Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI mencatat adanya perbaikan pada portofolio restrukturisasi kredit pada masa pandemi Covid-19. Per Desember 2023, kredit yang tersisa sebesar Rp 27 triliun atau 3,9 persen dari total kredit BNI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sudah jauh lebih rendah dari Desember 2020 yang saat itu mencapai 18,6 persen dari total kredit," kata Corporate Secretary BNI, Okki Rushartomo Budiprabowo kepada Tempo, dikutip pada Kamis, 7 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menjelaskan, perbaikan restrukturisasi kredit pada masa Covid-19 berasal dari seluruh segmen dan berbagai sektor industri. BNI terus mengkaji kondisi dan prospek debitur dalam portofolio restrukturisasi Covid-19 secara berkala. Hal ini untuk memulihkan usahanya dan berpotensi kembali ke kolektibilitas normal.
Berdasarkan tinjauan terakhir BNI, potensi untuk debitur dikeluarkan dari klasifikasi tersebut masih tinggi.
"Yaitu debitur yang sudah melakukan pembayaran tanpa tunggakan dan telah membayar pada tingkat suku bunga komersial. Kami pun menilai bahwa mereka berada pada risiko rendah hingga menengah."
Secara paralel, BNI juga terus konservatif dalam pencadangan dan telah membentuk sebesar 42 persen dari total kredit restrukturisasi Covid-19. Oleh karena itu, bank milik negara ini sangat optimistis bahwa dampak negatif atas berakhirnya program stimulus itu pada Maret 2024 ini dapat diminimalisasi.
Melalui rencananya pencabutan restrukturisasi stimulus Covid-19, BNI memproyeksikan tidak ada peningkatan kredit macet atau non-performing loan (NPL). Sehingga, rasio NPL pada tahun 2024 diproyeksikan membaik dari tahun 2023, yakni di bawah level 2 persen.
Okky menjelaskan, berakhirnya kebijakan restrukturisasi Covid-19 setidaknya akan berdampak terhadap kualitas aset milik BNI. "Karena sebagian besar nasabah tersebut sudah mampu melakukan pembayaran kewajiban dengan tingkat suku bunga komersial," kata dia.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang resiliensi di kisaran 5 persen akan membantu pemulihan nasabah restrukturisasi ke depan. "Total kredit yang kami restrukturisasi dengan stimulus Covid-19 terus mengalami penurunan signifikan."