KEUANGAN pemerintah boleh seret. Tapi itu tidak berarti pelaksanaan proyek-proyek tertentu mesti tertunda. Apalagi untuk menolong salah satu mitra usahanya yang nyaris tenggelam. Buktinya, pada semester I tahun anggaran 1986/1987 pemerintah telah menyuntikkan dana tambahan sebagai Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) di PT Kanebo Tomen Sandang Mills (KTSM) sebesar hampir Rp 1,7 milyar (US$ 1 = Rp 1.103). Atau 30% dari jumlah modal tambahan yang dibutuhkan KTSM sebanyak US$ 5 juta. Sudah lama, memang. Tapi hal itu baru diungkapkan Menkeu Radius Prawiro secara terbuka, pekan lalu, ketika menjawab pertanyaan Komisi APBN DPR RI. Dengan adanya tambahan ini, berarti PMP di KTSM menjadi US$ 4,2 juta, dari seluruh investasi yang bernilai US$ 14 juta. Sedangkan sisanya dikuasai oleh dua raksasa tekstil Jepang yakni Kanebo dan Tomen, masing-masing US$ 5,88 (42%) dan US$ 3,92 juta (28%). Tentu, adanya tambahan penyertaan ini tidak berarti pemerintah sedang kelebihan likuiditas. Seperti dikemukakan Radius, "Karena keuangan negara semakin sullt, dalam bulan-bulan selanjutnya hingga akhir tahun anggaran 1986/1987, realisasi PMP akan sangat dibatasi." Pernyataan ini juga didukung oleh Oskar Surjaatmadja, Dirjen Moneter Dalam Negeri. "Kita memang tidak punya duit, dana yang tersedia sangat sedikit," ujarnya. Lantas, apa alasan pemerintah merogoh kasnya untuk si Jepang? Konon, KTSM, yang berdiri 1970, tiga tahun belakangan selalu menderita kerugian. Setelah dihitung-hitung, diperlukan tambahan modal, ya, US$ 5 juta itu. Entah apa sebabnya, banyak bank keberatan menutup kekurangan dana ini, "Kalaupun ada bank yang sanggup memberikan pinjaman, bunga yang ditawarkan selalu tinggi," ujar Oskar. Akhirnya diputuskan, tambahan modal ditarik dari para pemegang saham, dengan cara merestrukturisasikan pemilikan saham. Cepatnya tanggapan Pemerintah terhadap situasi KTSM, tidak semata karena Kanebo dan Tomen sudah menyetor bagian beban masing-masing. "Tapi jika pemerintah tidak segera menyetor, dikhawatirkan perusahaan-perusahaan Jepang itu akan menarik diri," kata Oskar. "Dan kalau itu terjadi bukan hanya akan mengakibatkan KTSM gulung tikar, tapi para pekerjanya terpaksa jadi korban PHK," ujar Oskar lebih lanjut. Bukan hanya sampai di situ incaran pemerintah. Menurut Oskar, penyuntikan dana itu juga didasarkan pada prospek usaha KTSM. "Pemerintah mengharapkan KTSM bisa kembali meraih laba," ujarnya. Harapan yang tidak sulit dicapai, memang. Masuknya modal dari dalam, telah membuat KTSM mampu untuk menekan biaya operasi. Minimal perusahaan ini bisa terhindar dari beban bunga. Terbukti, belum setahun modal ditambahkan, untuk tahun ini KTSM diduga akan memperoleh laba sekitar Rp 500 juta. Kusama, kepala bagian usaha luar negeri Kanebo, di Jepang, mengemukakan hal yang sama. Kini posisi ekspor KTSM ke Timur Tengah semakin membaik. "Dengan adanya penambahan modal, KTSM memiliki kesempatan memperbaiki struktur perusahaan untuk menghadapi pasar luar dan dalam negeri," ujarnya. Bagaimana tidak? Dengan tambahan itu, KTSM mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya, yang 80% di antaranya berupa utang valuta asing jangka pendek. Kanebo, sebagai pemilik saham mayoritas, tampaknya memang punya niat untuk tetap bercokol di Indonesia. Buktinya, raksasa tekstil nomor tiga di Jepang ini, selain memiliki saham di KTSM, juga merupakan pemilik saham mayoritas (35%) PT Kanisatex. Bedanya, "Produk Kanisatex lebih diutamakan untuk pasar dalam negeri," tutur Kusama lebih lanjut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini