perusahaan ini sempat mengakui pasar di sekitar Lampung belum tumbuh signifikan. Dalam kunjungan ke lokasi FSRU Lampung pada Mei tahun lalu, Vice President Strategic Business PGN Antonius Aris mengatakan, pada tahap awal, penyaluran gas ke industri baru sekitar 7,5 juta meter kubik per hari.

Angin segar datang lagi ketika PGN meneken komitmen pembelian gas dengan 14 industri di Lampung. Total pasokan gas bumi yang rencananya disalurkan mencapai 1,3 juta meter kubik per hari. Ditambah rencana memasok gas untuk pembangkit listrik PLN, yakni Sri Bawono, Sutami, dan Tarahan. Targetnya 40,5 juta meter kubik per hari.

Kenyataannya, tak semua rencana itu terealisasi. FSRU Lampung hanya menyalurkan LNG ke pembangkit Muara Tawar sebagai konsumen utama pada September 2014-Januari 2015. Itu berarti fasilitas berkapasitas 170 ribu meter kubik ini kembali menganggur.

Karena itulah, kata Chairani Rachmatullah, PGN gencar mencari pembeli agar fasilitasnya beroperasi kembali. Tak hanya menegosiasikan kesepakatan penyaluran gas yang baru, perusahaan ini juga menawarkan kesanggupan menyalurkan gas untuk pembangkit-pembangkit dalam program 35 ribu megawatt. Hanya, penyelesaian proyek pemerintah tersebut hingga kini masih sekitar 20 persen.

Ayu Prima Sandi, Retno Sulistyowati


Terapung di Lampung

TERMINAL penyimpanan dan regasifikasi terapung (FSRU) milik PT Perusahaan Gas Negara Tbk kembali dihadang masalah. Sempat berproduksi beberapa bulan, kini fasilitas gas itu stop berproduksi. Penyebabnya: tak ada pasar. Perusahaan ini sedang bernegosiasi dengan pembeli utama, PLN, untuk menyalurkan kembali gas ke pembangkit Muara Tawar di Bekasi, Jawa Barat.

Riwayat Si Penampung

2009

  • PT PGN (Persero) Tbk mengkaji pembangunan FSRU di Belawan, Sumatera Utara.

    2011

  • Pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 2011 yang memutuskan pembangunan FSRU di Jakarta, Medan, dan Semarang. Ini menjadi dasar bagi pelaksanaan proyek oleh PGN di Belawan.

    Mei 2011

  • Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) mengalokasikan LNG dari Lapangan Tangguh, Papua, untuk FSRU Belawan

    Juli 2011

  • PGN melakukan studi kelayakan FSRU Belawan. Proyek diperkirakan selesai pada 2013.

    19 Maret 2012

  • Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan memerintahkan PGN merelokasi proyek FSRU Belawan ke Lampung. Alasannya, ada revitalisasi kilang Arun oleh Pertamina, yang diperkirakan mulai beroperasi pada 2014.

    Oktober 2012

  • PGN menandatangani amendemen kontrak pembangunan FSRU di Lampung.

    25 Juni 2014

  • PGN menandatangani kontrak perjanjian jual-beli gas dengan 14 industri di Lampung. Komitmen penyaluran gas bumi akan dilakukan mulai Agustus 2014.

    Juli 2014

  • Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyetujui kontrak jual-beli LNG Tangguh untuk FSRU Lampung. Sebanyak 5 kargo untuk 2014 dan 14 kargo pada 2015.

    Agustus 2014

  • Konstruksi selesai, FSRU Lampung beroperasi. Kargo pertama dari Tangguh diterima FSRU Lampung.

    September 2014

  • Gas dari FSRU Lampung dialirkan ke PLTGU Muara Tawar milik PLN.

    Oktober 2014

  • FSRU Lampung sempat mengalami kerusakan dan tak mampu menyerap optimal LNG dari Tangguh. Dari alokasi 5 kargo untuk 2014, hanya diambil 3 kargo.

    Januari 2015

  • FSRU Lampung berhenti mengalirkan gas ke PLN. Pemerintah mengalihkan alokasi LNG Tangguh dari FSRU Lampung ke luar negeri.

    Profil FSRU Lampung

    FSRU adalah sebuah kapal yang dilengkapi fasilitas penampung gas alam cair (LNG) dan peralatan untuk mengubah LNG dari bentuk cair ke bentuk gas (proses regasifikasi). Kemudian gas disalurkan ke konsumen melalui jaringan pipa gas. FSRU Lampung merupakan FSRU kedua yang dibangun PGN.

  • Kapasitas: 240 juta kaki kubik per hari (MMSCFD)
  • Investasi: US$ 250-300 juta
  • Konstruksi kapal: Hyundai Heavy Industries di Ulsan, Korea Selatan
  • Lama sewa: 20 tahun
  • Kontraktor: Hoegh Norway-PT Rekayasa Industri
  • Biaya sewa: US$ 250 ribu per hari

    Pendapatan:
    (dari 3 kargo LNG Tangguh yang dijual ke PLN)

  • 1 kargo LNG = 380.000-400.000 juta British thermal unit (MMBtu)
  • Harga jual gas ke PLN = US$ 18 per MMBtu
  • Jumlah = US$ 20,52 juta-21,6 juta

    Gustidha Budiartie | Diolah dari berbagai sumber

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus